Banjir yang Berulang di Sungai Dolago

Banjir yang Berulang di Sungai Dolago

Kondisi rumah yang terdampak banjir bandang di Desa Boyantongo, Juni 2020. FOTO: DOK. RUSTAM
FOTO: Rumah warga yang terdampak banjir bandang di Desa Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan, 11 Juni 2020. FOTO: Dokumentasi Rustam.

Rustam (30) hanya bisa memandangi puing-puing rumahnya yang terseret banjir. Rumah yang dibangun dari hasil keringatnya sebagai seorang kuli tinta di salah satu surat kabar di Kota Palu, untuk orang tuanya tersebut, kini hanya menyisakan dinding ruang tamu saja. Lebih dari setengah bagian rumah tersebut hanyut terbawa air bah.

Dirinya tidak sendiri. Ada belasan rumah lainnya yang bernasib sama, bahkan yang hanyut bukan hanya sebagian, tapi seluruh badan rumah. Banjir bandang yang melanda Desa Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, 11 dan 13-14 Juli 2020 tersebut, mengingatkan Rustam akan bencana serupa yang terjadi 8 tahun lalu.

“Kejadian banjir bandang 2012 kemarin lebih parah, putus jembatan, puluhan rumah hilang dihantam banjir. Di sini (Boyantongo) sering (banjir), tapi tidak ada rumah rusak, cuman 2012 dengan sekarang yang parah,” ujar Rustam.

Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Sabtu, 25 Agustus 2012, sekitar pukul 20.00 Wita, banjir bandang melanda Kabupaten Parigi Moutong. Ketinggian air mencapai lima meter dari badan jalan. Kondisi terparah akibat banjir bandang ini dialami wilayah Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong. Banjir telah meluluhlantakkan puluhan rumah warga yang terletak di dekat aliran sungai.

Selain Desa Boyantongo ada tiga desa lagi yang dihantam banjir bandang, yakni Desa Nambaru, Tindaki dan Desa Lemusa. Ratusan rumah rata dengan tanah bahkan dilaporkan dua orang warga tewas terseraet arus banjir dan yang lainnya luka-luka. Banjir bandang itu juga memutuskan jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Selatan. Sebuah jembatan yang menghubungkan jalur satu-satunya di pantai timur Sulawesi Tengah ini putus.  

Sejarawan IAIN Palu, Moh. Sairin menjelaskan, Banjing bandang ini terjadi akibat meluapnya Sungai Dolago. Hampir seluruh desa di Kecamatan Parigi Selatan terdampak dan kondisi terparah dialami wilayah Boyantongo. Adapun data korban/kerusakan yang tercatat saat itu: 2 orang meninggal, 10 org luka berat, 57 luka ringan, 326 KK/1.424 jiwa mengungsi. Rumah rusak total 51 buah, rusak berat 106 buah dan rusak ringan 255 buah.

Foto: Tumpukan material kayu akibat banjir bandang 25 Agustus 2012 di Sungai Dolago. FOTO: Repro Moh. Sairin. 

Sejak banjir besar yang menghanyutkan jembatan Sungai Dolago tahun 2012 itu, wilayah Boyantongo dan sekitarnya sudah menjadi langganan banjir hampir tiap tahun, dalam skala yang lebih kecil.

Dalam koleksi foto bencana banjir bandang 2012 yang diperlihatkan Moh. Sairin, terlihat bahwa banjir bandang tersebut membawa material berupa kayu dan lumpur. Material ini terbawa banjir dan menumpuk hingga ke muara sungai.

Hal serupa juga terjadi pada banjir bandang kali ini. Rustam mengatakan, rumahnya termasuk jauh dari aliran sungai, karena masih ada tiga rumah di belakang rumahnya. Namun kata dia, karena banyaknya material kayu dan lumpur yang hanyut terbawa banjir, akhirnya menghalangi aliran sungai, yang membuat luapan sungai mencari jalan baru untuk mengalir, dan akhirnya masuk ke pemukiman warga, termasuk rumah orang tua Rustam tersebut.  

