Souraja dan Silsilah Raja Palu (Jefrianto)

Souraja dan Silsilah Raja Palu (Jefrianto)

Dalam sejarah Sulawesi Tengah, Kerajaan Palu merupakan salah satu kerajaan merdeka yang berkuasa secara de facto di Lembah Palu (Teluk Palu sebelah barat Sungai Palu sekarang). Kerajaan Palu juga merupakan kerajaan paling kecil di Sulawesi Tengah, di mana wilayah kekuasaanya hanya meliputi wilayah Kelurahan Lere, Siranindi, Kamonji, dan Kabonena.


Dalam berbagai buku atau literatur telah diterangkan bahwa setiap raja, bangsawan, dan kerabat kerajaan lainnya memiliki status sosial yang tinggi dalam masyarakat feudal tradisional. Status ini masih berlaku sampai sekarang. Status tinggi yang ditunjukkan melalui cara berpakaian dan pakaian yang dikenakan, rumah tempat tinggalnya, bahkan dalam perkawinan. Souraja didirikan untuk membedakan dan memperlebar jarak dalam struktur sosial masyarakat di Lembah Palu.


Di setiap daerah atau penguasa mempunyai keunikan tersendiri yang kemudian dijadikan contoh teladan, disakralkan, bahkan dikeramatkan oleh rakyatnya. Di Palu, Souraja dijadikan sebagai pusat pemerintahan, semakin menambah kesakralan dan kekeramatan seorang raja. Dalam pemikiran-pemikiran tradisional dikatakan bahwa tempat bersemayamnya seorang raja, baik berupa tempat tinggal atau istana pemerintahannya merupakan tempat suci pilihan penguasa langit. Raja adalah keturunan penguasa langit yang diturunkan ke bumi untuk memerintah rakyat yang terpilih.

Melihat sisi fungsi ganda Souraja, maka proses efisiensi dan efektifitas bangunan menjadi perhatian tersendiri, karena bangunan ini semakin megah, mewah, dan sakral, namun kecil. Sehingga timbul satu asumsi bahwa Souraja merupakan cermin dari luas kekuasaan yang dimiliki oleh kerajaan palu yang begitu kecil dan sempit.

Dewasa ini masih ditemui sisa-sisa bangunan yang didirikan oleh Raja-Raja Palu, ketika Kerajaan Palu masih jaya. Salah satunya adalah Souraja yang berada di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu tepatnya. Souraja adalah Istana Raja Palu, karena sejak didirikannya bangunan ini ditempati oleh Raja-Raja Palu dan keluarganya silih berganti. Kepemilikan bangunan ini pun berlaku secara turun-temurun.

Souraja didirikan pada akhir abad ke XIX di tengah-tengah perkampungan Suku Kaili yang merupakan masyarakat pendukung kejayaan Kerajaan Palu. Ada sebuah tradisi pembangunan istana yang dapat menjelaskan tentang suasana Lembah Palu pada saat itu. Di mana pada umumnya, istana-istana didirikan di atas sebidang tanah kosong (tanpa pemilik). Seiring waktu yang terus berputar dengan sendirinya tanah tersebut menjadi tanah kerajaan.

Di sisi lain, istana berada di pusat pemukiman penduduk (tengah kota), berarti di sekitar istana terdapat rumah-rumah penduduk. Pola ini merupakan sebuah strategi pertahanan militer yang paling jitu. Mengapa? Ketika istana diserang musuh, maka secara otomatis, penduduk (rakyat) ikut bertanggung jawab atas keselamatan istana, keluarga raja, dan keselamatan Negara. Rakyat akan bahu-membahu melindungi istana dan rajanya bagaimanapun caranya. Perbuatan demikian dianggap mulia, karena dikatakan sebagai wujud bela Negara.

Ternyata, Souraja sebagai istana raja di Palu didirikan berdasarkan tiga konsep di atas. Sekarang tanah tempat didirikannya istana tersebut adalah milik keluarga kerajaan. Istana ini semakin berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di Kelurahan Lere. Di sana-sini terdapat lahan-lahan kosong tanpa rumah penduduk, tetapi tanah kosong tersebut adalah milik keluarga kerajaan.

Orang Kaili mengatakan bahwa Souraja adalah rumah besar dengan pengertian mempunyai kelebihan dan kekeramatan tersendiri. Kelebihan bangunan ini terdapat pada fungsinya sebagai tinggal raja atau bangsawan, maka dengan sendirinya bangunan ini pun dianggap keramat. Kekeramatan souraja dilekatkan pada kekeramatan raja yang merupakan keturunan dari langit, “To Manuru”.

