Dalam
sejarah Sulawesi Tengah, Kerajaan Palu merupakan salah satu kerajaan merdeka
yang berkuasa secara de facto di
Lembah Palu (Teluk Palu sebelah barat Sungai Palu sekarang). Kerajaan Palu juga
merupakan kerajaan paling kecil di Sulawesi Tengah, di mana wilayah kekuasaanya
hanya meliputi wilayah Kelurahan Lere, Siranindi, Kamonji, dan Kabonena.
Keluarga dari Labunggulili, keturunan dari Silalangi. Serta di Islamkan juga Pue Njidi yang berkedudukan Panggewe (Kabonena).
Dalam
berbagai buku atau literatur telah diterangkan bahwa setiap raja, bangsawan,
dan kerabat kerajaan lainnya memiliki status sosial yang tinggi dalam
masyarakat feudal tradisional. Status ini masih berlaku sampai sekarang. Status
tinggi yang ditunjukkan melalui cara berpakaian dan pakaian yang dikenakan,
rumah tempat tinggalnya, bahkan dalam perkawinan. Souraja didirikan untuk
membedakan dan memperlebar jarak dalam struktur sosial masyarakat di Lembah
Palu.
Di
setiap daerah atau penguasa mempunyai keunikan tersendiri yang kemudian
dijadikan contoh teladan, disakralkan, bahkan dikeramatkan oleh rakyatnya. Di
Palu, Souraja dijadikan sebagai pusat pemerintahan, semakin menambah kesakralan
dan kekeramatan seorang raja. Dalam pemikiran-pemikiran tradisional dikatakan bahwa
tempat bersemayamnya seorang raja, baik berupa tempat tinggal atau istana
pemerintahannya merupakan tempat suci pilihan penguasa langit. Raja adalah
keturunan penguasa langit yang diturunkan ke bumi untuk memerintah rakyat yang
terpilih.
Melihat
sisi fungsi ganda Souraja, maka proses efisiensi dan efektifitas bangunan
menjadi perhatian tersendiri, karena bangunan ini semakin megah, mewah, dan
sakral, namun kecil. Sehingga timbul satu asumsi bahwa Souraja merupakan cermin
dari luas kekuasaan yang dimiliki oleh kerajaan palu yang begitu kecil dan
sempit.
Dewasa
ini masih ditemui sisa-sisa bangunan yang didirikan oleh Raja-Raja Palu, ketika
Kerajaan Palu masih jaya. Salah satunya adalah Souraja yang berada di Kelurahan
Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu tepatnya. Souraja adalah Istana Raja
Palu, karena sejak didirikannya bangunan ini ditempati oleh Raja-Raja Palu dan
keluarganya silih berganti. Kepemilikan bangunan ini pun berlaku secara
turun-temurun.
Souraja
didirikan pada akhir abad ke XIX di tengah-tengah perkampungan Suku Kaili yang
merupakan masyarakat pendukung kejayaan Kerajaan Palu. Ada sebuah tradisi
pembangunan istana yang dapat menjelaskan tentang suasana Lembah Palu pada saat
itu. Di mana pada umumnya, istana-istana didirikan di atas sebidang tanah
kosong (tanpa pemilik). Seiring waktu yang terus berputar dengan sendirinya
tanah tersebut menjadi tanah kerajaan.
Di
sisi lain, istana berada di pusat pemukiman penduduk (tengah kota), berarti di
sekitar istana terdapat rumah-rumah penduduk. Pola ini merupakan sebuah
strategi pertahanan militer yang paling jitu. Mengapa? Ketika istana diserang
musuh, maka secara otomatis, penduduk (rakyat) ikut bertanggung jawab atas
keselamatan istana, keluarga raja, dan keselamatan Negara. Rakyat akan bahu-membahu
melindungi istana dan rajanya bagaimanapun caranya. Perbuatan demikian dianggap
mulia, karena dikatakan sebagai wujud bela Negara.
Ternyata,
Souraja sebagai istana raja di Palu didirikan berdasarkan tiga konsep di atas.
Sekarang tanah tempat didirikannya istana tersebut adalah milik keluarga
kerajaan. Istana ini semakin berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di
Kelurahan Lere. Di sana-sini terdapat lahan-lahan kosong tanpa rumah penduduk,
tetapi tanah kosong tersebut adalah milik keluarga kerajaan.
Orang
Kaili mengatakan bahwa Souraja adalah rumah besar dengan pengertian mempunyai
kelebihan dan kekeramatan tersendiri. Kelebihan bangunan ini terdapat pada
fungsinya sebagai tinggal raja atau bangsawan, maka dengan sendirinya bangunan
ini pun dianggap keramat. Kekeramatan souraja dilekatkan pada kekeramatan raja
yang merupakan keturunan dari langit, “To
Manuru”.
Keberadaan
Souraja ternyata dikenal sebagai rumah raja di hampir seluruh suku dan daerah
di Sulawesi Tengah. Walaupun terdapat perbedaan penamaan bangunan ini.