Banjir bandang akibat luapan sungai Dolago yang membawa material kayu dan lumpur, bukan baru – baru ini saja terjadi. Pasca bencana gempa bumi yang disertai tsunami yang meluluhlantakkan pesisir kawasan pantai timur leher Sulawesi, 20 Mei 1938, terjadi banjir bandang, sebagai salah satu dampak turunan dari bencana tersebut.

Seperti yang terekam dalam surat kabar De Tijd edisi 30 Juni 1938, yang menulis, pohon-pohon yang jatuh di Sungai Dolago di Parigi oleh gempa bumi, dibentuk menjadi bendungan (menghalangi aliran sungai) oleh banjir. Akibatnya, banjir meluap hingga ke atas sawah. Saat itu diperkirakan sekitar 100 petak sawah berubah menjadi dataran berpasir, dengan material batang pohon.

FOTO: Surat Kabar De Tijd edisi 30 Juni 1938 yang memuat laporan tentang banjir di Sungai Dolago. FOTO: REPRO JEFRIANTO


Pemerintah setempat dilaporkan telah mengambil tindakan untuk membersihkan bendungan ini, untuk mencegah kerusakan yang lebih besar.

Hal yang sama juga dilaporkan oleh De Indische Courant edisi 8 Juni 1938. Surat kabar ini menulis, Sungai Dolago dibendung (terhalang) oleh endapan gunung dan ketika bendungan ini diterobos banjir, air turun dengan kekuatan dan momentum sedemikian rupa, sehingga menyebabkan kepanikan besar di Parigi dan Kampung Dolago, namun tidak menyebabkan kecelakaan (korban jiwa).

FOTO: Surat kabar De Indische Courant edisi 8 Juni 1938, yang melaporkan dampak turunan dari gempabumi dan tsunami 20 Mei 1938, salah satunya banjir di Sungai Dolago. FOTO: REPRO JEFRIANTO


Sungai Dolago memang menjadi langganan banjir, saat musim penghujan tiba. Sebagaimana dilansir di Sulteng Raya edisi 23 Juni 2016, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah, Bartholomeus Tandigala, saat banjir melanda tiga desa di Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong Juni 2016 menyebut, kejadian ini (banjir) setiap tahun saat musim hujan, selalu terjadi. Ia menjelaskan, tiga desa di Kecamatan Parigi Selatan yang setiap tahunnya dilanda banjir tersebut adalah Dolago, Dolago Padang dan Masari. Setiap tahun kata dia, ketika datang musim hujan, permukiman warga di tiga desa itu selalu terendam banjir, karena memang berdekatan dengan daerah aliran sungai (DAS).

Banjir bandang yang melanda Desa Boyantongo dan desa-desa lainnya di Kecamatan Parigi Selatan, beberapa hari lalu, merupakan yang terparah sejak tahun 20120. Sebagaimana dilansir dari Mercusuar edisi 13 Juli 2020, berdasarkan data Pemerintah Desa Boyantongo hingga Minggu (12/7/2020) sore, selain 18 rumah hanyut, masih ada belasan rumah terancam arus sungai. Kondisi itu memaksa  masyarakat membongkar material rumah yang bisa diselamatkan.

Kepala Desa Boyantongo  Usman Kampimpi mengatakan, banjir tersebut datang sekitar pukul 21.00 Wita, Sabtu (11/7/2020) malam.

“Hujannya cukup deras dimulai pada pukul 20.00 Wita hingga pukul 03.00 Wita dini hari, sehingga banyak rumah warga yang terkikis air sungai,” akunya.

Dijelaskanya, selain rumah warga turut hanyut juga kapal pencari ikan 20 GT. Sementara sejumlah fasilitas pemerintah desa seperti MCK umum,dua unit tower  air bersih, dan satu unit tower wifi setinggi 38 meter turut hanyut dihantam banjir.

Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Parigi Moutong, pada pagi hari menyampaikan, ada enam rumah yang hanyut terbawa banjir.

“Banjir sudah berlangsung dua hari terakhir, namun puncaknya pada Minggu dini hari, menghanyutkan enam unit rumah warga setempat,” kata Sekretaris BPBD Parigi Moutong, Nyoman Adi di Parigi, Minggu (12/7/2020).

Selain enam rumah terdampak, terdapat sekitar 12 unit rumah warga Desa Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, juga terancam hanyut jika sewaktu-waktu terjadi banjir susulan. Tidak ada korban jiwa dari peristiwa itu.