Keberadaan Souraja ternyata dikenal sebagai rumah raja di hampir seluruh suku dan daerah di Sulawesi Tengah. Walaupun terdapat perbedaan penamaan bangunan ini. Kenyataan ini berlaku jamak di berbagai suku dan bahasa. Penyebabnya yaitu adanya pengaruh kerajaan-kerajaan kecil yang pernah berkuasa di daerah ini. Pada akhirnya, muncul sebuah bentuk kebudayaan di wilayah tersebut. Di Lembah Palu yang didiami oleh mayoritas Suku Kaili, rumah tinggal raja atau bangsawan disebut Souraja.

Pembuatan Souraja telah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Kaili di Lembah Palu. Bentuk perumahan ini telah ada sejak zaman kuno dan purba, ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Ini dibuktikan dengan keberadaan Souraja yang merupakan perpaduan berbagai kebudayaan. Ketuaan kebudayaan ini dapat dilihat dari keberadaan dari posisi Gampiri. Sebenarnya Gampiri telah ada sejak masa awal revolusi kebudayaan manusia, dari kehidupan berpindah-pindah ke kehidupan menetap yang ditandai dengan munculnya pola bercocok tanam pada masyarakat-masyarakat tradisional.

Sejak zaman purba sampai sekarang posisi Gampiri tetap seperti belum terjadi perubahan yang berarti. Perubahan bentuk kebudayaan masyarakat selalu terjadi, hasil yang diciptakannya selalu berbeda di setiap masa yang berlalu. Pengaruh kebudayaan luar bagai bola kristal yang menggelinding seiring perubahan waktu yang ada. Demikian pula dengan kebudayaan di Lembah Palu yang mendapat pengaruh kebudayaan Islam, Melayu dan Bugis, Makassar, maupun Mandar di abad ke XVII. Begitu juga dengan budaya-budaya daerah lain pun masuk memperkaya kebudayaan masyarakat palu dari segi yang lain. Sehingga proses adopsi dan akulturasi budaya pun berlangsung dalam kebudayaan Suku Kaili Lembah Palu.

Hasil adopsi dan akulturasi budaya di Lembah Palu ini masih terlihat jelas di setiap sendi kehidupan masyarakat suku Kaili. Pengaruh kebudayaan suku-suku di Sulawesi Selatan lebih terasa dari suku yang lain seperti Jawa, Banjar, Minang, dan lain-lain. Mulai dari nama sampai tata cara perkawinan adat, pakaian tradisional pun mengalami akulturasi. Salah satunya dapat disaksikan melalui keberadaan Souraja di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat tersebut.  
      
Keberadaan Souraja tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kerajaan Palu maupun Sulawesi Tengah. Bangunan ini merupakan saksi bisu perjalanan sejarah Kerajaan Palu. Souraja dibangun tahun 1892 pada masa pemerintahan Raja Yodjokodi. Souraja dibangun di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Menurut Iksam, wilayah Kampung Lere pada masa Raja Yodjokodi merupakan bagian dari wilayah Siranindi. Siranindi merupakan salah satu anggota patanggota Kerajaan Palu bersama Tatanga, Besusu dan Lolu. Alasan pemilihan wilayah Siranindi (baca: Lere) sebagai lokasi pembangunan Souraja, menurut Iksam disebabkan oleh letak wilayah Siranindi yang terletak di dekat muara sungai. Lebih lanjut, Iksam mengemukakan bahwa sebagian besar kerajaan di Lembah Palu menggunakan konsep “hulu-hilir”. Konsep inilah yang melatarbelakangi pemilihan Siranindi sebagai lokasi pembangunan Souraja.

Sebelum Souraja dibangun, pusat Kerajaan Palu terletak di Besusu. Hal ini dilihat dari ditemukannya makam Pue Nggari (Raja Palu I) di belakang kantor kelurahan Besusu (di depan RSUD Undata). Selain itu, terdapat pula kompleks makam tua di Besusu yang disinyalir merupakan makam Raja-Raja Palu. Kemudian, dugaan ini juga diperkuat dengan adanya asumsi bahwa Dato Karama berlabuh di Besusu (Karampe) pada saat pertama kali menginjakkan kaki di Lembah Palu dikarenakan Besusu saat itu menjadi pelabuhan Kerajaan Palu. Selain itu, muncul temuan bahwa Istana Raja Palu sebelum Souraja juga berada di Besusu.

Sumber lain menyebutkan bahwa Besusu menjadi pusat pemerintahan pada saat Pue Nggari (Lawegasi Bodawa) bersama rakyatnya turun dari Marima (daerah pegungungan di atas Poboya), kemudian tinggal beberapa lama di Pantosu, dan setelah itu pindah lagi di Valangguni kemudian pindah lagi di lokasi penggaraman saat ini, kemudian pindah lagi ke Pandapa yang saat ini lebih dikenal dengan Besusu.