Kenyataan ini berlaku jamak di berbagai suku dan bahasa. Penyebabnya yaitu
adanya pengaruh kerajaan-kerajaan kecil yang pernah berkuasa di daerah ini.
Pada akhirnya, muncul sebuah bentuk kebudayaan di wilayah tersebut. Di Lembah
Palu yang didiami oleh mayoritas Suku Kaili, rumah tinggal raja atau bangsawan
disebut Souraja.
Pembuatan
Souraja telah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Kaili di Lembah Palu.
Bentuk perumahan ini telah ada sejak zaman kuno dan purba, ratusan bahkan
ribuan tahun yang lalu. Ini dibuktikan dengan keberadaan Souraja yang merupakan
perpaduan berbagai kebudayaan. Ketuaan kebudayaan ini dapat dilihat dari
keberadaan dari posisi Gampiri. Sebenarnya Gampiri telah ada sejak masa awal revolusi kebudayaan manusia, dari
kehidupan berpindah-pindah ke kehidupan menetap yang ditandai dengan munculnya
pola bercocok tanam pada masyarakat-masyarakat tradisional.
Sejak
zaman purba sampai sekarang posisi Gampiri tetap seperti belum terjadi
perubahan yang berarti. Perubahan bentuk kebudayaan masyarakat selalu terjadi,
hasil yang diciptakannya selalu berbeda di setiap masa yang berlalu. Pengaruh
kebudayaan luar bagai bola kristal yang menggelinding seiring perubahan waktu
yang ada. Demikian pula dengan kebudayaan di Lembah Palu yang mendapat pengaruh
kebudayaan Islam, Melayu dan Bugis, Makassar, maupun Mandar di abad ke XVII.
Begitu juga dengan budaya-budaya daerah lain pun masuk memperkaya kebudayaan
masyarakat palu dari segi yang lain. Sehingga proses adopsi dan akulturasi
budaya pun berlangsung dalam kebudayaan Suku Kaili Lembah Palu.
Hasil
adopsi dan akulturasi budaya di Lembah Palu ini masih terlihat jelas di setiap
sendi kehidupan masyarakat suku Kaili. Pengaruh kebudayaan suku-suku di
Sulawesi Selatan lebih terasa dari suku yang lain seperti Jawa, Banjar, Minang,
dan lain-lain. Mulai dari nama sampai tata cara perkawinan adat, pakaian
tradisional pun mengalami akulturasi. Salah satunya dapat disaksikan melalui
keberadaan Souraja di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat tersebut.
Keberadaan
Souraja tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kerajaan Palu maupun Sulawesi
Tengah. Bangunan ini merupakan saksi bisu perjalanan sejarah Kerajaan Palu.
Souraja dibangun tahun 1892 pada masa pemerintahan Raja Yodjokodi. Souraja
dibangun di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Menurut Iksam,
wilayah Kampung Lere pada masa Raja Yodjokodi merupakan bagian dari wilayah
Siranindi. Siranindi merupakan salah satu anggota patanggota Kerajaan Palu bersama Tatanga, Besusu dan Lolu. Alasan
pemilihan wilayah Siranindi (baca: Lere) sebagai lokasi pembangunan Souraja,
menurut Iksam disebabkan oleh letak wilayah Siranindi yang terletak di dekat
muara sungai. Lebih lanjut, Iksam mengemukakan bahwa sebagian besar kerajaan di
Lembah Palu menggunakan konsep “hulu-hilir”. Konsep inilah yang
melatarbelakangi pemilihan Siranindi sebagai lokasi pembangunan Souraja.
Sebelum
Souraja dibangun, pusat Kerajaan Palu terletak di Besusu. Hal ini dilihat dari
ditemukannya makam Pue Nggari (Raja Palu I) di belakang kantor kelurahan Besusu
(di depan RSUD Undata). Selain itu, terdapat pula kompleks makam tua di Besusu
yang disinyalir merupakan makam Raja-Raja Palu. Kemudian, dugaan ini juga
diperkuat dengan adanya asumsi bahwa Dato Karama berlabuh di Besusu (Karampe)
pada saat pertama kali menginjakkan kaki di Lembah Palu dikarenakan Besusu saat
itu menjadi pelabuhan Kerajaan Palu. Selain itu, muncul temuan bahwa Istana
Raja Palu sebelum Souraja juga berada di Besusu.
Sumber
lain menyebutkan bahwa Besusu menjadi pusat pemerintahan pada saat Pue Nggari
(Lawegasi Bodawa) bersama rakyatnya turun dari Marima (daerah pegungungan di
atas Poboya), kemudian tinggal beberapa lama di Pantosu, dan setelah itu pindah
lagi di Valangguni kemudian pindah lagi di lokasi penggaraman saat ini,
kemudian pindah lagi ke Pandapa yang saat ini lebih dikenal dengan Besusu.
