Melihat Sarekat Islam Dari Kacamata Ziesel

Melihat Sarekat Islam Dari Kacamata Ziesel

 

FOTO: De Locomotief edisi 11 Januari 1921

Surat kabar De Locomotief edisi 11 Januari 1921, merilis laporan Ziesel, tentang peristiwa di Tolitoli tahun 1919. Laporan yang diklaim telah dikirim ke anggota Volksraad dan telah tersebar sangat luas pada saat itu, dikutip oleh De Locomotief, dari kantor berita Aneta

Dalam laporan berjudul Het Toli-Toli-rapport atau Laporan Toli-Toli ini, Ziesel membagi pembahasan menjadi beberapa bagian. Bagian pertama dikhususkan untuk membahas asal-usul dan perkembangan selanjutnya dari Sarekat Islam (SI) di Midden Celebes (Sulawesi Tengah), Gorontalo dan Bolaang Mongondou.

Dalam laporan ini disebutkan, Ziesel telah mempersiapkan dengan cermat, sejarah asal mula berbagai divisi SI dan perjalanan selanjutnya, seperti oposisi yang dihadapi dari sisi administrasi dan populasi, berbagai jenis intrik yang dimainkan di antara mereka sendiri, dan hal-hal lainnya. Adapun bagian pertama ini dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian.  

Sub bagian pertama membahas Onderafdeeling Donggala. Pertama-tama, mengacu pada surat bertanggal 10 April 1916 dari asisten residen di Midden Celebes, yang ditujukan kepada Residen Menado, merujuk pada munculnya SI di Donggala, dengan sekelompok kecil orang bergabung bersama, di bawah Haji Mohamad Tahir. Kepengurusan dibentuk yang terdiri dari tujuh orang, yang memisahkan diri sama sekali dari penduduk lainnya.

Pada tahun 1916, Sekretaris Central Sarekat Islam (CSl), Sosrokardono, berkunjung ke Donggala, di mana ia berpidato yang isinya antara lain, tidak menganggap pembantu residen, pengawas dan raja sebagai binatang boeas (binatang penganiaya), di mana yang dimaksudkan Sosrokardono, agar orang tidak takut kepada mereka, tetapi niat itu disalahpahami. Selanjutnya, sebuah dewan definitif dibentuk, di mana Tahir duduk sebagai pemimpin.

Laporan berlanjut, di mana kelompok Tahir ini disebut berpakaian "bergaya," berjalan dengan kepala tegak dan sombong, mengadakan pertemuan, memisahkan diri dari yang lain, serta memandang rendah non-anggota dengan jijik.

Mereka juga disebut bertindak dengan sangat saleh, melaksanakan sembahyang (salat) lima waktu, serta salat Jumat secara teratur.

Setelah itu, dilaporkan beberapa komisaris tidak dapat berhubungan dengan SI dan kemudian bergabung dengan Haji Amir, pedagang paling berpengaruh. Pada Agustus 1916, mereka bertemu dan mengirim dua orang Arab ke CSI yang, sekembalinya mereka, kemudian dipecat dari SI oleh Tahir, karena tindakan yang dilakukan, dianggap dilakukan untuk menghancurkan SI Donggala.

Selanjutnya dilaporkan, ketika dalam sebuah pertemuan, Raja Banawa merasa terhina dengan pidato pengurus SI Donggala, maka dibentuklah Perserikatan Radja Banawa (PRB) oleh mereka. Kemudian pada September 1916, Raja Banawa ini, yang dianggap sebagai salah satu yang terkuat, mengundurkan diri dan digantikan oleh keponakan dan menantunya.

Berulang kali setelah itu, perselisihan muncul antara pendukung SI dan pendukung PRB. Namun, peningkatan keanggotaan SI, tetap tidak signifikan, sampai situasi berbalik, ketika raja lama menarik diri dari PRB dan situasi ini digunakan SI menggunakan ini untuk melancarkan propaganda.

Laporan ini juga menyebutkan, ada perselisihan di SI Donggala itu sendiri. Ketika Tjokroaminoto berkunjung ke Donggala pada April 1917, dia berusaha untuk mempertemukan kedua belah pihak yang berselisih, dan untuk tujuan ini, dirinya mengunjungi Haji Amir, dengan sekitar empat puluh pengikut SI. Kunjungan Tjokroaminoto ini tidak dapat mendamaikan perselisihan ini.

Kemudian, pada Januari 1918, Brotosoehardjo atas nama CSI, tiba di Donggala. Dalam pidatonya di Donggala, ia banyak berbicara tentang pelayanan pinjaman dan pajak.

Sub bagian kedua membahas tentang Onderafdeeling Paloe, di mana propaganda SI di wilayah ini juga dilancarkan, hingga didirikan Perserikatan Radja Palu (PRP) yang menentangnya.

Perselisihan seperti antara pendukung Si dan PRB di Donggala, juga terjadi di Palu. Akibatnya, anggota SI tidak bisa bertambah. SI dilaporkan hanya memiliki 750 anggota, sementara Perserikatan Radja Paloe dan Biromaroe, memiliki 40.000 anggota.