Menurut Masyhuddin Masyhuda bahwa Pue Nggari berasal dari Vonggi, Kampung Topotara pada perbukitan bagian timur Tanah Kaili. Di sana terdapat kuburan Pue Mpoluku yang dikeramatkan. Dari kampong inilah lahir seorang Puteri yang kawin dengan magau dari vau, tinggal di seberang sungai Kaili, Kampung Topo ledo (Masyhuda, 1997:84). 

Setelah tinggal di Besusu, dibuatlah Istana untuk Pue Nggari dan tempatnya dibuat dari bahan tanah disusun secara tinggi dan bertingkat. Setelah dibuatkan Istana di Besusu, Pue Nggari kemudian  menikah dengan Pue Puti dari Dolo, Pue Putih adalah saudara dari penguasa Dolo yang disebut pada waktu itu “Bulanggo”.

Pue Nggari mempunyai tiga orang putera dan dua orang puteri yang berada di Palu yaitu :

Putera :
-         Lasamaingu
-         Pue Songu dan
-         Andi Lana

Puteri
-         Yenda Bulava dan
-         Pue Rupiah,

Tidak lama Pue Nggari mendiami Lemba Palu kemudian diikuti keluarganya dari Malino yaitu :
-         Rombongan Yantakalena turun dan mendiami Kayu Malue
-         Rombongan Pue Voka  turun dan mendiami Vatu Tela
-      Rombongan Pue Nggari turun di lokasi penggaraman nama saat ini, dan kemudian  mendiami Besusu.

Di lokasi penggaraman ini digalilah sumur oleh seorang keluarga Pue Nggari yang bernama Rasede, sumur inilah yang diberi nama  “Buvu Rasede” sampai sekarang.

-     Rombongan dari Bulili, Gunung Gawalise dan sekitarnya turun langsung ke “Tatanga” di bawah kepala suku bernama Raliangi, kemudian langsung mendiamai Bulava dan Penggeve  tidak lama kemudian terus ke Siranindi.

Pada masa Pue Nggari, Islam sudah masuk dan mulai menyebar ditandai dengan kedatangan Abdullah Raqie (Dato Karama) di muara Teluk Palu (Karampe) dengan menggunakan perahu Jung dengan rombongan dari Minangkabau yang kurang lebih berjumlah 50 orang. Rombongan tersebut dipimpin oleh Abdullah Raqie yang kemudian dikenal sebagai Dato Karama. Beliau membawa serta istrinya yang bernama Ince Jille, iparnya yang bernama Ince Saharibanong, dan anaknya yang bernama Ince Dingko. Mereka datang dengan alat-alat kebesarannya seperti Bendera Kuning, Panji Orang-Orangan, Puade, Jijiri, Bulo, Gong, dan Kakula (Kulintang). Kedatangan Dato Karama beserta rombongan ini untuk adalah untuk menunaikan tugas menyiarkan Islam yang diperintahkan oleh Sultan Aceh, Sultan Iskandar Muda.

Dato Karama kemudian mengislamkan Pue Nggari beserta keluarganya. Peristiwa pengislaman ini dikenal dengan istilah ”Po Vunju Tevo”. Keluarga-keluarga  bangsawan yang turut di Islamkan sebagai berikut :
-         Vua Pinano isteri dari Pue Nggari
-         Lasamaingu
-         Andi Lana bersama isterinya dari Tatanga
-         Pue Songu tidak mau di Islamkan
-         Yenda Bulava , suaminya tidak mau di Islamkan dan tidak menerima agama Islam.
-         Pue Rupiah yang dikenal dengan Pue Sese

 Keluarga dari Labunggulili, keturunan dari Silalangi. Serta di Islamkan juga Pue Njidi yang berkedudukan Panggewe (Kabonena).
Setelah masuk Islam, Pue Nggari kemudian menetapkan struktur pemerintahannya. Strukturnya adalah sebagai berikut;
-         Magau adalah Pue Nggari
-         Madika Malolo dari keluarga Silalangi
-         Madika Matua tetap dipegang keluarga di Besusu
-         Baligau keluarga Madika Tatanga

Pue Nggari (Siralangi) memerintah selama kurun waktu antara 1796 – 1805. Setelah Pue Nggari mangkat, ia digantikan oleh Labungulili dari keluarga Silalangi. Keluarga Silalangi menjabat sebagai Madika Malolo pada masa pemerintahan Pue Nggari. Labungulili kemudian di kenal dengan sebutan I Dato Labungulili. Ia merupakan salah satu anak dari Pue Nggari. I Dato Labungulili diperkirakan memerintah selama kurun waktu antara tahun 1805-1815. I Dato' Labungulili menikah di Daeasia (Inturo) di Tawaeli, menurunkan Dae Pangipi. Ia juga menikah dengan anak dari mubaligh asal Mandar yang menyebabkan Islam di Tawaeli, Daeng Kondang. Selain itu, Labungulili juga menikah dengan Dae Sabiba. 

