KETFOT: Febri si Manusia Kardus
berpose bersama lukisannya yang dipamerkan dalam Pameran Bumi Tadulako, Mareso,
Maroso Rupa, Kamis (19/11/2015). Karya berjudul “Kemasan Budaya Pamer” tersebut
merupakan salah satu dari 15 karya perupa Sulteng yang dipamerkan dalam pameran
tersebut. FOTO: JEFRI
Delapan wanita kardus dengan latar sebuah pusat perbelanjaan,
berpose dengan gayanya masing-masing. Ada yang memegang tongsis, gelas minuman,
miniatur pesawat, ipad, dan tas bermerek. Di tubuh kardus mereka terdapat
simbol berbagai media sosial seperti facebook, instagram, line dan media sosial
lainnya.
Lukisan wanita kardus tersebut diberi judul “Kemasan Budaya
Pamer”. Pelukisnya, M. Febriandy, mengatakan, lukisan tersebut merupakan potret
gaya hidup wanita masa kini yang suka memamerkan apa saja yang mereka punya ke
media sosial. Gaya hidup yang glamour, mewah, dan mahal tersebut seakan menjadi
tolok ukur prestise wanita masa kini.
“Karya ini dibuat pada tahun 2015. Dibuat selama 3 bulan”
kata Febri.
Lukisan yang merupakan kombinasi antara realitas sosial dan
kritik sosial ini terpilih sebagai salah satu dari 15 karya perupa Sulawesi
Tengah yang dipamerkan dalam Pameran Bumi Tadulako, Mareso, Maroso Rupa, yang
berlangsung sejak Rabu (18/11/2015). Pameran ini terselenggara atas kerjasama
Galeri Nasional Indonesia dan Taman Budaya Sulawesi Tengah.
Febri, sapaan akrabnya, sehari-hari menyibukkan dirinya
dengan melukis. Dulu, ia pernah mengajar di salah satu sekolah swasta di Palu.
Namun, karena ingin memfokuskan diri untuk mempersiapkan pameran tunggalnya, Febri
memutuskan untuk rehat sejenak dari aktivitas selain melukis.
Gaya melukis manusia kardus ini mulai ditekuni Febri sejak
tahun 2007. Proses terciptanya manusia kardus ini berawal dari sebuah peristiwa
unik. Kala itu, Febri masih menjadi mahasiswa di Jurusan Seni Murni (Lukis),
Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Febri yang tengah duduk
melamun di kampusnya, tak sengaja memandangi tumpukan kardus yang berada di
depan matanya. Lama ia memandangi tumpukan kardus tersebut. Kemudian terbersit
di pikirannya bahwa melukis manusia dengan balutan kardus rasanya unik
juga.
Dari situ, mulailah Febri mengeksplor gaya melukis manusia
kardusnya. Terus berproses dari waktu ke waktu, Febri kini tidak hanya melukis
manusia dengan balutan kardus namun melukis manusia seutuhnya dari kardus.
Bagi Febri, manusia kardus memiliki nilai artistik dan sosial
yang tinggi. Barang yang dibungkus dengan kardus jadi kelihatan lebih bernilai.
Secara umum, kardus digunakan untuk melindungi dan membungkus barang.
“Di Palu kita kenal istilah “buka dos” untuk mendeskripsikan
barang baru. Artinya ada sebuah kesan ekslusif jika sebuah barang dibungkus
dengan kardus” ujar Febri.
Simbolisasi dalam lukisan manusia kardus pun memiliki pemaknaan
sendiri-sendiri tergantung tema lukisannya. Kebanyakan lukisan manusia kardus
hasil karya Febri merupakan kombinasi antara realitas sosial dan kritik sosial.
Lukisan manusia kardus karya Febri memiliki ciri khas
tersendiri. Pada lukisan-lukisannya, Febri selalu menampilkan figur wanita. Bagi
Febri, figur wanita mewakili semua nilai keindahan dan estetika dalam tubuh
manusia.
“Untuk model lukisan, biasanya ada teman dan kenalan yang
saya minta untuk menjadi model” lanjut Febri.
Karya-karya lukisan manusia kardus tersebut telah membawa
Febri ke berbagai pameran baik di Indonesia maupun manca negara. Pada tahun
2010 dan 2011, Febri mengikuti pameran lukisan “ASYAAF” di LVS Gallery, Seoul,
Korea. Febri juga beberapa kali menggelar pameran tunggal.
Pencapaian yang tidak bisa dilupakan Febri adalah pada saat
dua buah karyanya, “The Seventh President” dan “21 Juni”, dibeli dan menjadi
koleksi pribadi Presiden RI, Joko Widodo. 23 Juni 2015, ia diundang ke Istana
Negara untuk bertatap muka langsung dengan presiden.
Febri memiliki keinginan terpendam untuk melukis manusia
kardus dengan tema budaya dan sejarah. Namun, ia masih menunggu momen khusus yang
tepat untuk merealisasikannya. Saat ini, ia cenderung konsentrasi dengan budaya
populer.
Febri kini tengah mempersiapkan pameran tunggalnya di Paris.
Saat ini, ia tengah mengumpulkan karya-karyanya untuk pameran tersebut.
Terkait pelukis yang menginspirasi karya-karyanya, Febri
mengakui bahwa ia terinspirasi dari pelukis macam Ivan Sandorfi, Affandi dan
Dedi Supria. Semangat melukis dan gaya realisme yang diusung oleh ketigannya
menjadi inspirasi Febri dalam melukis.
Bagi para pelukis muda Kota Palu, Febri berpesan agar mereka
mau membuka diri dan jangan terpaku hanya di Palu saja. Pelukis muda menurutnya
harus sering-sering mengunjungi pameran di luar daerah. Hal tersebut menurutnya
dapat menumbuhkan inspirasi dan inovasi dalam berkarya.
0 Comments