Menurut
Masyhuddin Masyhuda bahwa Pue Nggari berasal dari Vonggi, Kampung Topotara pada perbukitan bagian timur
Tanah Kaili. Di sana terdapat kuburan Pue Mpoluku yang dikeramatkan. Dari
kampong inilah lahir seorang Puteri yang kawin dengan magau dari vau, tinggal di seberang sungai Kaili,
Kampung Topo ledo (Masyhuda,
1997:84).
Setelah
tinggal di Besusu, dibuatlah Istana untuk Pue Nggari dan tempatnya dibuat dari
bahan tanah disusun secara tinggi dan bertingkat. Setelah dibuatkan Istana di
Besusu, Pue Nggari kemudian menikah
dengan Pue Puti dari Dolo, Pue Putih adalah saudara dari penguasa Dolo yang
disebut pada waktu itu “Bulanggo”.
Pue Nggari mempunyai tiga orang putera
dan dua orang puteri yang berada di Palu yaitu :
Putera :
-
Lasamaingu
-
Pue
Songu dan
-
Andi
Lana
Puteri
-
Yenda
Bulava dan
-
Pue
Rupiah,
Tidak lama Pue Nggari mendiami Lemba
Palu kemudian diikuti keluarganya dari Malino yaitu :
-
Rombongan
Yantakalena turun dan mendiami Kayu Malue
-
Rombongan
Pue Voka turun dan mendiami Vatu Tela
- Rombongan
Pue Nggari turun di lokasi penggaraman nama saat ini, dan kemudian
mendiami Besusu.
Di lokasi penggaraman ini digalilah
sumur oleh seorang keluarga Pue Nggari yang bernama Rasede, sumur inilah yang diberi nama “Buvu Rasede” sampai
sekarang.
- Rombongan
dari Bulili, Gunung Gawalise dan sekitarnya turun langsung ke “Tatanga” di
bawah kepala suku bernama Raliangi,
kemudian langsung mendiamai Bulava
dan Penggeve tidak lama
kemudian terus ke Siranindi.
Pada masa Pue Nggari, Islam sudah masuk dan mulai
menyebar ditandai dengan kedatangan Abdullah Raqie (Dato Karama) di muara Teluk
Palu (Karampe) dengan menggunakan perahu Jung
dengan rombongan dari Minangkabau yang kurang lebih berjumlah 50 orang.
Rombongan tersebut dipimpin oleh Abdullah Raqie yang kemudian dikenal sebagai
Dato Karama. Beliau membawa serta istrinya yang bernama Ince Jille, iparnya
yang bernama Ince Saharibanong, dan anaknya yang bernama Ince Dingko. Mereka
datang dengan alat-alat kebesarannya seperti Bendera Kuning, Panji Orang-Orangan,
Puade, Jijiri, Bulo, Gong, dan Kakula (Kulintang). Kedatangan Dato Karama
beserta rombongan ini untuk adalah untuk menunaikan tugas menyiarkan Islam yang
diperintahkan oleh Sultan Aceh, Sultan Iskandar Muda.
Dato Karama
kemudian mengislamkan Pue Nggari beserta keluarganya. Peristiwa pengislaman ini
dikenal dengan istilah ”Po Vunju Tevo”. Keluarga-keluarga
bangsawan yang turut di Islamkan sebagai berikut :
-
Vua
Pinano isteri dari Pue Nggari
-
Lasamaingu
-
Andi
Lana bersama isterinya dari Tatanga
-
Pue
Songu tidak mau di Islamkan
-
Yenda
Bulava , suaminya tidak mau di Islamkan dan tidak menerima agama Islam.
-
Pue
Rupiah yang dikenal dengan Pue Sese
Keluarga dari Labunggulili, keturunan dari Silalangi. Serta di Islamkan juga Pue Njidi yang berkedudukan Panggewe (Kabonena).
Setelah
masuk Islam, Pue Nggari kemudian menetapkan struktur pemerintahannya.
Strukturnya adalah sebagai berikut;
-
Magau
adalah Pue Nggari
-
Madika
Malolo dari keluarga Silalangi
-
Madika
Matua tetap dipegang keluarga di Besusu
-
Baligau
keluarga Madika Tatanga
Pue Nggari (Siralangi) memerintah selama
kurun waktu antara 1796 – 1805. Setelah Pue Nggari mangkat, ia digantikan oleh
Labungulili dari keluarga Silalangi. Keluarga Silalangi menjabat sebagai Madika
Malolo pada masa pemerintahan Pue Nggari. Labungulili kemudian di kenal dengan
sebutan I Dato Labungulili. Ia merupakan salah satu anak dari Pue Nggari. I
Dato Labungulili diperkirakan memerintah selama kurun waktu antara tahun 1805-1815. I Dato' Labungulili menikah di Daeasia (Inturo) di Tawaeli, menurunkan Dae Pangipi. Ia juga menikah dengan anak dari mubaligh asal Mandar yang menyebabkan Islam di Tawaeli, Daeng Kondang. Selain itu, Labungulili juga menikah dengan Dae Sabiba.