Labungulili kemudian digantikan oleh Malasigi yang bergelar Malasigi Bulupalo. Malasigi merupakan anak dari Panjororo (Pue Bongo) dengan Buse Mbaso. Pue Bongo adalah Raja Bangga yang merupakan anak dari Bulava Lembah dan Yenda Bulava. Yenda Bulava merupakan anak dari Pue Nggari dan Pue Puti.

Malasigi memerintah dalam kurun waktu antara tahun 1815-1826. Pada masa pemerintahannya, pusat Kerajaan Palu tetap berada di Besusu. Tetapi kawasan Panggona (Lere) mulai ditempati dan dikembangkan..

Malasigi kemudian digantikan oleh Daelangi yang memerintah antara tahun 1826-1835.

Daelangi merupakan anak dari Pue Lomba. Daelangi memiliki nama lain, yakni Dae Ntalili. Dirinya digantikan oleh Djalalembah, yang anak dari Daelangi. Setelah Djalalembah, tahta Kerajaan Palu dipegang oleh Lamakaraka. Lamakaraka adalah anak dari Malasigi dan Indjola. Lamakaraka bergelar Madika Kodi Palo. Ia memerintah selama 18 tahun antara 1850-1868. 

Setelah Lamakaraka, yang menduduki tahta Kerajaan Palu adalah Raja Maili (Mangge Risa). Ia merupakan anak dari Lapatau, saudara dari Djalalembah. 

Pada tahun 1888, Raja Maili digantikan oleh Yodjokodi. Menurut silsilah dari Souraja bahwa Yodjokodi merupakan anak dari Lamakaraka yang kawin dengan Dei Donggala. Perkawinan ini dikaruniai empat orang anak yaitu; Suralembah, Panundu, Yodjokodi, dan Bidadari. Yodjokodi biasa dipanggil dengan sebutan Toma I Sima. Yodjokodi memerintah selama 18 tahun dari tahun 1888-1906. Setelah empat tahun memerintah, Yodjokodi kemudian memindahkan pusat penerintahan dari Pandapa (Besusu) ke Panggona (Lere) yang masuk ke dalam wilayah Tangga Banggo (Siranindi).

Pemindahan pusat pemerintahan ini ditandai dengan pembangunan Souraja. Souraja dibangun pada tahun 1892. Pembangunan Souraja dikepalai oleh Hj. Amir Pettalolo, menantu dari Yodjokodi. Dalam pembangunan Souraja, sebagian besar tenaga kerjanya didatangkan dari Banjar sehingga Nampak corak Banjar di bangunan tersebut. Souraja digunakan oleh Yodjokodi sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan.

Pada tahun 1906, Yodjokodi digantikan oleh Parampasi. Parampasi merupakan anak Yodjokodi dari istri pertama yaitu Bida. Parampasi memiliki dua orang saudara yaitu La Pariusi dan Idjazah. Yodjokodi sendiri memiliki tiga isteri yaitu I Ntondei yang merupakan Ratu Sigi, Bida dan Jabatjina. Perkawinan Yodjokodi dengan Jabatjina melahirkan Palimuri yang kemudian menjadi Presiden Sarekat Islam Palu.

Pada masa pemerintahan Parampasi, Souraja masih digunakan sebagai tempat tinggal Raja dan sebagai pusat pemerintahan. Parampasi menikah dengan Hi. Indocenni Pettalolo dan dikaruniai delapan orang anak, masing-masing  empat anak perempuan dan empat anak laki-laki. Keempat anak perempuan Parampasi masing-masing bernama; Andi Wali, Andi Tase, Anri Turu, dan Anri Ratu. Sedangkan anak laki-lakinya bernama; Baso Parenrengi, Andi Wawo, Andi Tjatjo, dan Adri Tangkau.

Parampasi memerintah selama 15 tahun dalam kurun waktu antara tahun 1906-1918. Parampasi wafat akibat wabah Flu Spanyol. Setelah Parampasi, Kerajaan Palu diperintah oleh Idjazah. Idjazah merupakan saudara Parampasi. Idjazah memerintah antara tahun 1918 -1921.

Idjazah digantikan oleh keponakannya Djanggola. Djanggola merupakan anak dari La Pariusi, saudara dari Parampasi dan Idjazah. Djanggola merupakan anak kedua dari Pariusi yang merupakan saudara dari Parampasi. Djanggola memiliki lima orang saudara yaitu; Baso, Itei, Djuri, Todi, dan Todji.

Masa pemerintahan Djanggola berlangsung hingga 1945. Pada saat Djanggola memerintah, ia menunjuk pamannya, Palimuri sebagai penasehatnya. Dalam struktur pemerintahannya, Andi Wawo Parampasi menjabat sebagai Madika Matua dan Tjatjo Idjazah sebagai Madika Malolo. Artinya, bahwa Tjatjo Idjazah telah disiapkan untuk menggantikan Djanggola sebagai Magau Kerajaan Palu.  

