Mencari Hakikat Puasa: Ibadah Puasa di Masa Lalu

Mencari Hakikat Puasa: Ibadah Puasa di Masa Lalu

 

FOTO: LINGKAR MADIUN PIKIRAN RAKYAT

Memasuki bulan Ramadan, puasa menjadi salah satu ibadah wajib yang dilakukan oleh seorang muslim selama sebulan. Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari Al Shaum dalam rukun Islam ke empat ini, dalam Bahasa Arab disebut ,صوم صيام, yang berarti puasa. Puasa disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri.

Safria Andy dalam tulisannya, Hakikat Puasa Ramadhan dalam Perspektif Tasawuf menjelaskan, puasa meningkatkan penyembuhan sifat rakus dan sombong manusia, yang awalnya telah diobati dengan salat, melalui ruku dan sujud, agar manusia jujur tentang akan siapa dirinya, dan tidak melakukan kerusakan karena kerakusan dan kesombongannya. Keberhasilan pengendalian diri tersebut akan mengangkat tingkatnya sebagai manusia.

Pelaksanaan puasa Ramadan di wilayah Sulawesi Tengah di masa lalu, menarik untuk disimak, terutama untuk membandingkannya dengan realita masa kini. Ahli bahasa berkebangsaan Belanda, Nicolaus Adriani dan etnolog berkebangsaan Belanda, Albertus Christiaan Kruyt, dalam bukunya, De Bare'e-sprekende Toradja's van Midden-Celebes yang dipublikasikan pada tahun 1912, menuliskan pengamatan mereka terhadap apa yang dilakukan masyarakat di selatan Teluk Tomini, dalam momen Ramadan, termasuk pengalaman masyarakat di wilayah tersebut dalam berpuasa.

Poeasa atau puasa, sebutan lokal untuk Ramadan di selatan Teluk Tomini, ditentukan oleh penampakan pertama bulan sabit dengan mata, dan diumumkan di rumah Raja atau kepala kampung, di mana  penentuan awalnya ditandai dengan sebuah tembakan pistol. Begitu tanda ini diberikan dari rumah utama, setiap orang yang memiliki senjata, juga menembakkan senjata, sebagai tanda mulainya Ramadan.

Pada malam pertama, masjid dan langgar terbuka untuk umum. Pada malam-malam berikutnya di bulan puasa, lampu terus menyala di malam hari, di mana banyak orang kemudian melaksanakan ibadah tarawih. Penjaga masjid atau langgar harus bekerja keras untuk menjaga, agar wadah air untuk wudhu tetap terisi. Selain itu, mereka juga dipersenjatai dengan sepotong rotan, untuk mengatasi anak-anak yang membuat kegaduhan.

Adriani dan Kruyt mengatakan, secara keseluruhan, masyarakat sangat mengerti apa tujuan dari puasa.

"Kami tidak makan di bulan puasa, karena kami telah melakukan banyak dosa dalam satu tahun terakhir, sehingga Allah dapat mengampuni kami melalui puasa ini dan kami akan bersih lagi setelah itu," ujar salah seorag muslim di wilayah itu, sebagaimana ditulis Adriani dan Kruyt.

Pandangan lainnya yang berkembang di masyarakat tentang puasa Ramadan, yakni surga hanya dibuka selama bulan puasa. Untuk itu keduanya menulis, biasanya puasa dimulai dengan banyak ketekunan, bahkan air liur seseorang dimuntahkan dengan hati-hati, sehingga tidak ada yang masuk ke mulut.

Keduanya menulis, setelah seminggu, terlihat banyak umat muslim di wilayah itu yang tidak lagi melaksanakan puasa. Namun, mereka yang tidak puasa, begitu malu satu sama lain, sehingga hanya sedikit orang yang makan di depan umum selama puasa.

Selain itu, banyak yang membuat aturan untuk berpuasa hanya 4 hari dan tidak berpuasa di hari-hari lainnya. Tetapi, cara paling umum untuk melepaskan diri dari tekanan puasa, adalah untuk menjauh dari tempat-tempat utama, dan tinggal di tempat-tempat yang lebih kecil di pantai, di mana mereka tidak akan ketahuan jika tidak puasa.