Dia memaparkan saat ini tim BPBD setempat telah membangun posko darurat dan mengevakuasi 18 kepala keluarga yang terdampak. Sejumlah tim lintas sektor telah membantu mendistribusikan bantuan logistik kepada korban banjir.

“Hingga pagi tadi air sudah surut, namun cuaca tidak dapat diprediksi kapan saja bisa hujan. Korban banjir untuk sementara sudah kami evakuasi ke rumah warga yang aman,” ujar Nyoman.
Pemerintah kabupaten setempat sudah bersiaga di posko darurat sebagai upaya antisipasi jika kemungkinan buruk terjadi, karena cuaca di hulu sungai kapan saja bisa berubah dan berpotensi menyebabkan banjir.

Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai Sulawesi III (BWSS III), Dinas Pekerjaan Umum guna menormalisasi sungai sebagai langkah penanganan cepat banjir di kabupaten tersebut.
Dia menambahkan di alur sungai yang sama Desa Olobaru terdapat sejumlah rumah warga juga terancam roboh akibat banjir jika debit air semakin tinggi. Begitu pun di Desa Tindaki di hari yang sama terendam banjir.

“Bibir sungai terjadi longsor akibat kikisan air, sehingga rumah warga ambruk dan terseret arus. Banjir juga membawa material lumpur dan potongan-potongan kayu,” katanya. Dia mengimbau masyarakat khususnya di bantaran sungai agar berhati-hati dan tetap waspada, karena hujan masih mungkin terjadi.

Sebagaimana dilansir dari Mercusuar edisi Rabu (15/7/2020), banjir kembali datang pada 13 – 14 Juli 2020, yang menyebabkan seluruh rumah warga rusak berat dan tidak bisa lagi ditempati. Dalam berita tersebut juga dilaporkan, kondisi saat ini, banjir belum juga surut, sehingga masih banyak warga yang berdekatan dengan lokasi banjir, juga ikut mengungsi. Mereka dibantu aparat kepolisian dan BNPB untuk mengangkat barang di rumah warga yang tidak terdampak banjir, sehingga hampir seluruh warga yang berada di RT 1 sudah mengungsi.

Berdasakan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Dolago Tanggunung, Sungai Dolago merupakan salah satu dari sungai-sungai penyumbang banjir dan sedimentasi terbesar di wilayah KPH ini, selain Sungai Sausu, Sungai Torue, Sungai Tindaki, Sungai Olaya, Sungai Baliara, Sungai Pelawa, di Kabupaten Parigi Moutong, dan Sungai Sopu di Kabupaten Sigi. Selanjutnya di wilayah Kota Palu sungai-sungai penyumbang banjir adalah Sungai Poboya, Sungai Wintu, dan Sungai Tavaili.

Sementara itu, untuk jenis tanah sendiri, RPHJP ini menyebut, bahan induk tanah di kawasan KPHP Model Dolago Tanggunung, termasuk kawasan hulu sungai Dolago di kaki gunung Tanggunung, adalah ultisol (podsolik merah kuning). Bahan tanah ini memiliki struktur cukup baik akan tetapi tidak mantap. Kandungan mineral liat kaolinitnya tinggi, sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman agak berkurang. Dengan demikian, produktivitas tanah adalah rendah sampai sedang. Adapun jenis batuan Granit Kambuno (Tpkg) adalah jenis yang mendominasi wilayah KPH di wilayah Kecamatan Parigi Selatan hingga Kecamatan Torue.

Kemudian, pola pengaliran sungai merupakan suatu pola pengaliran dendritik (mendaun). Pola pengaliran sungai dendritik (mendaun), penyebarannya menempati daerah perbukitan/pegunungan dan dataran tinggi seperti yang di jumpai di bagian timur, selatan, dan setempat di sebelah barat, dengan batuan penyusunnya bersifat homogen yang pada umumnya terdiri atas granit yang kekerasan batuannya relatif sama, stadium erosi pada daerah yang berpola aliran sungai ini relative masih muda, hal ini dapat di tunjukkan oleh bentuk lembahnya masih sempit dan dalam atau menyerupai huruf “V”.

 

 

 


Post a Comment

0 Comments