Tanainolo, Ikatan Antara Kasimbar dan Baiya

Tanainolo, Ikatan Antara Kasimbar dan Baiya

Kemiripan nama sebuah daerah, dengan daerah lainnya, biasanya dilatarbelakangi oleh sebuah alasan historis. Kesamaan penamaan ini, biasanya terjadi, karena penamaan dilakukan oleh orang yang sama. 



Nama Tanainolo identik dengan nama sebuah kawasan di Kelurahan Baiya, Kecamatan Tawaeli. Kawasan tersebut identik sebagai kawasan pekuburan umum, dengan kontur lahan berbukit. 

Menariknya, nama yang sama juga melekat pada sebuah kawasan di wilayah Kasimbar, yakni Boya Ranang. Tanainolo sendiri menurut salah seorang tokoh masyarakat di Kasimbar, Hamlin Dg. Malindu, merupakan tempat awal pemukiman di Kasimbar, yang didiami oleh masyarakat Suku Tajio. 

Kasimbar sendiri, awalnya terdiri dari tujuh Boya (kampung), masing-masing Boya Mayapo, Boya Vintonung, Boya Liovung, Boya Sambali, Boya Tagali, Boya Apes dan Boya Ranang. Masing-masing Boya dipimpin oleh Kepala Suku dengan gelar Toi Bagis. 

Nama Tanainolo sendiri menurut Hamlin Dg Malindu, diadopsi dari bahasa Tajio, suku asli setempat, Tananolok yang berarti tanah yang terpotong. Dialek Mandar dan Kaili kemudian mengubah nama tersebut menjadi Tanainolo. Menurut Hamlin, Tanainolo diidentifikasi sebagai lokasi Puang Tomessu Silassa gelar Arajang Taunae, asal Balanipa, Mandar, yang menjadi penguasa Kasimbar, saat menikah dengan Datu Ranang, anak dari Toi Bagis Siuvek dan Santibulaan. 

Arajang Taunae sendiri menurut Hamlin Dg Malindu, diberikan kepercayaan oleh masyarakat setempat untuk menjadi pemimpin, karena mampu mengatasi perompak dari Mindanao dan Tobelo. Usai menjadi pemimpin, Tomessu mematok wilayah kekuasaan dari Timbarigi (Avolua) hingga Tanjung Matoro (Molosipat), yang menjadi cikal bakal Kerajaan Moutong. 

Penamaan Tanainolo sendiri di Baiya menurut Hamlin Dg Malindu, juga berkaitan dengan sosok Puang Tomessu. Menurutnya, cerita tentang penamaan Tanainolo di Baiya, berawal dari cerita saat Tomessu hendak kembali ke Mandar. Dirinya menumpang perahu dari pantai Lombonga, Balaesang. 

Perahu tersebut kata Hamlin, kemudian pecah dan karam di wilayah Tawaeli. Wilayah tempat karamnya perahu tersebut kemudian dinamakan Baiya, yang beradab dari bahasa Kaili Rai, yakni Nabai Iya, artinya kering dia (merujuk pada perahu yang pecah dan terdampar). 

Kabar perahu yang terdampar tersebut, terdengar sampai ke telinga Raja Tawaeli. Mendengar bahwa Madika Tanainolo (Kasimbar), Tomessu turut serta dalam rombongan perahu yang terdampar tersebut, Raja Tawaeli memberikan lokasi untuk tempat tinggal sementara bagi rombongan tersebut. 

Tempat tinggal sementara tersebut menurut Hamlin, diberi nama oleh Tomessu dengan nama Tanainolo. Kawasan tempat tinggal sementara ini ditandai dengan tumbuhnya pohon Silaguri dan kawasan dengan kontur perbukitan. JEF

Post a Comment

0 Comments