Pada April 1917, Tjokroaminoto juga tiba di tempat ini dan disambut dengan hangat. Orang-orang menyambutnya, layaknya seorang wali. Semua raja, kecuali Dolo, menjauhkan diri dari SI.

Sub bagian ke tiga, membahas tentang Onderafdeeling Tolitoli. Di sana, propaganda SI berhasil, yang yang dianggap menyedihkan oleh Civil Gezaghebber, yang berusaha dengan sia-sia untuk menghentikan SI.

Pada contoh di tempat lain, pemerintah mendirikan asosiasi tandingan, dengan memajukan raja sebagai pemimpinnya.

Dalam nota penyerahannya pada 25 September 1917, asisten residen Nieuwenhuisen menyatakan, di Onderafdeeeling Tolitoli, gerakan SI ditentang oleh Civil Gezaghebber di sana dengan segala cara, yang mungkin dan tidak mungkin, “yang bodoh dan bertentangan dengan peraturan pemerintah” dan tidak mengakibatkan antusiasme gerakan muda di sana, Selain itu, hanya di Tolitoli yang dikhawatirkan akan terjadi gangguan keamanan. Civil Gezaghebber, betapapun sering diperingatkan, hanya sekarang berubah arah karena kebutuhan. Dia kemudian dipindahkan dan digantikan oleh Kontroleur De Kat Angelino.

Selanjutnya, bagian ke empat membahas Onderafdeeling  Bwool (Buol), di mana propaganda dilakukan oleh SI Donggala. Civil Gezaghebber di sana bertindak dengan tenang. Oleh karena itu, SI di sana tetap mengikuti arahan dari CSI.

Laporan tersebut kemudian membahas secara rinci dengan kedatangan seorang bernama Rakimin di sana, yang mengumumkan kedatangannya melalui cetakan yang memuat fotonya. Pria itu menampilkan dirinya sebagai Komisaris SI yang ditunjuk pemerintah, tetapi ternyata dirinya adalah mantan guru pemerintah.

Sub bagian lima dikhususkan untuk Onderafdeeling Gorontalo, di mana pada pertengahan 1917,  didirikan perkumpulan SI oleh orang Arab Boena dan Oena-Oena (Una-una), yang kemudian terpecah menjadi dua organisasi, salah satunya dimaksudkan menjadi dua perkumpulan nasional, terpisah dari Jawa dan CSI, sedangkan yang kedua bersedia mengikuti CSI. Organisasi dengan pilihan kedua, ternyata yang kemudian mendominasi.

Selanjutnya, sub bagian enam membahas tentang Onderafdeeling Boalemo (Tjilamoeta). Di mana dilaporkan, pada SI setempat terjadi saat perselisihan, yaitu antara anggota orang Gorontalo dan orang Boalemo.

Civil Gezaghebbernya, sebagaimana dalam laporan ini, disebut memiliki kebijakan yang sama dengan di Tolitoli, yang buta dengan kondisi yang berlaku di sana dan tidak membiarkan SI. Dirinya telah mengambil keputusan tidak wajar, dengan mendukung faksi Boalemo dan dengan demikian mempertajam perselisihan yang akan menyebabkan perpecahan, menjadi dua serikat SI yang bermusuhan.

Sub bagian ke tujuh atau yang terakhir di bagian pertama, membahas mengenai Onderafdeeling Bolaang Mongondou, namun tidak membahas secara rinci.

Selanjutnya, bagian kedua laporan Ziesel ini, membahas tentang  bagaimana cara SI disebarkan dan konsekuensinya. Bagian ini dibahas secara berurutan dalam beberapa poin, seperti agama, pengakuan sebagai badan hukum, serta kehebatan dan kekuatan pemimpin.

Sampai pada poin ketiga ini, terdapat cerita-cerita terkait tentang kebesaran para pemimpin utama SI, pertama-tama tentang Tjokroaminoto, yang digelari Saudara Besar, yang juga disebut Raja SI. Selanjutnya, cerita tentang pemimpin SI yang bergaul setiap hari dengan Gubernur Jenderal, bahkan di Tolitoli, ada cerita yang mengatakan bahwa Ketua CSI sudah makan dari piring Ratu Belanda. Berbagai cerita bertebaran dan semuanya dipercaya oleh penduduk.

Selanjutnya, poin ke empat adalah tolong menolong dan poin kelima adalah sikap anggota SI kepada orang-orang yang dianggap kafir (non muslim). Pada bagian ini banyak diberikan contoh cara terlarang, di mana anggota SI bertindak melawan orang-orang yang mereka anggap kafir, yaitu melawan orang Tionghoa, yang dihina secara kasar dengan segala cara oleh anggota SI.

Diceritakan, suatu hari, di pasar di Peta, terjadi pertengkaran antara orang Cina dan Arab, yang pasti diikuti dengan penganiayaan.  Pada saat yang sama, kerumunan besar anggota SI telah berkumpul.  Ketika kerumunan mendengar tentang apa yang terjadi pada pasar, 200 anggota SI bergegas membawa batu, tongkat dan kléwang. Orang Tionghoa yang terlibat pertengkaran itu, telah melarikan diri ke rumah temannya sesama orang Tionghoa, sementara kerumunan massa ini menuntut pengusiran, yang tidak ditindaklanjuti.

