FOTO: Ilustrasi |
Sebagaimana dilaporkan surat
kabar tersebut, bencana ini juga menelan banyak korban jiwa, salah satunya seorang
wanita China yang tewas tenggelam di wilayah Mamboro. Berdasarkan tuturan lisan
masyarakat di wilayah Mamboro, salah satunya keluarga Hali Borisa, wanita
keturunan Tionghoa yang menjadi korban tersebut bernama Ban Ho.
Menurut Slamat Anugrah, anggota
Komunitas Historia Sulawesi Tengah (KHST) yang juga keturunan Hali Borisa, Ban
Ho diketahui mendirikan sebuah toko kelontong di kolong rumah panggung milik
Hali Borisa. Saat itu kata dia, sebagaimana dituturkan di keluarganya,
konsentrasi hunian di kawasan Mamboro, terletak di kawasan sekitar Tanjung Ruru
yang berada di kawasan pesisir pantai.
Di kawasan pemukiman Tanjung Ruru
tersebut, dahulu juga terdapat pasar yang menjadi sentra aktivitas jual beli
masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Slamat menceritakan, selain berdagang
barang campuran, Ban Ho dan suaminya menekuni usaha pengimporan damar dengan
rute Palu – Singapura.
“Saat itu, menurut cerita di
keluarga, di kawasan Tanjung Ruru, juga terdapat dermaga yang disinggahi banyak
kapal-kapal berukuran kecil, yang aktivitasnya mengambil damar dan rotan dari wilayah
Bale (wilayah Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala) yang letaknya tidak
jauh dari Mamboro,” jelasnya.
Lanjut Slamat, saat tsunami
menerjang, sebenarnya Ban Ho sudah berhasil menyelamatkan diri bersama sejumlah
masyarakat lainnya. Namun dia memutuskan kembali untuk mengunci tokonya dan
selang beberapa waktu kemudian, tsunami menerjang kawasan Tanjung Ruru,
termasuk toko kelontong miliknya dan ban Ho tidak lagi sempat menyelamatkan
diri.
Pasca tsunami, rumah milik Hali
Borisa ini dipindahkan di kawasan Mamboro Ngapa, sekitar 500 meter dari lokasi
terdampak tsunami. Ada beberapa rumah dengan model rumah panggung yang
dipindahkan dengan cara dipikul beramai-ramai.
Puing bangunan toko milik Ban Ho
sendiri menurut Slamat, juga dipindahkan oleh keluarganya, ke lokasi kediaman
Hali Borisa yang baru di Mamboro Ngapa. Lantai bekas bangunan toko yang masih
tersisa, juga dipindahkan ke lokasi rumah yang baru dan proses pemindahannya
agak sulit, karena puing lantai yang diangkat cukup berat, sehingga membutuhkan
banyak orang untuk memindahkannya.
Keluarga Ban Ho sendiri kata
Slamat, masih mendirikan toko di kolong rumah milik Hali Borisa selama beberapa
tahun. Saat ini, bekas lantai di kolong rumah Hali Borisa yang terletak di
depan Jalan Trans Sulawesi tersebut masih dapat ditemukan.
Adapun jasad Ban Ho sendiri tidak ditemukan pasca
bencana tersebut. Namun, Slamat menduga, jasad Ban Ho kemungkinan tertimbun di
lokasi bekas toko, karena waktu pemukiman dibuka kembali di kawsan tersebut,
banyak tulang-belulang korban yang ditemukan.
0 Comments