Labungulili kemudian digantikan oleh
Malasigi yang bergelar Malasigi Bulupalo. Malasigi merupakan anak dari
Panjororo (Pue Bongo) dengan Buse Mbaso. Pue Bongo adalah Raja Bangga yang
merupakan anak dari Bulava Lembah dan Yenda Bulava. Yenda Bulava merupakan anak
dari Pue Nggari dan Pue Puti.
Malasigi memerintah dalam kurun waktu
antara tahun 1815-1826. Pada masa pemerintahannya, pusat Kerajaan Palu tetap
berada di Besusu. Tetapi kawasan Panggona (Lere) mulai ditempati dan
dikembangkan..
Malasigi kemudian digantikan oleh
Daelangi yang memerintah antara tahun 1826-1835.
Daelangi merupakan anak dari Pue Lomba.
Daelangi memiliki nama lain, yakni Dae Ntalili. Dirinya digantikan oleh Djalalembah, yang anak dari Daelangi. Setelah Djalalembah, tahta
Kerajaan Palu dipegang oleh Lamakaraka. Lamakaraka adalah anak dari Malasigi
dan Indjola. Lamakaraka bergelar Madika Kodi Palo. Ia memerintah selama 18
tahun antara 1850-1868.
Setelah Lamakaraka, yang menduduki tahta
Kerajaan Palu adalah Raja Maili (Mangge Risa). Ia merupakan anak dari Lapatau, saudara dari Djalalembah.
Pada tahun 1888, Raja Maili digantikan
oleh Yodjokodi. Menurut silsilah dari Souraja bahwa Yodjokodi merupakan anak
dari Lamakaraka yang kawin dengan Dei Donggala. Perkawinan ini dikaruniai empat
orang anak yaitu; Suralembah, Panundu, Yodjokodi, dan Bidadari. Yodjokodi biasa
dipanggil dengan sebutan Toma I Sima. Yodjokodi memerintah selama 18 tahun dari
tahun 1888-1906. Setelah empat tahun memerintah, Yodjokodi kemudian memindahkan
pusat penerintahan dari Pandapa (Besusu) ke Panggona (Lere) yang masuk ke dalam
wilayah Tangga Banggo (Siranindi).
Pemindahan pusat pemerintahan ini
ditandai dengan pembangunan Souraja. Souraja dibangun pada tahun 1892. Pembangunan
Souraja dikepalai oleh Hj. Amir Pettalolo, menantu dari Yodjokodi. Dalam
pembangunan Souraja, sebagian besar tenaga kerjanya didatangkan dari Banjar
sehingga Nampak corak Banjar di bangunan tersebut. Souraja digunakan oleh
Yodjokodi sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan.
Pada tahun 1906, Yodjokodi digantikan
oleh Parampasi. Parampasi merupakan anak Yodjokodi dari istri pertama yaitu
Bida. Parampasi memiliki dua orang saudara yaitu La Pariusi dan Idjazah. Yodjokodi
sendiri memiliki tiga isteri yaitu I Ntondei yang merupakan Ratu Sigi, Bida dan
Jabatjina. Perkawinan Yodjokodi dengan Jabatjina melahirkan Palimuri yang
kemudian menjadi Presiden Sarekat Islam Palu.
Pada masa pemerintahan Parampasi,
Souraja masih digunakan sebagai tempat tinggal Raja dan sebagai pusat
pemerintahan. Parampasi menikah dengan Hi. Indocenni Pettalolo dan dikaruniai
delapan orang anak, masing-masing empat
anak perempuan dan empat anak laki-laki. Keempat anak perempuan Parampasi
masing-masing bernama; Andi Wali, Andi Tase, Anri Turu, dan Anri Ratu. Sedangkan
anak laki-lakinya bernama; Baso Parenrengi, Andi Wawo, Andi Tjatjo, dan Adri
Tangkau.
Parampasi memerintah selama 15 tahun
dalam kurun waktu antara tahun 1906-1918. Parampasi wafat akibat wabah Flu Spanyol. Setelah Parampasi, Kerajaan Palu
diperintah oleh Idjazah. Idjazah merupakan saudara Parampasi. Idjazah
memerintah antara tahun 1918 -1921.
Idjazah digantikan oleh keponakannya Djanggola. Djanggola merupakan anak dari
La Pariusi, saudara dari Parampasi dan Idjazah. Djanggola merupakan anak kedua
dari Pariusi yang merupakan saudara dari Parampasi. Djanggola memiliki lima
orang saudara yaitu; Baso, Itei, Djuri, Todi, dan Todji.
Masa pemerintahan Djanggola berlangsung hingga 1945. Pada saat
Djanggola memerintah, ia menunjuk pamannya, Palimuri sebagai penasehatnya.
