Gempa bumi yang terjadi di
wilayah Kulawi pada tahun 1909, merupakan salah satu gempa besar yang
disebabkan oleh sesar Palu Koro. Gempa yang terjadi pada 18 Maret 1909 ini, tercatat
dalam sejumlah tulisan dan laporan kolonial di masa itu.
Geolog berkebangsaan Belanda, E.C.
Abendanon misalnya, dalam bukunya Geologische en Geographisce doorkuisingen van
Midden Celebes yang terbit tahun 1915 menuliskan, guncangan gempa bumi terasa
dari Februari hingga akhir Juli 1909. hingga April 1909, gempa juga terasa di
Donggala, di mana guncangan disertai dengan getaran dan suara, seperti gemuruh.
Dibbetz dari Donggala, mendeskripsikan gemuruh tersebut sebagai ‘suara gesekan
yang terdiri dari getaran pendek, yang sangat cepat, hampir satu suara’.
Guncangan gempa pada 1909
tersebut disebutkan Abendanon, datang ke Kulawi dari Selatan, juga ke Donggala dari
arah timur laut. Karena itu, ini sepertinya menunjukkan lebih dari satu pusat
gempa yang efektif.
Guncangan paling parah di
Donggala terjadi pada bulan Februari. GIncangan terkuat terjadi pada 18 Maret
1909 di Kulawi, menyebabkan kerusakan di dataran Kulawi, dataran Gimpu, dan di
jalan menuju Danau Lindu. Guncangan
pertama di bagian selatan Kulawi menyebabkan semua rumah jatuh, termasuk yang mengalami
kerusakan pada tahun 1907, Kelapa muda jatuh dari pohon, setiap orang yang
berdiri jatuh ke tanah serta banyak tanah terbelah.
Juru tulis di Lemo, Kulawi,
Wenas, pada gempa yang terjadi pada tanggal 18 Maret 1909, mencatat, gempa
terjadi sekitar pukul 05.30, di mana guncangan dirasakan di Kulawi. Guncangan pertama
sangat parah dan menyebabkan puluhan rumah dan gudang runtuh. Selain kerusakan,
menurut laporan Civil Gezhagebber (penguasa wilayah) Kulawi, Ch Logeman, bahwa
4 orang terbunuh dalam suatu kecelakaan akibat guncangan gempa, di mana orang-orang
ini terkubur hidup-hidup. Penggalian tidak lagi memungkinkan untuk dilakukan.
Wenas menulis, saat itu,
ketakutan telah sepenuhnya menguasai warga. Menurut kepercayaan lokal, gempa
ini disebabkan oleh roh-roh jahat yang marah, karena jalan harus dibangun,
sehingga merusak habitat mereka, seperti tanah dan pohon.
Menurut laporan Ch Logeman,
tertanggal 20 April 1909, sebagian besar rumah di kampung Bolapapu, Boladangko,
Sungku, Mataue, Tamungku Lowi, Pobatua, Toro, dan di dataran Gimpu, digulingkan
oleh gempa 18 Maret 1909. Di Koelawi, warga masih berani menghabiskan malam di
rumah-rumah yang masih berdiri. Guncangan selalu terasa, didahului oleh gemuruh
yang tumpul, tetapi intensitas guncangan, semua ke arah Selatan dan Utara,
terasa menurun.
Di banyak tempat, di dataran, dan
juga di pegunungan, tanahnya terbelah, celah utama ke arah Utara-Selatan Namo
membentang di atas desa Tinabe dan Lempe, di mana terjadi longsor di beberapa
tempat kurang lebih 30 cm. Di Boladangko dan terus ke Pobatua lebih dari
panjang sekitar 7 km, terjadi tanah longsor. Akibat longsor yang disebabkan
gempa, jalan dari Sakidi ke Kulawi, mulai dari sungai Momi Bosé, hampir tidak
bisa dilewati, karena pohon-pohon tumbang menghalangi jalan di berbagai tempat.
Menurut masyarakat, dataran Gimpu juga telah terbelah di berbagai tempat. Warga
Kulaw merasa sangat ingin meninggalkan datarannya dan pergi ke Gimpu, namun
ternyata keadaanya sama saja dengan tinggal di Kulawi. Penduduk disarankan
pindah ke Tuva atau Pakuli.
