Java Bode dan Bencana 20 Mei 1938

Java Bode dan Bencana 20 Mei 1938

 

Foto: Haagsche courant edisi 17 Juni 1938

Selama ini, episentrum gempa bumi yang menyebabkan tsunami di dua wilayah sekaligus, masing-masing di pesisir barat dan timur leher pulau Sulawesi, pada tanggal yang sama, 20 Mei 1938, masih menjadi perdebatan. Sejumlah surat kabar berbahasa Belanda di masa itupun, hanya menjelaskan mengenai dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi dan tsunami di dua tempat tersebut.

Salah satu surat kabar berbahasa Belanda saat itu, Java Bode, memberikan laporan panjang tentang gempa bumi yang disebut melanda sebagian Celebes (Sulawesi) tersebut. Laporan Java Bode ini sendiri, dikutip oleh berbagai surat kabar lainnya saat itu, termasuk Haagsche courant.

Pada edisi 17 Juni 1938, Haagsche courant merilis penjelasan panjang Java Bode tersebut, dengan judul De aardschokken op Celebes (Gempa bumi di Celebes) dan sub judul Een overzicht van de aangerichte verwoestingen (Gambaran dari kehancuran tersebut).

Laporan panjang ini terdiri dari tiga bagian, bagian pertama menjelaskan tentang tindakan bantuan (de hulp-acties), bagian kedua menjelaskan mengenai gelombang pasang/tsunami (de vloedgolf). Sedangkan bagian ketiga menjelaskan mengenai banyaknya ternak yang tenggelam atau hanyut (veel vee verdronken).

Pada bagian pertama laporan ini, tim Java Bode menjelaskan, mereka tiba di Donggala pukul 01.20 malam, pada 19 - 20 Mei 1938. Mereka melaporkan, gempa bumi yang hebat terasa. Di distrik Tawaeli Selatan, 24 rumah roboh dan dua belas lainnya miring.

Mereka juga melaporkan, gelombang pasang (tsunami) yang mencapai seratus meter ke darat, menyeret empat belas rumah di Mamboro. Seorang wanita Cina yang sudah menikah, dilaporkan  tewas akibat tsunami tersebut.

Selanjutnya, antara kilometer 45 dan 46 di jalur Paloe (Palu) – Tawaeli, dua buah jembatan hancur. Pada saat itu dilaporkan, belum ada pesan yang diterima dari Sirendja (Sirenja) dan N. Banawa (Banawa Utara, wilayah Balaesang ke atas), maupun dari Onderafdeeling Parigi dan Toli-Toli.

Menurut Gezaghebber Paloe (Palu), gempa bumi yang hebat juga dirasakan di sana. Sebanyak enam puluh rumah roboh di Palu dan sekitarnya, namun tidak ada laporan korban jiwa. Saluran air rusak parah, dan hubungan dengan Kulawi terputus. Dilaporkan, guncangan ringan masih terasa di Donggala pada 20 Mei.

Kemudian, pada malam hari Kamis hingga Jumat (19-20 Mei 1938), ternyata gempa hebat juga melanda onderafdeeling Parigi, dengan sangat parah. Menjelang pukul 01.00, getaran pertama terasa, diikuti guncangan hebat, yang berlangsung sekitar lima menit. Guncangan masih terpantau hingga sore hari berikutnya.

Pada bagian kedua laporan ini menjelaskan, gempa dahsyat (di Onderafdeeling Parigi) itu, diikuti gelombang pasang, yang menurut saksi mata tingginya 2 sampai 3 meter, di mana air mengalir ke daratan hingga seratus meter.

Dari Toriboeloe (Toribulu) hingga Parigi, sekitar 450 rumah roboh dan seratus lainnya miring. Akibat runtuhnya rumah, satu orang terluka parah, sementara belasan lainnya menderita luka ringan.

Java Bode juga melaporkan, delapan orang hilang karena gelombang pasang, di mana kemudian tiga jenazah ditemukan. Di antara Ampibabo dan Parigi, gelombang pasang disebut telah mendatangkan malapetaka, di mana gempa itu juga yang terparah berdampak di sana. Jalan dari Toribulu rusak parah dan terdapat ratusan retakan yang tegak lurus dan sejajar dengan garis pantai.

Pantai di lokasi ini sendiri dilaporkan telah surut di banyak tempat. Hampir semua jembatan hancur, karena abutment (kepala jembatan) nya retak atau roboh. Di banyak tempat, lumpur berwarna abu-abu atau kuning keluar dari dalam tanah.

Mereka juga melaporkan, di Parigi, selain banyak rumah warga, sekolah negeri dan rumah lanskap juga roboh. Gudang Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), perusahaan pelayaran kerajaan dan dermaga rusak berat, rumah Gezaghebber, kantor lanskap, dan banyak bangunan lanskap juga mengalami kerusakan.

Selanjutnya, jalan pegunungan dari Toboli ke Goenoeng (Gunung) Toboli, yang berada pada kilometer 87, rusak parah oleh penurunan permukaan tanah dan endapan batuan berat (longsor). Ruas jalan yang dimaksud, dilaporkan hanya bisa dilalui dengan susah payah, yaitu dengan merangkak.

Java Bode juga melaporkan, penduduk di daerah yang terdampak bencana, berperilaku cukup tenang dan santai. Dalam konsultasi dengan kepala kampung, tindakan segera diambil untuk menyediakan tempat tinggal dan makanan bagi mereka yang kehilangan rumahnya.

Selain itu dilaporkan, di Parigi semua lemari obat tumbang dan hancur, sehingga obat-obatan dan perban harus diminta dari Palu.

Pada bagian terakhir, laporan ini menjelaskan mengenai banyaknya ternak yang tenggelam. Mereka menyebut, pada saat mengirimkan laporan yang bersangkutan, kerusakannya masih dinilai, tetapi sudah bisa dikatakan sangat besar. Cukup banyak ternak yang tenggelam dan puluhan ribu batang kelapa telah hanyut.

Setelah mengatur bantuan di Parigi, Gezaghebber ke Tinombo, namun belum ada laporan yang diterima dari sana. Komunikasi telegraf dengan Donggala juga dilaporkan terputus.

De waarnemend - resident (penjabat residen), Reuvers, mengambil langkah untuk mempelajari situasi di tempat dan memberikan bantuan. Senin, 23 Mei 1938 pukul 18.00, ia dilaporkan berangkat dengan kapal pemerintah Reiger, ke daerah-daerah yang dilanda gempa dan gelombang pasang, didampingi oleh kepala polisi, dokter pemerintah, kepala pelabuhan, dua mantri perawat, dua kepala kampung. petugas polisi, 15 petugas polisi lapangan dan seorang fotografer.

Pada 27 Mei dilaporkan, gempa bumi masih belum berhenti di Parigi. Jumlah korban tewas sudah lebih dari dua puluh orang. Ini adalah bencana kedua terbesar setelah bencana Kakas tahun 1932, dan dilihat sebagai bencana paling serius yang melanda Residen Menado sejak saat itu. ***

Post a Comment

0 Comments