Masyarakat lainnya tulis keduanya, mulai berpuasa di pertengahan bulan pertama, atau meminta maaf karena tidak berpuasa tahun ini, karena mereka melakukannya tahun sebelumnya. Masyarakat lainnya berpuasa hanya untuk beberapa hari di awal dan di akhir bulan Ramadan.

Kruyt dan Adriani menulis, hanya di ibu kota Todjo (Tojo), suasana puasa menonjol, karena terbatasnya aktivitas orang-orang di luar rumah selama Ramadan. Beberapa masyarakat berpendapat, mereka tidak beraktivitas di siang hari, karena itu akan membuat mereka berkeringat dan itu mencemari mereka. Tetapi alasan sebenarnya menurut Kruyt dan Adriani, mungkin karena mereka merasa terlalu lesu untuk melihat dan berbicara dengan orang lain.

Pada siang hari di bulan puasa, masyarakat melakukan beberapa aktivitas untuk membunuh waktu, yakni membaca Alquran. Mereka yang menjaga puasa dengan sungguh-sungguh, disebut membunyikan gong pada waktu yang berbeda dalam sehari, khususnya saat masuk lima waktu salat.

Dari pengamatan Adriani dan Kruyt ini, kita melihat bahwa masyarakat di masa lalu memahami hakikat dari puasa Ramadan, yakni pengendalian diri untuk mengangkat derajat dan hakikat diri sebagai manusia. Keberhasilan dalam pengendalian diri lewat puasa ini, dimaknai dengan ungkapan kembali bersih atau kembali fitrah, setelah Ramadan berakhir.

Safria Andy menjelaskan, pengendalian diri merupakan kesabaran dalam menahan muatan kemauannya yang berlebihan, karena sabar adalah bagian dari puasa. Pengendalian diri menuju kesabaran dalam menahan diri dari muatan kemauan manusia yang berlebihan, adalah dilandasi oleh niat.

Niat, yaitu perbuatan yang diniatkan karena Allah tulis Safria, merupakan kajian pokok dalam membawa seorang yang berpuasa pada maqam atau kedudukan bertakwa, karena dilandasi oleh keimanan dan ia siap untuk diperintah oleh Allah yang Maha Rahman. Orang yang beriman akan terlihat, manakala ia siap menerima perintah dari Tuhannya, tanpa memandang berat atau ringannya perintah tersebut, dan hal itu dinyatakan sebagai wujud kepatuhan dan bukti keimanan.

Niat juga merupakan penjelasan nyata kepada seorang hamba untuk mampu berbuat tanpa ada rasa ragu dan takut, sebab niatnya kepada Allah sebagai Tuhannya telah menghapuskan keraguan dan ketakutan sehingga setiap perbuatannya hadir dengan kecintaan.

Namun dalam pelaksanaannya, karena tidak mampu memahami secara umum syariat pelaksanaan puasa Ramadan, banyak yang kemudian salah kaprah bahwa menelan air liur misalnya dapat membatalkan puasa atau misalnya berkeringat mencemari ibadah puasa.

Selain itu, banyak juga yang menganggap, melaksanakan puasa hanya beberapa hari saja di bulan Ramadan, sudah merupakan bagian dari keseluruhan ibadah puasa Ramadan, sehingga muncul aturan-aturan baru yang dibuat sendiri oleh masyarakat, misanya berpuasa hanya di 4 hari awal Ramadan, pertengahan bulan Ramadan, bahkan berpuasa hanya untuk beberapa hari di awal dan di akhir bulan Ramadan.

Walaupun waktu terus berputar, hakikat pelaksanaan puasa sebagai sarana pengendalian diri menuju hakikat manusia seutuhnya, tidak lekang oleh waktu. Semoga momen Ramadan ini membentuk pribadi kita sebagai hamba yang melaksanakan perintah-Nya dengan dilandasi keimanan, dan kecintaan kepada-Nya. ***   

 

Post a Comment

0 Comments