Pada masa pemerintahan Djanggola, Souraja beberapa kali mengalami pergantian fungsi yaitu, pada tahun 1921-1942, Souraja masih digunakan sebagai tempat tinggal raja dan pusat pemerintahan. Pada tahun 1942-1945, tepatnya pada masa pendudukan Jepang, Souraja dialihfungsikan sebagai tangsi militer tentara Jepang walaupun fungsi Souraja masih sebagai kantor pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa Jepang itu, kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Tengah berubah nama menjadi suco. Lebih jauh dalam buku “Sejarah daerah Sulawesi Tengah” dijelaskan “kalau pada masa pemerintahan Belanda atasan-atasannya (asisten Residen dan Kontroliur) orang Belanda, maka pada zaman Jepang kedudukan ini ditempati oleh Jepang, juga raja-raja tetap, hanya namanya diganti memakai istilah Jepang. Raja disebut suco dan kepala distrik disebut gunco. Peranannya pun sama pada zaman Hindia Belanda” (Depdikbud, 1996/1997:151).

Kemudian pada tahun 1945-1948, Souraja kembali difungsikan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Palu. 

Pada tahun 1945-1948, Souraja kembali difungsikan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Tetapi, akibat revolusi fisik yang terjadi antara tahun 1945-1950, memaksa rakyat dan penguasa berjuang di luar jalur pemerintahan kerajaan. Walaupun seorang raja masih menjadi pengendali perjuangan rakyat, tetapi umumnya tidak menggunakan kekuasaannya sebagai raja saat turun ke basis-basis perjuangan rakyat. Hal tersebut mengakibatkan Souraja jarang ditempati oleh Raja Djanggola. Selain itu Raja Djanggola juga mendirikan rumahnya sendiri tepat di samping Souraja.

Djanggola menikah dengan anak dari Parampasi yaitu Andi Wali Parampasi. Setelah Andi Wali meninggal, Djanggola menikah lagi dengan adik Andi Wali Parampasi yang bernama Andi Ratu Parampasi. Pernikahan Djanggola dan Andi Ratu Parampasi biasa disebut “tukar tikar”.

Selanjutnya, Djanggola digantikan oleh Tjatjo Idjazah. Tjatjo Idjazah merupakan sepupu dari Djanggola. Tjatjo Idjazah merupakan anak dari Idjazah dengan Madika Labuan yang bernama Impero.

Pada masa pemerintahan Tjatjo Idjazah, Souraja dikembalikan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Namun, Magau Tjatjo Idjazah jarang menempati Souraja karena ia lebih sering berada di kediamannya di Besusu (Apotik Pancar, Jalan Sultan Hasanuddin sekarang). Hal ini menyebabkan Souraja sering tidak didiami oleh Magau Tjatjo Idjazah.

Pada tahun 1958, ketika Permesta memberontak di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, Souraja hadir dengan fungsi baru sebagai asrama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Souraja dijadikan markas tentara dalam kegiatan Operasi Penumpasan Pemberontakan Permesta di Sulawesi Tengah. Peran ini berlangsung hingga tahun 1960.

Pada tahun 1960, Kerajaan Palu resmi dibubarkan dengan Tjatjo Idjazah sebagai raja terakhirnya. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Tjatjo Idjazah tidak memiliki keturunan. Selanjutnya, Palu ditetapkan sebagai wilayah Swapraja dengan Andi Wawo Parampasi sebagai Kepala  Swaparaja.

Bangunan Souraja terakhir ditempati oleh Raja Palu Tjatjo Idjazah. Tetapi Tjatjo Idjazah tidak menetap di Banua Oge karena ia lebih sering berada di rumahnya di kawasan sekarang jadi Apotik Pancar. Setelah Kerajaan Palu resmi dibubarkan, bangunan ini dikelola oleh Andi Tjatjo Parampasi dan Andi Tase Parampasi. Andi Tjatjo merupakan anak ke 4 dari Raja Palu, Parampasi. Setelah Andi Tjatjo Parampasi mangkat pada tahun 1974, pengelolaan rumah ini diserahkan kepada anaknya, Andi Harun Parampasi.
Pada tahun 1982, bangunan ini diinventarisasi oleh pemerintah dan kemudian dilakukan pemugaran. Sepuluh tahun kemudian, tahun 1991-1992, dilakukan pemugaran secara keseluruhan terhadap bangunan ini yang dilakukan oleh pemerintah. Saat ini, bangunan ini dikelola oleh pemerintah sebagai salah satu cagar budaya. Penjaga situs Souraja saat ini adalah orang yang dipekerjakan oleh Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Palu. Tetapi, penunjukkan tersebut tidak disertai dengan pembekalan pengetahuan dan peningkatan kesejahteraan bagi si penjaga situs. Pengelola yang diamanatkan keluarga untuk menjaga rumah ini adalah Mehdiantara Datupalinge, anak dari Syafei Datupalinge dan Sima Parampasi. Jadi kesimpulannya, sejak Kerajaan Palu resmi dibubarkan, bangunan ini dijaga oleh keluarga Parampasi sampai sekarang walaupun bangunan ini sudah menjadi cagar budaya yang di inventarisir oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan dan minimnya tingkat kesejahteraan penjaga situs Souraja sehingga keluarga yang merasa mewarisi amanat untuk menjaga situs tersebut membantu untuk menjaga dan mengelola situs tersebut.   