Dalam struktur pemerintahannya, Andi Wawo Parampasi menjabat sebagai Madika
Matua dan Tjatjo Idjazah sebagai Madika Malolo. Artinya, bahwa Tjatjo Idjazah
telah disiapkan untuk menggantikan Djanggola sebagai Magau Kerajaan Palu.
Pada masa pemerintahan Djanggola, Souraja beberapa kali mengalami pergantian fungsi yaitu, pada tahun 1921-1942, Souraja masih digunakan sebagai tempat tinggal raja dan pusat pemerintahan. Pada tahun 1942-1945, tepatnya pada masa pendudukan Jepang, Souraja dialihfungsikan sebagai tangsi militer tentara Jepang walaupun fungsi Souraja masih sebagai kantor pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa Jepang itu, kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Tengah berubah nama menjadi suco. Lebih jauh dalam buku “Sejarah daerah Sulawesi Tengah” dijelaskan “kalau pada masa pemerintahan Belanda atasan-atasannya (asisten Residen dan Kontroliur) orang Belanda, maka pada zaman Jepang kedudukan ini ditempati oleh Jepang, juga raja-raja tetap, hanya namanya diganti memakai istilah Jepang. Raja disebut suco dan kepala distrik disebut gunco. Peranannya pun sama pada zaman Hindia Belanda” (Depdikbud, 1996/1997:151).
Kemudian pada tahun 1945-1948, Souraja kembali difungsikan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Palu.
Pada tahun 1945-1948, Souraja kembali
difungsikan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Tetapi, akibat revolusi
fisik yang terjadi antara tahun 1945-1950, memaksa rakyat dan penguasa berjuang
di luar jalur pemerintahan kerajaan. Walaupun seorang raja masih menjadi
pengendali perjuangan rakyat, tetapi umumnya tidak menggunakan kekuasaannya
sebagai raja saat turun ke basis-basis perjuangan rakyat. Hal tersebut
mengakibatkan Souraja jarang ditempati oleh Raja Djanggola. Selain itu Raja
Djanggola juga mendirikan rumahnya sendiri tepat di samping Souraja.
Djanggola menikah dengan anak dari
Parampasi yaitu Andi Wali Parampasi. Setelah Andi Wali meninggal, Djanggola
menikah lagi dengan adik Andi Wali Parampasi yang bernama Andi Ratu Parampasi.
Pernikahan Djanggola dan Andi Ratu Parampasi biasa disebut “tukar tikar”.
Selanjutnya, Djanggola
digantikan oleh Tjatjo Idjazah. Tjatjo Idjazah merupakan sepupu dari Djanggola.
Tjatjo Idjazah merupakan anak dari Idjazah dengan Madika Labuan yang bernama
Impero.
Pada masa pemerintahan Tjatjo Idjazah,
Souraja dikembalikan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Namun, Magau
Tjatjo Idjazah jarang menempati Souraja karena ia lebih sering berada di
kediamannya di Besusu (Apotik Pancar, Jalan Sultan Hasanuddin sekarang). Hal
ini menyebabkan Souraja sering tidak didiami oleh Magau Tjatjo Idjazah.
Pada tahun 1958, ketika Permesta
memberontak di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, Souraja hadir dengan fungsi
baru sebagai asrama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Souraja dijadikan markas
tentara dalam kegiatan Operasi Penumpasan Pemberontakan Permesta di Sulawesi
Tengah. Peran ini berlangsung hingga tahun 1960.
Pada tahun 1960, Kerajaan Palu resmi
dibubarkan dengan Tjatjo Idjazah sebagai raja terakhirnya. Hal ini diperkuat
dengan kenyataan bahwa Tjatjo Idjazah tidak memiliki keturunan. Selanjutnya,
Palu ditetapkan sebagai wilayah Swapraja dengan Andi Wawo Parampasi sebagai
Kepala Swaparaja.
Bangunan
Souraja terakhir ditempati oleh Raja Palu Tjatjo Idjazah. Tetapi Tjatjo Idjazah
tidak menetap di Banua Oge karena ia lebih sering berada di rumahnya di kawasan
sekarang jadi Apotik Pancar. Setelah Kerajaan Palu resmi dibubarkan, bangunan
ini dikelola oleh Andi Tjatjo Parampasi dan Andi Tase Parampasi. Andi Tjatjo merupakan
anak ke 4 dari Raja Palu, Parampasi. Setelah Andi Tjatjo Parampasi mangkat pada
tahun 1974, pengelolaan rumah ini diserahkan kepada anaknya, Andi Harun
Parampasi.
