Jejak Bala Keselamatan di Bora

Jejak Bala Keselamatan di Bora

 

FOTO: pondasi umpak bekas rumah officier L.d.H di Desa Bora. FOTO: DOK JEFRI

Membicarakan sejarah perjalanan Bora sebagai suatu wilayah, tidaklah lengkap tanpa membahas mengenai bagaimana agama Kristen masuk di wilayah ini.

Tujuh tahun setelah masuk di wilayah Palu dan sekitarnya, Bala Keselamatan (L.d.H) pada tahun 1916 hadir di Bora. Kehadiran L.d.H di Bora ditandai dengan hadirnya Kapten Zuppinger dan Letnan G. Nyheim. Kapten Zuppinger yang berkebangsaan Jerman, menurut Lorainne Aragon dalam “Onward Christian Soldiers : The Salvation Army in Sulawesi,” yang menjadi salah satu bagian dari buku Fields of the Lord: Animism, Christian Minorities, and State Development in Indonesia, yang diterbitkan Hawaii Press tahun 2000, menikah dengan seorang wanita pribumi dan dapat berbicara beberapa bahasa lokal. Ia menemani Gerrit Govaars, seorang Tentara L.d.H yang membuka misi ke Sulawesi Tengah pada 1909, dalam perjalanan ke Kulawi, di mana Govaars menjadi orang pertama yang memberitakan Injil di Kulawi.

Zuppinger sendiri setahun kemudian harus menerima kenyataan bahwa izin misionarisnya dicabut. Surat kabar De Locomotief edisi 18 April 1917 memberitakan tentang pencabutan izin misionaris Zuppinger tersebut. Surat kabar ini menulis, pencabutan izin ini, akibat dari perilaku aneh penginjil ini di antara penduduk.

Pencabutan izin misionaris tersebut dilakukan saat Zuppinger bertugas di Koloni Jawa yang ada di Kalawara. Awalnya koloni orang Jawa yang dikirim ke Sulawesi ini, dibimbing oleh van Emmerik, penginjil dari Koloni Salib Putih di Salatiga. Dia kemudian juga bertindak sebagai penyebar Injil di antara penduduk di wilayah di mana koloni Jawa didirikan. Dirinya disebut mendapatkan banyak pengikut.

Ketika koloni dipindahkan ke L.d.H, Zuppinger diangkat menjadi penginjil di koloni itu. De Locomotief menulis, tampaknya dalam kapasitas ini, dia terus berkhotbah menekankan dunia perdamaian dan keadilan yang akan datang, di mana tidak akan ada pajak yang harus dibayar dan tidak ada pengabdian yang harus dilakukan. Konsekuensinya, penduduk Palu mulai menmengikuti anjuran Zuppinger dan akibatnya, mereka mendapat masalah dengan pemerintah kolonial.

Pada tahun 1916, L.d.H juga membuka sekolah di Bora, yang bertahan hingga Desember 1922. Selama kurun waktu enam tahun itu, L.d.H dipimpin oleh Letnan G. O. J. Nyheim pada tahun 1917, A. K. Hiorth-Hatlehold pada 1918, Kadet Letnan Wanas pada 1919 -1920, Kadet A. Samboelare pada 1921 hingga 1922.  L.d.H sendiri bertahan di Bora hingga tahun 1945, dipimpin Kapten D. Losoh yang menjabat sejak 1942.  

Adapun jejak sejarah perjalanan L.d.H yang masih bisa dilihat di Bora adalah pondasi umpak bekas rumah yang ditempati oleh para officier L.d.H di Bora. Pondasi umpak ini masih dapat dilihat di wilayah Peboba di Desa Bora. Di wilayah yang sama juga terdapat lokasi bekas bangunan gereja L.d.H yang sudah menjadi bangunan baru dan tinggal menyisakan bagian pondasi depan.

Adapun lokasi sekolah yang didirikan L.d.H, kini telah ditempati oleh SDN 2 Bora. Lokasi sekolah ini berdampingan dengan lokasi gereja yang didirikan oleh Jepang pada masa pendudukan Jepang.

Post a Comment

0 Comments