Post a Comment

33 Comments

  1. ya ,,,aku hanya bisa mengatakan aku cinta sulawesi tengah, aku cinta kebudayaan sulawesi tengah.

    ReplyDelete
  2. Mau nanya . ada keturunan palu sulteng nih saya . cuman itu yotolembah apa yololembah? Awam pengetahuannya soal sejarah sana .

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo yolembah ituuu raja yang diankat rakyat menguasai kerajaan tawailii yaahhhh

      Delete
    2. semoga paluu lebih majuu lasiii bai sampai SESULTENG <<< itu sja .

      Delete
  3. I posted something,but I not know if arrived.I amke encyclopedy kerajaan2 Indonesia and for that I like to contact dynasties and private persons from mantan kerajaan2 Sulawesi tengah also.The list of Palu is different from what we have.Please contact for it my friend hans.hagerdal@lnu.se . Okay..thanks.My facebook is Donald Tick .I am researcher kerajaan2 Indonesia

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Mr. Donald Tick.

      I have copies documents were signed by my grand grand father year 1904 11 December that only I can read from those pages because all written in Dutch.
      If you don't mind please add FB account Andy Lanimpa Palarante to easier me sendeng or upload the ducuments need to translated.

      Best Regards

      Delete
    2. Dear Mr. Donald Tick.

      I have copies documents were signed by my grand grand father year 1904 11 December that only I can read from those pages because all written in Dutch.
      If you don't mind please add FB account Andy Lanimpa Palarante to easier me sendeng or upload the ducuments need to translated.

      Best Regards

      Delete
  4. thank you for visiting my blog (www.jefriantogie.blogspot.com) and appreciate one of the posts in them concerning the Kingdom of Palu. I am happy to correspond with you and can share if there is data that you can about the Central Sulawesi and I also will be happy to share or discuss about the kingdom in Central Sulawesi. my facebook account is Jeffery Anto. Regards know.

    ReplyDelete
  5. menurutku diskusi dan presentase raja-raja di palu banyak persi,,apakah ada bukti kongrit seperti bekas kerajaan,karna setahu sy kaili ini hanya no tutura,,bukan tulisan,,,kayanya sejarah kita ini perlu di bukuhkan dengan literatur yang jelas,,harus ilmia dan saya sebenarnya dukung....cuman forum penggali sejarah lembah palu tdk ada yang duduk bersama dengan orang-orang yang mempunyai penafsiran beda dengan dengan cerita yang dimilikinya

    ReplyDelete
  6. ada beberapa versi memang terkait sejarah kerajaan-kerajaan di lembah palu. data-data belanda menjadi rujukan penting untuk memperkuat tuturan orang2 tua kita.

    ReplyDelete
  7. SAYA RALAT VERSI KERAJAANYA YAH..INI NAMA NAMA KERAJAAN YANG BETUL DALAM SEJARAH TANAH KAILI
    1. Tatanan Kerajaan Bali Gau Ri Tatanga
    2. Tatanan Ketajaan Sigi Dolo
    3. Tatanan Kerajaan Kulawi
    4. Tatanan Lando Bulili
    5. Kerajaan Dombu.
    6. Kerajaan Ganti, Sarudu Dan Tappalang
    7. Kerajaan Sindue
    8. Kerajaan Parigi, Sausu, Moutong
    9. Kerajaan Siduru

    Dan Setelah Penjajah Masuk KeTanah Kalili Mereka Memperkasai Terbentuknya Kerajaan Rekayasa DiTanah Kaili Untuk Memperkuat Pengaruh Dan Pertahananya
    Kerajaan Yang DibentuK Oleh Belanda Adalah :

    1. Kerajaan Tavaili
    2. Kerajaan Siranindi
    3. Kerajaan Banawa
    4. Kerajaan Biromaru

    Dan Pahlawan "" Di Masa Penjajahan Yang Telah Dilupakan Atau (DI TUTUP SEJARAHNYA UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI )Yaitu:
    1. Palarante
    2. Rainggamagi dengan Suaminya Bernama Lingujobu
    3. Mantaili
    4. Lasatande Dunia
    5. La Maraipa
    6. Malonda
    7. La Sadindi
    8. Pue Bongo
    9. La Soso
    10.Tamba Rante
    11.Mahasuri
    12 lalowe

    Inilah Seharah Yang Telah Dihapus Oleh Raja" Buatan Bel...Buat Admin Jangan Dihapus Artikel Ini Agar Semua Orang Tahu Sejarah Sesungguhan Ditanah Kaili Ini..Termia Kasih..Salam Dari Toposiga (Mangge Rante) Tanah Kaili..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trus kalau Datu Pamusu dan Lawelai daeng Tarayu, ada atau tdk disilsilah.??

