Gempa 1927 yang Menarik Perhatian Pemerintah Hindia Belanda

Gempa 1927 yang Menarik Perhatian Pemerintah Hindia Belanda

FOTO: Berita tentang gempabumi 1927 yang terbit di De Volkskrant edisi 5 Desember 1927.
FOTO: REPRO JEFRI

Gempabumi yang terjadi di Teluk Palu, Kamis, 1 Desember 1927, ternyata juga menjadi perhatian bagi Pemerintah Hindia Belanda. De Volkskrant, sebuah surat kabar harian  yang terbit di Belanda, yang didirikan pada 1919, pada edisi 5 Desember 1927, menulis laporan tentang gempabumi itu, di mana di dalam laporan ini menyebutkan perhatian Pemerintah Hindia Belanda terhadap bencana alam tersebut.

Dalam laporannya, De Volksrant mengutip Soerabaijasch Handelsblad melaporkan, gempabumi parah dirasakan di Donggala pada Kamis (1/12/1927) sore. Gempa dirasakan bergerak ke arah Utara-Selatan. Akibat gempa ini, dilaporkan Kantor Asisten Residen di Donggala sebagian ambruk, sementara di Palu, dua pasar runtuh dan dermaga tersapu sebagian oleh gelombang pasang (tsunami). Laporan ini juga menyebut, di Biromaru, pasar hancur dan kantor lanskap rusak parah.

Gempabumi ini, diikuti dengan gelombang pasang (tsunami) di Teluk Palu, yang disebut mendatangkan malapetaka pada rumah-rumah penduduk asli. Dilaporkan, empat belas orang tewas dan lima puluh terluka, serta kerusakan diperkirakan mencapai 50.000.

Laporan ini kemudian menyebut, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Andries Cornelis Dirk (A.C.D) de Graeff, menyampaikan belasungkawa atas bencana alam ini. Dirinya kemudian memberikan wewenang kepada Asisten Residen Donggala, Francois Johan (F.J) Junius, untuk memberikan bantuan terhadap korban bencana alam ini, menggunakan uang yang tersedia di kas lanskap.

Bencana alam ini, sebagaimana dimaksud dalam telegram yang disampaikan oleh Aneta, kantor berita di masa Hindia Belanda, terjadi di bagian barat laut wilayah Sulawesi bagian tengah, yang menyempit ke arah utara berubah menjadi jalur berbentuk umbul, yang membentang sebagian besar ke arah barat-timur.

Laporan menunjukkan, gempabumi ini adalah gempa non vulkanik. Lokasi gempabumi ini, menurut penjelasan para ahli geologi, merupakan lokasi bidang pertemuan dua strip (lempeng) besar yang tidak stabil dari kerak bumi dan pergeseran bawah tanah, di mana fenomena gempa bumi kembali terjadi.

Teluk Palu disebut sebagai teluk yang sangat dalam, dengan panjang wilayah Utara - Selatan 30 km dan lebar 7 km di wilayah pantai Barat. Mendekat ke daratan, pantainya rendah dan berubah menjadi dataran yang luas dan berangsur-angsur naik, di mana Sungai Palu mengalir. Sisi barat dan timur Teluk Palu disebut tinggi dan menanjak tajam dari laut dengan karang pantai yang sempit, hingga punggungan gunung setinggi 2000 meter.

Di tepi pantai disebut terdapat beberapa kampung, yang utamanya adalah Donggala, yang terletak di sudut barat laut teluk, dengan jalan yang cukup baik. Pada Juli hingga September, teluk ini disebut cukup angker, saat angin bertiup dari arah timur laut yang dikenal dengan istilah “baroeboo (barubu)” berhembus.

Donggala adalah ibu kota dari lanskap Banawa, juga posisi dari asisten residen Midden Celebes dan Kontrolir Donggala. Kapal KPM secara teratur berlabuh di pelabuhannya.

Populasinya disebut tidak lebih dari beberapa ribu jiwa, kebanyakan orang Bugis. Selain orang Bugis, laporan ini menyebut, ada pemukiman Cina dan Arab yang makmur. Donggala sendiri disebut tidak memiliki pedalaman yang signifikan.

Kemudian, Palu disebut berukuran sekitar satu setengah kali Donggala dan terletak di teluk. Dari sana produk dari pedalaman diangkut ke Donggala menggunakan perahu. Laporan ini menulis, hanya beberapa lusin orang Eropa yang tinggal di seluruh wilayah Palu. Gubernur Jenderal de Graeff disebut juga mengunjungi Teluk Palu, dalam perjalanannya ke Timur Nusantara.***


Post a Comment

0 Comments