Pada
tahun 1982, bangunan ini diinventarisasi oleh pemerintah dan kemudian dilakukan
pemugaran. Sepuluh tahun kemudian, tahun 1991-1992, dilakukan pemugaran secara
keseluruhan terhadap bangunan ini yang dilakukan oleh pemerintah. Saat ini,
bangunan ini dikelola oleh pemerintah sebagai salah satu cagar budaya. Penjaga
situs Souraja saat ini adalah orang yang dipekerjakan oleh Dinas kebudayaan dan
Pariwisata Kota Palu. Tetapi, penunjukkan tersebut tidak disertai dengan
pembekalan pengetahuan dan peningkatan kesejahteraan bagi si penjaga situs.
Pengelola yang diamanatkan keluarga untuk menjaga rumah ini adalah Mehdiantara
Datupalinge, anak dari Syafei Datupalinge dan Sima Parampasi. Jadi
kesimpulannya, sejak Kerajaan Palu resmi dibubarkan, bangunan ini dijaga oleh
keluarga Parampasi sampai sekarang walaupun bangunan ini sudah menjadi cagar
budaya yang di inventarisir oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena minimnya
pengetahuan dan minimnya tingkat kesejahteraan penjaga situs Souraja sehingga
keluarga yang merasa mewarisi amanat untuk menjaga situs tersebut membantu
untuk menjaga dan mengelola situs tersebut.
33 Comments
ya ,,,aku hanya bisa mengatakan aku cinta sulawesi tengah, aku cinta kebudayaan sulawesi tengah.
ReplyDeleteYololembah apa yotolembah itu?
ReplyDeleteMau nanya . ada keturunan palu sulteng nih saya . cuman itu yotolembah apa yololembah? Awam pengetahuannya soal sejarah sana .
ReplyDeletekalo yolembah ituuu raja yang diankat rakyat menguasai kerajaan tawailii yaahhhh
Deletesemoga paluu lebih majuu lasiii bai sampai SESULTENG <<< itu sja .
DeleteKalau yotolembah itu di Tawaeli
ReplyDeleteI posted something,but I not know if arrived.I amke encyclopedy kerajaan2 Indonesia and for that I like to contact dynasties and private persons from mantan kerajaan2 Sulawesi tengah also.The list of Palu is different from what we have.Please contact for it my friend hans.hagerdal@lnu.se . Okay..thanks.My facebook is Donald Tick .I am researcher kerajaan2 Indonesia
ReplyDeleteDear Mr. Donald Tick.
DeleteI have copies documents were signed by my grand grand father year 1904 11 December that only I can read from those pages because all written in Dutch.
If you don't mind please add FB account Andy Lanimpa Palarante to easier me sendeng or upload the ducuments need to translated.
Best Regards
Dear Mr. Donald Tick.
DeleteI have copies documents were signed by my grand grand father year 1904 11 December that only I can read from those pages because all written in Dutch.
If you don't mind please add FB account Andy Lanimpa Palarante to easier me sendeng or upload the ducuments need to translated.
Best Regards
thank you for visiting my blog (www.jefriantogie.blogspot.com) and appreciate one of the posts in them concerning the Kingdom of Palu. I am happy to correspond with you and can share if there is data that you can about the Central Sulawesi and I also will be happy to share or discuss about the kingdom in Central Sulawesi. my facebook account is Jeffery Anto. Regards know.
ReplyDeletemenurutku diskusi dan presentase raja-raja di palu banyak persi,,apakah ada bukti kongrit seperti bekas kerajaan,karna setahu sy kaili ini hanya no tutura,,bukan tulisan,,,kayanya sejarah kita ini perlu di bukuhkan dengan literatur yang jelas,,harus ilmia dan saya sebenarnya dukung....cuman forum penggali sejarah lembah palu tdk ada yang duduk bersama dengan orang-orang yang mempunyai penafsiran beda dengan dengan cerita yang dimilikinya
ReplyDeleteada beberapa versi memang terkait sejarah kerajaan-kerajaan di lembah palu. data-data belanda menjadi rujukan penting untuk memperkuat tuturan orang2 tua kita.
