Pustaka Merah Biru, Lima Tahun Merawat Literasi di Untad

Pustaka Merah Biru, Lima Tahun Merawat Literasi di Untad


Empat orang mahasiswa sedang asyik menata buku di meja sebuah gazebo di Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Siang itu, mendung menggelayut di langit kampus Bumi Kaktus Universitas Tadulako (Untad). Beberapa mahasiswa terlihat serius memandangi buku yang ditata, sebagian di antaranya mengambil buku yang ditata kemudian dibaca.

“Kami sejak pagi buka lapak baca di sini. Alhamdulilah respon mahasiswa di sini antusias,” ujar Ketua Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Silo Langi FKIP Untad, Riskia, Rabu (2/10/2019).


Lapak baca tersebut merupakan lapak baca Pustaka Merah Biru yang diinisiasi oleh LPM Silo Langi FKIP Untad. Program ini kata Riskia, perdana dilaksanakan kembali pascabencana 28 September 2018, dengan menggandeng himpunan mahasiswa tingkat program studi di FKIP Untad.  

“Pascabencana, alhamdulilah hari ini kita laksanakan lagi. Banyak buku yang hilang pascabencana lalu, jadi kami melaksanakan program ini dengan buku yang tersisa,” ujarnya.

Siang itu, ada sekitar 400-an judul buku yang digelar di lapak baca tersebut. Ratusan buku ini terdiri dari beragam genre, mulai dari sejarah, politik, sosial, sains, buku-buku fiksi, serta ragam genre lainnya.

Riskia mengatakan, pihaknya akan berupaya agar lapak baca Pustaka Merah Biru ini kembali rutin dilaksanakan setiap minggunya. Selain lapak baca, pihaknya juga menggagas forum-forum diskusi, membahas isu-isu terkini.  

Pustaka Merah Biru sendiri telah eksis sejak lima tahun yang lalu, dalam upayanya membangkitkan budaya literasi di mahasiswa FKIP dan Untad pada umumnya. Salah seorang mantan pengurus LPM Silo Langi FKIP Untad, Nanang, Rabu (2/10/2019) menjelaskan, Pustaka Merah Biru diluncurkan pada 21 Maret 2014 lalu. Peluncuran Pustaka Merah Biru itu kata dia, dirangkaikan dengan seminar bertajuk “Bangkitnya Penulis Muda di Kota Palu”, yang menghadirkan sejumlah narasumber seperti pegiat literasi, Neni Muhidin, Abdian Rahman, serta Muh. Sahril.

Lanjut Nanang, tujuan awal Pustaka Merah Biru diinisiasi, adalah untuk membangkitkan budaya literasi di kampus, mengingat saat itu, kurang banyak mahasiswa yang tertarik dengan buku. Selain itu kata dia, Pustaka Merah Biru juga difungsikan sebagai pustaka alternatif bagi mahasiswa, dengan pilihan buku yang berbeda, mengingat saat itu, perpustakaan fakultas dan universitas kurang menarik minat mahasiswa untuk datang membaca.

Ketua LPM Silo Langi saat itu, Salim, saat peluncuran Pustaka Merah Biru, 20 Maret 2014 menjelaskan, pemilihan nama Pustaka Merah Biru ini sendiri memiliki arti filosofis. Warna merah dan biru kata dia, memiliki makna filosofis tersendiri bagi LPM Silo Langi. Silo Langi sendiri terdiri dari dua kata, yakni Silo yang artinya lampu atau pelita, kemudian Langi yang artinya langit. Warna merah diartikan sebagai api dari lampu tersebut, sedangkan biru merupakan warna langit.

Kehadiran Pustaka Merah Biru sendiri cukup dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa FKIP Untad. Adi Setiawan, mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Untad angkatan 2017, misalnya, menyebut lapak baca ini sebagai alternatif pustaka yang baik, terutama karena perpustakaan fakultas dan universitas, terkadang tidak menyediakan buku-buku terbaru yang menjadi bahan bacaan mahasiswa saat ini.      

“Banyak buku yang ada di Pustaka Merah Biru, tidak kami dapatkan di perpustakaan kampus,” ujarnya.

Hal yang sama dikemukakan Reza Aditama, mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah angkatan 2014. Kata dia, kehadiran Pustaka Merah Biru di Untad, seharusnya dimanfaatkan dengan baik oleh mahasiswa, di tengah sulitnya akses terhadap buku, bukan hanya di Untad, tapi juga di Kota Palu.

“Kalau mau baca buku baru, kita harus pesan langsung ke Jawa, sebab di toko buku di Palu, jikapun ada, harganya pasti naik dua kali lipat. Pustaka Merah Biru ini adalah jawaban atas masalah tersebut, terutama bagi mahasiswa yang suka membaca, tapi ekonominya terbatas untuk membeli buku,” ujarnya. JEF

Post a Comment

0 Comments