FOTO: Bangunan yang hancur akibat gempa bumi yang terjadi pada 22 Desember 1939 di Teluk Tomini. FOTO: Soerabaiasch Handelsblad edisi 28 Desember 1939
Jumat pagi, 22 Desember 1939, kawasan pesisir di sepanjang Teluk Tomini bergetar hebat. Baru setahun lebih masyarakat di pesisir teluk terbesar di nusantara itu, diguncang gempa bumi dan tsunami pada 20 Mei 1938.
S. L. Soloviev dan Ch. N. Go dalam Catalogue of tsunamis on the western shore of the Pacific Ocean yang terbit tahun 1984 menulis, gempa ini terjadi pada pukul 05.01, dengan magnitude 8, dan pusat gempa di Teluk Tomini. Gempa dirasakan hampir di seluruh wilayah di Pulau Sulawesi, Ternate, Kepulauan Sula, lalu meluas ke timur Pulau Kalimantan, selatan Pulau Mindanao, Pulau Seram hingga Pulau Wetar.
Katalog ini juga menulis, gempa ini mengakibatkan beberapa bangunan runtuh dan sawah tergenang di Langoan, sejumlah bangunan rusak di Gorontalo, serta 21 rumah ambruk di Kolo, enam di antaranya rata dengan tanah. Kemudian, di Labuha, tiga rumah roboh; tanah retak. Kerusakan pada rumah warga juga terjadi di Pasi Ipa dan Gela di Kepulauan Sula. Lalu di tengah Pulau Sulawesi, tepatnya di wilayah Mandar (Sulawesi Barat), rumah bergoyang kuat dan retak.
Gempa bumi ini juga tercatat dalam pemberitaan sejumlah surat kabar berbahasa Belanda, baik yang terbit di belanda maupun di Hindia Belanda. Surat kabar Soerabaiasch Handelsblad edisi 28 Desember 1939 misalnya menulis, berdasarkan laporan resmi Residen Menado, getaran gempa tersebut dirasakan di seluruh wilayah residen itu, pada pukul 5 pagi dan berlangsung selama 2 menit. Sementara De Locomotief edisi 22 Desember 1939, menulis, Algemene Niews en Telegraf (Aneta), kantor berita masa HIndia Belanda menulis, memberi sinyal dari Poso, bahwa gempa kuat dirasakan di sana pada pukul 4.55 pagi yang berlangsung selama tiga menit. Sementara itu, Aneta memberi sinyal dari Ternate, bahwa gempa bumi yang sangat dahsyat tercatat di sana pada pukul 5.30 pagi dan berlangsung lebih dari tiga menit.
Berita itu juga menyebut, Aneta memberi sinyal dari Batavia, bahwa Koniklijk Magnetisch en Meteologisch Observatorium (KMM) atau Pusat Pengamatan Magnet dan Cuaca Kerajaan, pada pukul 4.35 pagi mencatat getaran parah, yang membuat pin seismograf terlepas. Kemudian dilaporkan lebih lanjut oleh KMM Observatorium, gempa tercatat pukul 4.35 waktu Jawa dengan jarak sekitar 2.000 K.M.
Kemudian terkait laporan kerusakan, Bredasche Courant edisi 28 Desember 1939 misalnya menulis, 22 rumah di Kakas dan 134 rumah kampung di Mongodow runtuh, serta beberapa jembatan kecil rusak akibat gempa tersebut. Di Gorontalo, dilaporkan dua toko sebagian roboh, sementara beberapa bangunan batu dan rumah retak. Dalam berita ini juga dilaporkan, tidak ada kabar kerusakan yang diterima dari Kepulauan Sangie dan Talaud.
Sementara surat kabar Soerabaiasch Handelsblad edisi 28 Desember 1939 menulis, gempa ini membuat warga di Ternate berlarian keluar dari rumah mereka. Kemudian di Kakas dilaporkan 30 rumah rubuh, di Gorontalo dilaporkan banyak rumah roboh dengan jumlah korban yang belum diketahui. Dari surat kabar yang sama juga dilaporkan, Aneta memberi sinyal dari Menado, 108 rumah dan 53 dapur telah runtuh di Kecamatan Lolajan dan Bolangmongondow. Kemudian dilaporkan, jembatan di atas Malinow ke arah Doemoga telah hancur.
Surat kabar De Sumatra Post edisi 22 Desember 1939 juga melaporkan, di Kotamobagu, beberapa orang terluka ringan akibat gempa tersebut.
Dampak di Midden
Celebes
Gempa bumi 22 Desember 1939 juga menyebabkan dampak kerusakan di wilayah Sulawesi Tengah (Midden Celebes), terutama di wilayah Banggai, yang saat itu masuk ke dalam wilayah Onderafdeeling Poso. Bredasche Courant edisi 28 Desember 1939 misalnya menulis, di Banggai, dua orang tewas akibat gempa. Banggai yang berada di wilayah Onderafdeeling Poso juga disebut sebagai wilayah yang paling parah terkena dampak gempa. Rumah Zelfbestuurder (pejabat daerah) setempat telah runtuh, serta 200 rumah rusak dan tidak dapat dihuni.
Surat kabar ini juga melaporkan, jalan dari Luwuk ke Poh yang berjarak 9 km rusak parah. ***
0 Comments