ReplyDeleteSAYA RALAT VERSI KERAJAANYA YAH..INI NAMA NAMA KERAJAAN YANG BETUL DALAM SEJARAH TANAH KAILI
ReplyDelete1. Tatanan Kerajaan Bali Gau Ri Tatanga
2. Tatanan Ketajaan Sigi Dolo
3. Tatanan Kerajaan Kulawi
4. Tatanan Lando Bulili
5. Kerajaan Dombu.
6. Kerajaan Ganti, Sarudu Dan Tappalang
7. Kerajaan Sindue
8. Kerajaan Parigi, Sausu, Moutong
9. Kerajaan Siduru
Dan Setelah Penjajah Masuk KeTanah Kalili Mereka Memperkasai Terbentuknya Kerajaan Rekayasa DiTanah Kaili Untuk Memperkuat Pengaruh Dan Pertahananya
Kerajaan Yang DibentuK Oleh Belanda Adalah :
1. Kerajaan Tavaili
2. Kerajaan Siranindi
3. Kerajaan Banawa
4. Kerajaan Biromaru
Dan Pahlawan "" Di Masa Penjajahan Yang Telah Dilupakan Atau (DI TUTUP SEJARAHNYA UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI )Yaitu:
1. Palarante
2. Rainggamagi dengan Suaminya Bernama Lingujobu
3. Mantaili
4. Lasatande Dunia
5. La Maraipa
6. Malonda
7. La Sadindi
8. Pue Bongo
9. La Soso
10.Tamba Rante
11.Mahasuri
12 lalowe
Inilah Seharah Yang Telah Dihapus Oleh Raja" Buatan Bel...Buat Admin Jangan Dihapus Artikel Ini Agar Semua Orang Tahu Sejarah Sesungguhan Ditanah Kaili Ini..Termia Kasih..Salam Dari Toposiga (Mangge Rante) Tanah Kaili..
Trus kalau Datu Pamusu dan Lawelai daeng Tarayu, ada atau tdk disilsilah.??
DeleteSAYA RALAT VERSI KERAJAANYA YAH..INI NAMA NAMA KERAJAAN YANG BETUL DALAM SEJARAH TANAH KAILI
ReplyDelete1. Tatanan Kerajaan Bali Gau Ri Tatanga
2. Tatanan Ketajaan Sigi Dolo
3. Tatanan Kerajaan Kulawi
4. Tatanan Lando Bulili
5. Kerajaan Dombu.
6. Kerajaan Ganti, Sarudu Dan Tappalang
7. Kerajaan Sindue
8. Kerajaan Parigi, Sausu, Moutong
9. Kerajaan Siduru
Dan Setelah Penjajah Masuk KeTanah Kalili Mereka Memperkasai Terbentuknya Kerajaan Rekayasa DiTanah Kaili Untuk Memperkuat Pengaruh Dan Pertahananya
Kerajaan Yang DibentuK Oleh Belanda Adalah :
1. Kerajaan Tavaili
2. Kerajaan Siranindi
3. Kerajaan Banawa
4. Kerajaan Biromaru
Dan Pahlawan "" Di Masa Penjajahan Yang Telah Dilupakan Atau (DI TUTUP SEJARAHNYA UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI )Yaitu:
1. Palarante
2. Rainggamagi dengan Suaminya Bernama Lingujobu
3. Mantaili
4. Lasatande Dunia
5. La Maraipa
6. Malonda
7. La Sadindi
8. Pue Bongo
9. La Soso
10.Tamba Rante
11.Mahasuri
12 lalowe
Inilah Seharah Yang Telah Dihapus Oleh Raja" Buatan Bel...Buat Admin Jangan Dihapus Artikel Ini Agar Semua Orang Tahu Sejarah Sesungguhan Ditanah Kaili Ini..Termia Kasih..Salam Dari Toposiga (Mangge Rante) Tanah Kaili..
Pernah dengar nama Bona Lemba atau pernah tau?
DeleteSAYA RALAT VERSI KERAJAANYA YAH..INI NAMA NAMA KERAJAAN YANG BETUL DALAM SEJARAH TANAH KAILI
ReplyDelete1. Tatanan Kerajaan Bali Gau Ri Tatanga
2. Tatanan Ketajaan Sigi Dolo
3. Tatanan Kerajaan Kulawi
4. Tatanan Lando Bulili
5. Kerajaan Dombu.
6. Kerajaan Ganti, Sarudu Dan Tappalang
7. Kerajaan Sindue
8. Kerajaan Parigi, Sausu, Moutong
9. Kerajaan Siduru
Dan Setelah Penjajah Masuk KeTanah Kalili Mereka Memperkasai Terbentuknya Kerajaan Rekayasa DiTanah Kaili Untuk Memperkuat Pengaruh Dan Pertahananya
Kerajaan Yang DibentuK Oleh Belanda Adalah :
1. Kerajaan Tavaili
2. Kerajaan Siranindi
3. Kerajaan Banawa
4. Kerajaan Biromaru
Dan Pahlawan "" Di Masa Penjajahan Yang Telah Dilupakan Atau (DI TUTUP SEJARAHNYA UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI )Yaitu:
1. Palarante
2. Rainggamagi dengan Suaminya Bernama Lingujobu
3. Mantaili
4. Lasatande Dunia
5. La Maraipa
6. Malonda
7. La Sadindi
8. Pue Bongo
9. La Soso
10.Tamba Rante
11.Mahasuri
12 lalowe
Inilah Seharah Yang Telah Dihapus Oleh Raja" Buatan Bel...Buat Admin Jangan Dihapus Artikel Ini Agar Semua Orang Tahu Sejarah Sesungguhan Ditanah Kaili Ini..Termia Kasih..Salam Dari Toposiga (Mangge Rante) Tanah Kaili..