      Delete
  8. SAYA RALAT VERSI KERAJAANYA YAH..INI NAMA NAMA KERAJAAN YANG BETUL DALAM SEJARAH TANAH KAILI
    1. Tatanan Kerajaan Bali Gau Ri Tatanga
    2. Tatanan Ketajaan Sigi Dolo
    3. Tatanan Kerajaan Kulawi
    4. Tatanan Lando Bulili
    5. Kerajaan Dombu.
    6. Kerajaan Ganti, Sarudu Dan Tappalang
    7. Kerajaan Sindue
    8. Kerajaan Parigi, Sausu, Moutong
    9. Kerajaan Siduru

    Dan Setelah Penjajah Masuk KeTanah Kalili Mereka Memperkasai Terbentuknya Kerajaan Rekayasa DiTanah Kaili Untuk Memperkuat Pengaruh Dan Pertahananya
    Kerajaan Yang DibentuK Oleh Belanda Adalah :

    1. Kerajaan Tavaili
    2. Kerajaan Siranindi
    3. Kerajaan Banawa
    4. Kerajaan Biromaru

    Dan Pahlawan "" Di Masa Penjajahan Yang Telah Dilupakan Atau (DI TUTUP SEJARAHNYA UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI )Yaitu:
    1. Palarante
    2. Rainggamagi dengan Suaminya Bernama Lingujobu
    3. Mantaili
    4. Lasatande Dunia
    5. La Maraipa
    6. Malonda
    7. La Sadindi
    8. Pue Bongo
    9. La Soso
    10.Tamba Rante
    11.Mahasuri
    12 lalowe

    Inilah Seharah Yang Telah Dihapus Oleh Raja" Buatan Bel...Buat Admin Jangan Dihapus Artikel Ini Agar Semua Orang Tahu Sejarah Sesungguhan Ditanah Kaili Ini..Termia Kasih..Salam Dari Toposiga (Mangge Rante) Tanah Kaili..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pernah dengar nama Bona Lemba atau pernah tau?

      Delete
  9. SAYA RALAT VERSI KERAJAANYA YAH..INI NAMA NAMA KERAJAAN YANG BETUL DALAM SEJARAH TANAH KAILI
    1. Tatanan Kerajaan Bali Gau Ri Tatanga
    2. Tatanan Ketajaan Sigi Dolo
    3. Tatanan Kerajaan Kulawi
    4. Tatanan Lando Bulili
    5. Kerajaan Dombu.
    6. Kerajaan Ganti, Sarudu Dan Tappalang
    7. Kerajaan Sindue
    8. Kerajaan Parigi, Sausu, Moutong
    9. Kerajaan Siduru

    Dan Setelah Penjajah Masuk KeTanah Kalili Mereka Memperkasai Terbentuknya Kerajaan Rekayasa DiTanah Kaili Untuk Memperkuat Pengaruh Dan Pertahananya
    Kerajaan Yang DibentuK Oleh Belanda Adalah :

    1. Kerajaan Tavaili
    2. Kerajaan Siranindi
    3. Kerajaan Banawa
    4. Kerajaan Biromaru

    Dan Pahlawan "" Di Masa Penjajahan Yang Telah Dilupakan Atau (DI TUTUP SEJARAHNYA UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI )Yaitu:
    1. Palarante
    2. Rainggamagi dengan Suaminya Bernama Lingujobu
    3. Mantaili
    4. Lasatande Dunia
    5. La Maraipa
    6. Malonda
    7. La Sadindi
    8. Pue Bongo
    9. La Soso
    10.Tamba Rante
    11.Mahasuri
    12 lalowe

    Inilah Seharah Yang Telah Dihapus Oleh Raja" Buatan Bel...Buat Admin Jangan Dihapus Artikel Ini Agar Semua Orang Tahu Sejarah Sesungguhan Ditanah Kaili Ini..Termia Kasih..Salam Dari Toposiga (Mangge Rante) Tanah Kaili..

    ReplyDelete
  10. Tolong Admin Artikel Yang Sy Kirim Kemarin Diperlihatkan.Biar Sejarah Ini Tak Ngaur Sana Sini..Klau Memang Apa Yang Sy Jelaskan Diartikel Ini Msh Meragukan Sy Bertanya Kepada Yang Meneliti Sejarah Kota Palu Siapa Itu Tadulako..???Yang Orang Tahu Dia Pahlawan Padahal Sebaliknya Dia Adalah Seorang Tukang Pancung Di ErA Zaman Kerajaan...Okkkkk...Termia Kasih..