Menurut Wenas, dua gempa yang
mengejutkan dirasakan pada 9 April di Kulawi, keduanya dalam arah selatan-utara
yang pertama pada 8.45 pagi, dengan lama ± 5 detik, dan cukup keras, yang kedua
pada jam 9.30 pagi ± 10 detik.
Pada 1 Mei 1909, Logeman
melaporkan, pada 24 April, Kulawi merasakan kejutan yang kuat (arah selatan-utara,
durasi ± 10 detik, juga pada tanggal 29 April pukul 8.30, dengan durasi ± 15
detik. Saking kuatnya guncangan, penduduk Boladangko tidak berani tinggal di
rumah mereka pada malam hari, antara tanggal 29 hingga 30.
Hal yang aneh, guncangan ini
hampir tidak dirasakan di Lemo, padahal jarak antara Lemo dan Boladangko hanya
± 700 meter. Pada 30 April, guncangan terjadi jam 7 pagi. Gempa juga terjadi di
malam hari. gempa parah yang berlangsung ± 30 detik, diikuti oleh guncangan
ringan selama beberapa jam. Sejak tanggal 1 Mei, guncangan meningkat sedemikian
rupa, sehingga rumah-rumah di Sungku yang sudah didirikan, kembali rubuh.
Di Kamonji yang terletak ± 200 meter
dari Lemo, dan di Lempe, yang berjarak ± 500 meter dari Lemo, dan
kampung-kampung lainnya terkejut, karena guncangan tidak terasa di sana, hanya
gemuruh bawah tanah yang mendahului semua guncangan, yang terdengar di
mana-mana.
Di jalan dari Momi Bosé ke Sadaunta,
beberapa pohon telah tumbang, banyak di antaranya terkubur di bagian Sadaunta-Momi,
oleh tanah yang telah mengalir ke bawah dengan air, akibat hujan yang masih
berlanjut.
Logeman menuliskan masyarakat Kulawi,
meskipun dari luar tampak tenang, berada dalam keadaan sangat gelisah. Mereka
hampir tidak berani berbicara tentang gempa bumi, mungkin karena takut untuk
mengacaukan dan membuat marah roh-roh yang dianggap sebagai penyebab gempa.
Pada 23 Mei 1909, Logeman
melaporkan, tidak ada kejutan besar yang dirasakan di Kulawi, dari 2 hingga 16
Mei. Hanya sedikit guncangan dapat diamati hampir setiap hari. Pada 16 Mei
pukul 11 pagi, sebuah guncangan besar dirasakan, dengan durasi ± 10 detik,
didahului oleh gemuruh, arah Selatan-Utara.
Guncangan juga terjadi pukul 8
malam, di mana terjadi dua guncangan berat, didahului oleh gemuruh, dengan durasi
± 30 detik. Menurut laporan yang diterima, guncangan ini datang dari tepat di
bawah Koelawi, dan tanah pasti telah bergerak naik dan turun hampir secara
vertikal. Jelas bahwa pada saat itu, pusat gempa pasti berada tepat di bawah
Kulawi.
Dia juga melaporkan, pada 24 Mei
jam 9 pagi, guncangan terjadi dengan durasi 10 detik, 25 Mei pukul 10 pagi,
dengan durasi 10 detik. Kemudian dari 26 Mei sampai 17 Juni tidak ada lagi
fenomena gempa bumi, tidak ada sedikit guncangan dan tidak ada gemuruh tanah
bawah tanah. Pada 17 Juni, satu goncangan yang cukup besar terjadi pada jam 10
pagi secara vertikal, dengan durasi 2 detik. Lalu pada 29 Juni, guncangan hebat
yang diawali dengan gemuruh di bawah tanah, 30 Juni ada empat guncangan
mengejutkan antara pukul 12 dan siang hari, 1 Juli pukul 6.30 pagi antara pukul
9 dan 10 pagi, 21 Juli pukul 10 pagi, satu guncangan dengan durasi ± 3 detik, 27
Juli pukul 1.50 pagi guncangan ringan, dan pada pukul 4 sore sedikit guncangan
dengan durasi ± 2 detik. Setelah 27 Juli, tidak ada lagi guncangan di Kulawi.
0 Comments