Selanjutnya poin f, menyoal tentang sikap anggota SI kepada sesame orang Islam lainnya yang bukan SI. Dalam laporan ini disebutkan, anggota SI hidup sepenuhnya terpisah dari non-SI. Di Bwool (Buol), seorang wanita hamil dipukul dengan tongkat oleh dua anggota SI, termasuk saudara laki-laki Wakil Presiden SI di sana. Wanita itu disebut-sebut disebut 'babi sarekat'. Seorang anak laki-laki di sana juga mengancam kepala kampung.

Laporan ini menyebutkan, kaum muda pada umumnya tertarik oleh pergaulan dengan caranya yang tidak biasa, dengan pakaiannya yang mencolok, pertemuannya di klub dengan benderanya sendiri, sikapnya yang langsung dan arogan, pertemuan publiknya, dan rahasianya. Di antara anak-anak muda inilah, CSI tampaknya paling mendominasi, karena ketika utusan SI di Donggala, atas nama Haji Amir dan kelompoknya pergi ke Surabaya untuk berbicara dengan Tjokroaminoto secara pribadi, dirinya memberi tahu Tjokroaminoto, bahwa dia lebih suka dengan orang-orang muda, yang disebutnya “jang darah panas”.

Orang-orang non-SI, dianggap tidak beriman. Saat kematian anggota SI, aka nada kerumunan besar di belakang usungan jenazah. Namun sebaliknya, saat orang-orang non SI meninggal, tidak ada bantuan dan sedikit pemberitahuan. Hal yang sama juga terjadi saat pernikahan.

Dalam kehidupan keluarga dan kampung, hal ini menimbulkan perpisahan dan perselisihan yang menimbulkan keharusan diam-diam untuk menjadi anggota SI.

Poin ke tujuh, yaitu sumpah, di mana masalah sumpah dibahas secara rinci dalam laporan tersebut. Dua sumpah diwajibkan di Donggala dan Paloe, dan tiga sumpah di Oena-Oena (Una-una).

Di Bolaang Mongondou, sumpah dilakukan dengan meminum air Yasin. Orang yang disumpah, memasukkan jarinya ke dalam air, di mana surah Yasin diucapkan, setelah itu dia meminum airnya. Jika orang itu melanggar sumpahnya kelak, diyakini perutnya akan membengkak dan pecah.

Selanjutnya poin ke delapan, berkaitan dengan pengurangan pajak dan penghapusan kerja rodi, seperti yang dilakukan oleh SI. Ziesel mengatakan, meski di setiap tempat yang dikunjunginya di Midden Celebes, dewan SI diminta untuk memberi tahu anggota biasa, bahwa Ziesel siap mendengar semua yang mengeluh, dan banyak juga yang datang kepadanya dengan keberatan, tidak ada keluhan yang terdengar dari penduduk tentang kerja rodi atau pajak yang berlebihan. Umumnya kata dia, seorang pria lajang yang meminta pengurangan pajak dan kerja rodi.

Di sisi lain, beberapa lapisan masyarakat yang lebih tinggi menunjukkan tingginya jumlah penyerahan pajak, dan di Tolitoli, beberapa mengeluh tentang pembengkakan pajak mereka pada tahun ini, sebagai akibat dari kenaikan harga kopra yang cukup besar, sehingga tidak terkait dengan pajak minimum.

Selanjutnya, sebagian besar keluhan, berkaitan dengan tuntutan hukum perdata, hukuman dewan SI dan perselisihan antara anggota SI dan lawannya.

Selain itu oleh dewan SI juga diimbau untuk ikut serta dalam penilaian pajak dan dalam pengaturan kerja rodi. Mereka juga mendorong para anggotanya untuk melakukan pengawasan terhadap peradilan.

Pengadilan di berbagai lanskap, umumnya disebut "wadjelis besar", memiliki Kontroleur sebagai ketuanya, sementara raja, kepala distrik dan kepala kampung yang bersangkutan, bertindak sebagai anggota. Selanjutnya, pengadilan dibantu oleh jaksa dan jika perlu, oleh seorang pendeta.

Kasus pidana di Midden Celebes tidak banyak. Selama setahun terakhir (1919-1920), sejauh menyangkut wadjelis besar, terdiri dari Banawa 9 kasus pidana, Tawaeli 11 kasus, Palu 28 kasus, Dolo 13 kasus dan Biromaru 9 kasus.

Selanjutnya, tindak pidana ringan, seperti pencurian ternak di Donggala dan perzinahan. Adapun kejahatan serius, terjadi secara sporadis.

Adapun pada wadjelis kecil yang diadili pada tahun 1919, masing-masing Banawa 246 kasus pidana, Tawaeli 45 kasus pidana, Paloe 279 kasus pidana, Dolo 83 kasus pidana, dan Biromaru 102 kasus pidana. ***

Post a Comment

0 Comments