Karduslistiwa: Manusia Kardus Dalam Lintasan Peristiwa

Karduslistiwa: Manusia Kardus Dalam Lintasan Peristiwa



Lobi Swiss Bell Hotel sore itu terlihat ramai. Wisatawan asing lalu lalang sambil menjinjing tas dan menarik koper. Sebagian lagi tengah asyik bercengkerama satu sama lain. Di lobi tersebut, sejumlah wisatawan asing dan lokal terlihat memandangi beberapa pigura lukisan yang terpajang di sekeliling lobi. Ada yang menarik dari lukisan-lukisan tersebut. Sosok manusia yang dilukis secara proporsional dibalut dengan sentuhan kardus. Salah satu lukisan yang paling menarik perhatian adalah lukisan yang menggambarkan karya monumental patung pieta karya seniman italia Michelangelo dengan sentuhan balutan kardus. 

Di antara wisatawan asing dan pengunjung hotel lainnya yang tengah asyik memandangi lukisan, nampak seorang pemuda dengan cekatan tengah menjelaskan detail lukisan. Pemuda tersebut bernama Mohammad Febriandy. Febri, sapan akrabnya, adalah pelukis dari 5 buah lukisan yang dipamerkan tersebut. 


“5 lukisan dipamerkan di sini  dan 5 lukisan lainnya dipamerkan di Hotel Parama Su,” terang Febri. 

Pemuda kelahiran Palu, 15 Februari, 30 tahun silam tersebut menggelar pameran tunggalnya tersebut sejak Senin (7/3/2016). Pameran tunggal ini sengaja digelar Febri untuk memeriahkan momen Gerhana Matahari Total (GMT), 9 Maret 2016.  

Pameran tersebut bertajuk Karduslistiwa. Kata Febri, Karduslistiwa memiliki makna lukisan balutan kardus yang menggambarkan lintasan beragam peristiwa. Memang, kelima lukisan milik Febri menggambarkan masing-masing peristiwa yang direkam dalam lukisan berbalut nuansa kardus. Peristiwa-peristiwa tersebut ada yang diilhami dari karya monumental dan ada juga yang diilhami dari realitas sosial masyarakat. 

“Contohnya lukisan berjudul Jealous, yang menggambarkan sepasang kekasih yang dilanda cemburu. Ini adalah realitas sosial yang hadir di keseharian kita,” jelasnya. 

lukisan-lukisan yang dipamerkan oleh Febri, dilukis dalam rentang waktu antara 2009-2015. proses pembuatannya bervariasi, ada yang memakan waktu 3 bulan hingga 1 tahun. 

“Pengerjaan tergantung mood. Kalau lagi buntu dengan satu lukisan, biasanya ngerjain lukisan lainnya” terang Febri. 

Febri mengatakan, lukisan-lukisan yang dipamerkannya ini dijual dengan harga bervariasi antara belasan juta hingga ratusan juta rupiah. Lukisan Harmoni, yang menggambarkan pose Patung Pieta dalam balutan kardus ditawari oelh seorang pengunjung hotel seharga Rp. 150.000.000. 

“Kemarin ada orang lokal yang tawar, tapi belum cocok harga, jadi belum dilepas” ujarnya.   

Selain pengunjung lokal, Febri mengaku beberapa lukisan juga mendapat penawaran dari wisatawan asing yang melihat lukisannya. Namun, tawaran tersebut belum ditanggapi olehnya. 

Karya-karya pemuda lulusan Institus Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, jurusan seni murni (lukis) ini mendapat apresiasi dari banyak pihak. Sejak 2004, ia telah malang melintang mengikuti pameran lukisan, baik lokal, nasional maupun internasional. 

Salah satu pemerhati kesenian dan kebudayaan Sulawesi Tengah, Yusak Jori Pamei, menilai karya-karya Febri ini luar biasa, bukan hanya untuk skala Sulteng tapi nasional bahkan internasional. Menurutnya, ciri khas yang ditunjang dengan penguasaan teknik seperti unsur anatomi yang proporsional dan perpaduan warna membuat karya-karya Febri seakan hidup.

“Apalagi si Febri ini menimba ilmu seni di ISI yang merupakan gudangnya para pelukis. Jadi tidak heran kalau tehnik dasar melukisnya mumpuni,” ujar Yusak. 

Yusak, yang telah malang melintang mengunjungi pameran lukisan dan bertemu berbagai pelukis nasional dan internasional ini menilai, seorang pelukis yang karyanya mampu menjadi koleksi pribadi presiden adalah sebuah hal yang luar biasa walaupu menurutnya hal tersebut juga bergantung pada faktor ketepatan momen.

Kata Yusak, untuk mengembangkan kemampuannya, Febri tidak selamanya harus terikat dengan identitas manusia kardusnya. Sesekali ia boleh mencoba melukis fenomena kebudayaan dengan suasana naturalis/realis apa adanya.    

“Contohnya melukis upacara adat Balia atau seni Raego yang benar-benar realis. Apalagi ia ditunjang dengan teknik dasar yang mumpuni,” jelas Yusak.   

Lanjut Yusak, apa yang dimiliki oleh Febri sudah menegaskan bahwa ia adalah seorang calon pelukis hebat di masa depan. Menurutnya, pelukis hebat itu punya kekuatan di unsure surealis dan realisnya, sebelum menemukan ciri khasnya. 

“Pelukis yang hebat juga harus memiliki kemampuan dasar yang baik. Ciri khas akan ditemukan sendiri dengan terus berproses,” ujarnya. 

Febri sendiri mengaku saat ini tengah mencoba pendekatan baru dalam lukisannya. Ia coba memadukan unsur kain kain dalam lukisan manusia kardusnya yang membuat sentuhan kardus yang agak kasar diperhalus oleh kelembutan kain. 

Dengan karya yang telah malang melintang dari pameran ke pameran, serta rencana menggelar pameran tunggal dalam waktu dekat di Bali dan Paris, Febri mengaku banyak mendapat dukungan dari pemerintah daerah, namun bukan kampung halamannya. Kata Febri, ia lebih disupport oleh Pemerintah Yogyakarta daripada pemerintah daerah di kampung halamannya. 

“Mungkin mereka masih sibuk dengan urusan-urusan lain dan seni nampaknya tidak termasuk dalam urusan itu,” tutupnya.

Post a Comment

0 Comments