H.G. Bartelds dan Ekspedisi Emas di Sulawesi (I)

H.G. Bartelds dan Ekspedisi Emas di Sulawesi (I)

Emas adalah salah satu alasan mengapa kolonialisme hadir di wilayah Sulawesi. Penemuan titik-titik emas di sejumlah wilayah di Sulawesi, membuat sejumlah perusahaan pertambangan berlomba-lomba mencari emas di tanah tersebut.

Fenomena soal emas inilah yang mendorong pemimpin redaksi surat kabar Soerabaijasch Handelsblad, H.G. Bartelds, melakukan perjalanan menuju Sulawesi pada September 1897. 11 September 1897, Bartelds berangkat dengan menumpang kapal Van Outhoorn melewati Ampenan, menuju Sulawesi.

Sulawesi sendiri bukan tempat baru bagi Bartelds. Dalam catatan perjalanannya ke Sulawesi, yang diterbitkannya secara berseri sebanyak tujuh seri, di surat kabar yang dipimpinnya itu, Bartelds mengemukakan alasan mengapa ia memutuskan berangkat ke Sulawesi, salah satunya adalah karena Sulawesi adalah tempat dirinya menghabiskan waktu selama bertahun-tahun, sehingga muncul seperti sebuah keharusan untuk terus mengikuti hal-hal di sana, untuk menyelidiki apa yang terjadi, dengan rumor yang telah beredar dan dibicarakan di masyarakat, juga keinginan untuk bertemu kembali dengan teman lama, dan kebutuhan untuk meluangkan waktu, terbebas dari rutinitas keredaksian.

Catatan perjalanan Bartelds ke Sulawesi, dituangkannya dalam tujuh seri tulisan, di mana seri pertama terbit pada edisi 28 September 1897. Dalam tulisan berseri berjudul Naar Het Goudland van Celebes atau Ke Negeri Emas di Sulawesi itu, Bartelds menceritakan kisah perjalanannya menuju Sulawesi, menumpang kapal Van Outhoorn, sebuah kapal milik Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), yang diluncurkan pada 24 Januari 1896 dan diklaim sebagai kapal KPM terbesar untuk layanan di Hindia Belanda.  

Kapal ini menempuh rute Surabaya, Ampenan, Makassar, dan Donggala. Di Donggala, Bartelds mendengar cerita tentang ketidakberhasilan penambang Cawling, ayah dan anak, yang bekerja di sana atas nama sebuah perusahaan Batavia, dan akhirnya kamp mereka harus dibubarkan. Cawling muda sendiri, sudah dievakuasi ke Makassar karena penggunaan opium yang berlebihan, dan dirawat di rumah sakit.

Bartelds mendengar beberapa cerita tentang cara kedua pria itu bekerja di sana, di mana mereka membendung sungai kecil dan pergi setiap dua minggu sekali, untuk melihat apakah ada emas yang terbawa masuk. Bartelds berpikir, masyarakat setempat juga telah melakukan penelitian tentang hal ini, setidaknya mereka mengklaim ada emas di Donggala, yang juga dibenarkan oleh fakta-fakta lain, meskipun Cawling belum menemukannya.

Kamp Cawling di Donggala kemudian dibubarkan dan dirinya kemudian dipindahkan ke Tolitoli.

Saat tiba di Donggala, Bartelds mendeskripsikan Donggala sebagai kampung yang besar dan makmur, tetapi kotor dan sebagian besar tergenang air pasang. Orang-orangnya disebut berpakaian bagus dan tidak merasa takut dengan kehadiran orang Eropa di sana. Orang-orang ini sebagian besar berasal dari Bugis, tetapi bercampur dengan darah Arab.

Bartelds juga menjelaskan, saat itu, orang Tionghoa tidak ditemukan di Donggala. Di sana, orang-orang Arab menetap dan menjadi pedagang yang memiliki koneksi hingga ke Singapura.

Satu-satunya orang Eropa di Donggala menurut Bartelds adalah Civiel Gezaghebber, yang otoritasnya sepenuhnya bergantung pada atasannya, atau kecakapan bawahannya, untuk berurusan dengan para kepala suku. Bartelds juga menulis, Gubernur Celebes saat itu, tidak hanya dihormati, tetapi juga ditakuti oleh raja-raja di bagian pesisir.

(Bersambung)

Post a Comment

0 Comments