Bunga Matahari Harapan, Dari Jepang Untuk Palu

Bunga Matahari Harapan, Dari Jepang Untuk Palu


Awan mendung menyelimuti Kota Palu yang beberapa hari terakhir cukup terik. Hampir seminggu, hujan tidak turun membasahi kota yang hampir 11 bulan lalu diluluhlantakkan bencana gempa bumi, tsunami, serta likuefaksi.

Puluhan bunga matahari berbaris rapi di sudut halaman sebuah bangunan tua. Di ruang depan bangunan ini, nampak buku dari berbagai disiplin ilmu, tersusun rapi di rak. Di beranda sampingnya, tampak beberapa orang bercengkerama, menyeruput kopi, mengisap rokok, sambl sesekali tertawa lepas.


Sebulan lalu, seorang ahli rekonstruksi dokumen kertas, Isamu Sakamoto (71), ditemani satu-satunya arkeolog di Sulawesi Tengah (Sulteng), Iksam, datang langsung ke perpustakaan mini ini, membawa bibit bunga matahari untuk ditanami. Isamu yang yang bersama dengan program UNESCO, datang membantu merekonstruksi koleksi yang rusak terhantam bencana alam di Museum Sulteng  mengatakan, bunga matahari ini disebut sebagai Bunga Matahari Haruka.

Bibit bunga matahari Haruka, merupakan bibit bunga matahari yang diambil dari halaman rumah Haruka Kato (11), salah seorang korban jiwa dalam Gempa Besar Hanshin-Awaji yang melanda wilayah Kobe dan sekitarnya, 24 tahun silam. Bunga matahari ini mekar di sela reruntuhan halaman rumah Haruka, saat musim panas di tahun yang sama setelah gempa terjadi.

Hal ini kemudian mendorong penduduk setempat, untuk mengumpulkan bibit bunga matahari dari rumah Haruka, mengembangbiakkan dan membagi-bagikannya sebagai simbol kebangkitan dan rekonstruksi dari Gempa Besar Hanshin-Awaji.

Bibit bunga matahari tersebut sudah ditanam di Palu dan beberapa di antaranya sudah mekar. Salah satu lokasi yang ditanami adalah pekarangan perpustakaan Mini Nemu Buku Palu, besutan Muhammad Isnaeni “Neni” Muhidin.

Kedutaan Besar Jepang, dalam rilis persnya menyebut, bibit bunga matahari Haruka diharapkan dapat menjadi simbol kebangkitan dan rekonstruksi dari Gempa Palu, yang terjadi pada 2018 lalu, serta menjadi simbol persahabatan antara Jepang dan Indonesia. Bibit dari bunga matahari yang sedang mekar di Palu akan diambil dan ditanam kembali oleh komunitas lokal. Mereka menargetkan untuk menanam sebanyak 5000 bunga matahari untuk 5000 korban bencana di Palu dan area sekitarnya.

Selain di Palu, bibit bunga matahari Haruka juga ditanam di area Tohoku, setelah Gempa Besar Tohoku, dan pernah diberikan ke Amerika Serikat setelah tragedi 911 dan Thailand, setelah terjadi bencana tsunami 2004. Selain itu, bunga matahari ini juga ditanam di kediaman Kaisar Jepang.

Kedutaan Besar Jepang juga berharap, semoga mekarnya bunga matahari Haruka dapat menambah semangat warga Palu dalam proses rekonstruksi pasca bencana di Palu.

Sementara itu, Neni Muhidin menyebut, menariknya bunga matahari tersebut, karena memiliki cerita di dalamnya, selain karena orang Jepang begitu dekatnya secara filosofi dengan matahari. Cerita ini kata dia, yang membuat bunga itu jadi punya momentum saat ditanam di Palu.

“Bunga ini ditanam anak kecil yang jadi korban dan tumbuh dekat dari puing rumah tempat anak itu mati tertimpa rumahnya. Bunga ini tumbuh di sana lalu jadi harapan, kebangkitan,” jelasnya.

Neni berharap, penanaman bunga matahari Haruka yang diinisiasi oleh Rahmadiyah “Ama” Tria Gayathri ini, bisa mencapai targetnya, yakni 5000 kuncup bunga matahari. 5000 itu kata Neni, adalah simbol jumlah korban 28 September.

“Saya berharap bisa lebih dari itu (jumlah bunga yang ditanam red.). Sebagai tumbuhan, Ama meriset kegunaan bunga matahari untuk meresap polusi udara. Selain itu, buat dia, ribuan kuncup bunga matahari ini, juga menjadi instalasi seni,” jelasnya. JEF

Post a Comment

0 Comments