    ReplyDelete
  11. Salam budaya. versi sejarah tentang kerajaan yang komiu bilang memang sebagian besar "benar". Namun belum berhasil terangkat karena hanya berdasarkan oral history (sejarah lisan), sedangkan sejarah yang ditulis saat ini berdasarkan data tertulis yaitu dokumen dari Belanda. dokumen autentik tersebut memang dapat disebut subjektif namun belum ada sumber tertulis lain yang mampu menjadi pembanding. terima kasih atas informasinya.

    ReplyDelete
  12. salam kenal pak jefri anto.....saya DS Sunandar H, sekiranya tidak kebertan bisa hub saya di No HP: 08152525253, banyak hal yang ingin saya ketahui tentang sejarah kerajaan kaili di sulawesi tengah,terimah kasih...

    ReplyDelete
  13. salam kenal pak jefri anto.....saya DS Sunandar H, sekiranya tidak kebertan bisa hub saya di No HP: 08152525253, banyak hal yang ingin saya ketahui tentang sejarah kerajaan kaili di sulawesi tengah,terimah kasih...

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  14. koreksi pa jefri:radjamaili bukan anak dari suralemba, radjamaili anak dari Lapatau (Lapatau adalah adik kandung Djalalalembah berasal dari Labuan dan juga sepupu 1x Lamakaraka, Djalalembah lah yang memiliki keturunan yang melahirkan magau2 palu)mengapa beliau disebut "mangge Risa" Risa adalah anak dari Musu Dlalalemba(saudara spupu radjamaili lapatau, Djalalemba memiliki keturunan sbb. Tandapaa(tina Ndei), ronempeluru/tina Latjado(kwin radjalalo/magau parigi),Musu (Toma Risa), Tamambue, Suramparigi, Timamparigi/tina mpero(kwin Radjamaili/Mgau Palu),Bidarawasia/tina pariusi(kwin Yodjokodi/Mgau Palu, Dida(kwin Dg.Mambani), Sima Intan, Marebo, Lamatalundu(Toma Dg.Malindu).

    ReplyDelete
  15. Koreksi Pa Jeff : Radjamaili bukan anak Suralemba, Radjamaili anak dari Lapatau (Lapatau Adik kandung Djalalemba dari Labuan)Djalalemba memiliki keturunan yang melahirkan magau2 Palu, Keturunan Djalalemba Sbb : Tandapaa/tina Ndei, Ronempeluru/tina Latjado (kwn Radjalalolo Mgau Parigi, Musu/Toma Risa, Tamambue, Suramparigi, Timamparigi/Tina Mpero(kwn Radjamaili), Bidarawasia/Tina Sima & Parampasi(kwn Yodjokodi), Dida/Tina Lamakasusa(kwn Dg.Mambani), Sima Intan, Marebo, Lamatalundu(Toma Dg. Malindu)

    ReplyDelete
  16. Saya anugrah,masi banyak sebenarnya pahlawan yang belum dimuat disejara ini,yang waktu itu pasukan sumpit juga membantu untuk mengusir penjaja dari tana palu,,dan dikerajaan vau bukan dihuni oleh orang ledo tapi orang da,a.dan saya tertarik untuk mengetahui tentang kerajaan palu kalau bisa hb,no 082347130091

    ReplyDelete
  17. Cb diulas ulang smw sejarah kaili..untuk kepentingan kita bersama

    ReplyDelete
  18. sejarah yang mengedepankan satu fam saja padahal masih banyak keturuna raja di palu yang namanya tdk di sebut... pertanyaan saya sou raja yg di dekat masjid jami tapi telah terbakar mengapa tdk di sebutkan silsilahnya... karna semua pasti punya hubungan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar sklii.. Yg terlama rmh kan didepan mesjid jami itu yg faktanya dibangun tahun 1883 dibulan akhir bertepatan bulan ramadhan n trakhir dipugar tahun 1952 oleh keouarga H DG. Daeng Marotja Bin Yodjowuri. dan Terbakar di tahun 2010.mksi

      Delete
  19. Ada yg tau tentang nama Bona lemba?

    ReplyDelete
  20. Kalo nama Bona Lemba ada yg tau atau pernah dengar?

    ReplyDelete
  21. Ada yg perna dgr gantulemba siapa tau ada yg tau tolong bisa di ceritakan

    ReplyDelete
  22. Saya mau tau sejarah ttg suku Bugis
    datang ke Palu, karena Leluhur kami punya makam di Kampung Baru. Ada yg bisa bantu...terima kasih

    ReplyDelete