Tolong Admin Artikel Yang Sy Kirim Kemarin Diperlihatkan.Biar Sejarah Ini Tak Ngaur Sana Sini..Klau Memang Apa Yang Sy Jelaskan Diartikel Ini Msh Meragukan Sy Bertanya Kepada Yang Meneliti Sejarah Kota Palu Siapa Itu Tadulako..???Yang Orang Tahu Dia Pahlawan Padahal Sebaliknya Dia Adalah Seorang Tukang Pancung Di ErA Zaman Kerajaan...Okkkkk...Termia Kasih..
ReplyDeleteSalam budaya. versi sejarah tentang kerajaan yang komiu bilang memang sebagian besar "benar". Namun belum berhasil terangkat karena hanya berdasarkan oral history (sejarah lisan), sedangkan sejarah yang ditulis saat ini berdasarkan data tertulis yaitu dokumen dari Belanda. dokumen autentik tersebut memang dapat disebut subjektif namun belum ada sumber tertulis lain yang mampu menjadi pembanding. terima kasih atas informasinya.
ReplyDeletesalam kenal pak jefri anto.....saya DS Sunandar H, sekiranya tidak kebertan bisa hub saya di No HP: 08152525253, banyak hal yang ingin saya ketahui tentang sejarah kerajaan kaili di sulawesi tengah,terimah kasih...
ReplyDeletesalam kenal pak jefri anto.....saya DS Sunandar H, sekiranya tidak kebertan bisa hub saya di No HP: 08152525253, banyak hal yang ingin saya ketahui tentang sejarah kerajaan kaili di sulawesi tengah,terimah kasih...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Deletekoreksi pa jefri:radjamaili bukan anak dari suralemba, radjamaili anak dari Lapatau (Lapatau adalah adik kandung Djalalalembah berasal dari Labuan dan juga sepupu 1x Lamakaraka, Djalalembah lah yang memiliki keturunan yang melahirkan magau2 palu)mengapa beliau disebut "mangge Risa" Risa adalah anak dari Musu Dlalalemba(saudara spupu radjamaili lapatau, Djalalemba memiliki keturunan sbb. Tandapaa(tina Ndei), ronempeluru/tina Latjado(kwin radjalalo/magau parigi),Musu (Toma Risa), Tamambue, Suramparigi, Timamparigi/tina mpero(kwin Radjamaili/Mgau Palu),Bidarawasia/tina pariusi(kwin Yodjokodi/Mgau Palu, Dida(kwin Dg.Mambani), Sima Intan, Marebo, Lamatalundu(Toma Dg.Malindu).
ReplyDeleteKoreksi Pa Jeff : Radjamaili bukan anak Suralemba, Radjamaili anak dari Lapatau (Lapatau Adik kandung Djalalemba dari Labuan)Djalalemba memiliki keturunan yang melahirkan magau2 Palu, Keturunan Djalalemba Sbb : Tandapaa/tina Ndei, Ronempeluru/tina Latjado (kwn Radjalalolo Mgau Parigi, Musu/Toma Risa, Tamambue, Suramparigi, Timamparigi/Tina Mpero(kwn Radjamaili), Bidarawasia/Tina Sima & Parampasi(kwn Yodjokodi), Dida/Tina Lamakasusa(kwn Dg.Mambani), Sima Intan, Marebo, Lamatalundu(Toma Dg. Malindu)
ReplyDeletetina Lamakasusa bernama Dida Inta....
DeleteSaya anugrah,masi banyak sebenarnya pahlawan yang belum dimuat disejara ini,yang waktu itu pasukan sumpit juga membantu untuk mengusir penjaja dari tana palu,,dan dikerajaan vau bukan dihuni oleh orang ledo tapi orang da,a.dan saya tertarik untuk mengetahui tentang kerajaan palu kalau bisa hb,no 082347130091
ReplyDeleteCb diulas ulang smw sejarah kaili..untuk kepentingan kita bersama
ReplyDeletesejarah yang mengedepankan satu fam saja padahal masih banyak keturuna raja di palu yang namanya tdk di sebut... pertanyaan saya sou raja yg di dekat masjid jami tapi telah terbakar mengapa tdk di sebutkan silsilahnya... karna semua pasti punya hubungan...
ReplyDeleteBenar sklii.. Yg terlama rmh kan didepan mesjid jami itu yg faktanya dibangun tahun 1883 dibulan akhir bertepatan bulan ramadhan n trakhir dipugar tahun 1952 oleh keouarga H DG. Daeng Marotja Bin Yodjowuri. dan Terbakar di tahun 2010.mksi
DeleteAda yg tau tentang nama Bona lemba?
ReplyDeleteKalo nama Bona Lemba ada yg tau atau pernah dengar?
ReplyDeleteAda yg perna dgr gantulemba siapa tau ada yg tau tolong bisa di ceritakan
ReplyDeleteSaya mau tau sejarah ttg suku Bugis
ReplyDeletedatang ke Palu, karena Leluhur kami punya makam di Kampung Baru. Ada yg bisa bantu...terima kasih