HARU – Pencipta sekaligus arranger Hymne Untad, Drs Apoly Bala,
tidak kuasa menahan
haru, saat menerima piagam penghargaan
yang diberikan oleh
Rektor Universitas Tadulako (Untad),
Prof Dr Ir Muh Basir,
SE, MS, Senin (20/8/2018). FOTO: JEFRI/MS
|
Sosok pria berperawakan kecil, berjalan
pelan menuju panggung, begitu pemandu acara menyebut namanya dan
mempersilahkannya naik ke atas panggung. Pria dengan uban keperakan yang menutupi
hampir seluruh rambutnya ini, mengenakan setelan jas hitam dengan kopiah motif
tenun khas Nusa Tenggara Timur (NTT).
Di atas panggung, tampak Rektor
Universitas Tadulako (Untad), Prof Dr Ir Muh Basir, SE, MS, bersiap
menyambutnya. Hari itu, Senin (20/8/2018), bertepatan dengan puncak peringatan
Dies Natalis ke-37 Untad, yang dirangkaikan dengan pelaksanaan wisuda sarjana
ke-93 dan pengukuhan dua guru besar Fakultas Teknik Untad.
Dipandu oleh pemandu acara,
Rektor Untad, Prof Muh Basir menyerahkan piagam penghargaan kepada pria
tersebut. Saat menerima piagam penghargaan tersebut, bola mata pria bernama
lengkap Drs Apoly Bala, MPd tersebut seketika basah dan berkaca-kaca. Dirinya
tidak kuasa menahan haru, dengan apresiasi yang begitu tinggi terhadap karya
gubahannya, yang ternyata selama 35 tahun terakhir mewarnai perjalanan sejarah
Untad, hingga saat ini.
Siapakah Apoly Bala? Karya apakah
yang dihasilkannya sehingga mendapat apresiasi begitu tinggi dari Untad?
Apoly Bala, lelaki kelahiran
Lembata, salah satu kabupaten di Provinsi NTT, 4 Mei pada 73 tahun silam
tersebut, merupakan pencipta lagu dan syair Hymne Untad. Karya tersebut kembali
ditemukannya setelah 35 tahun berselang, lewat sebuah peristiwa yang tidak
disengaja.
Mantan dosen Universitas Katolik
Widya Mandira Kupang ini menceritakan, pada sekitar tahun 1982, dirinya melihat
pengumuman sayembara Hymne Untad di salah satu koran nasional. Dirinya yang
memang sering menggubah lagu, tertarik untuk mengikuti sayembara tersebut.
“Saya lupa koran apa yang
mengumumkan sayembara tersebut. Seingat saya, pada saat itu cuma dua koran yang
ada di Kupang, yaitu koran nasional Kompas dan koran lokal Pos Kupang. Karena
sayembaranya bersifat nasional, saya pikir tidak mungkin terbit di media lokal,
sepertinya memang terbit di Kompas. Sayembara ini seingat saya dilaksanakan
sesudah pelaksanaan wisuda perdana Untad tahun 1981, karena setelah wisuda
tersebut, dirasa perlu untuk adanya sebuah hymne,” ujar Apoly.
Tidak butuh waktu lama baginya
untuk menggubah lagu dan syair Hymne Untad tersebut. Setelah karya gubahannya
selesai, karya tersebut dikirimkan via pos kepada panitia. Apoly mengatakan,
dirinya juga mengkliping pengumuman sayembara tersebut.
“Dulu saya sempat kliping
pengumuman sayembarannya, namun karena tidak ada kepastian tentang hasil
sayembaranya, kliping tersebut kini sudah entah di mana,” sesalnya.
Apa yang diceritakan Apoly memang
terjadi, selepas dirinya mengirimkan naskah lagu dan yair Hymne Untad beserta
riwayat hidupnya kepada panitia sayembara, hingga 35 tahun berselang, tidak ada
secuilpun kabar tentang hasil sayembara tersebut. Dirinya pun baru mengetahui
jika lagu gubahannya tersebut digunakan oleh Untad selama 35 tahun terakhir,
setelah tanpa sengaja anak bungsunya menemukan syair Hymne Untad ciptaannya,
tertera dalam Statuta Untad.
“Anak bungsu saya yang sekarang
sedang kuliah di Universitas Indonesia (UI), pada 2017 lalu, iseng mengetik
nama saya pada mesin pencarian Google. Tanpa sengaja, dia menemukan nama saya
tercantum dalam syair Hymne Untad yang ada di pasal 6 Peraturan menteri Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) No 8 tahun 2015 tentang
Statuta Universitas Tadulako,” jelasnya.
Dalam lampiran pasal 6 Statuta
Untad tersebut, memang tertulis nama Apoly Bala sebagai pencipta lagu dan
syair, sementara pada aransemen tercantum nama DN Kumontoy. Sontak, si anak
bungsu langsung mengontak Apoly untuk memberitahukan hal tersebut.
“Setelah saya dengar infonya,
saya minta dia cetak isi lengkap statuta tersebut. Saat pulang untuk liburan
Natal 2017, salinan statuta tersebut diserahkannya ke saya dan ternyata setelah
saya cek, syair dan lagu tersebut memang yang saya buat puluhan tahun lalu,”
ujarnya.
Mengetahui karyanya digunakan
oleh Untad, pada Januari 2018, Apoly mengirimkan surat klarifikasi yang
dikirimkan oleh anaknya ke email Rektor Untad. Namun selang beberapa bulan,
email tersebut tidak direspon. Akhirnya pada sekitar bulan Maret atau April,
dengan isi surat yang sama, Apoly mengirimkan secara fisik ke alamat kampus
Untad.
“Dalam surat tersebut, saya
lampirkan riwayat hidup (CV), identitas, serta karya-karya yang pernah saya
hasilkan,” ujarnya.
Lanjut Apoly, ketika surat fisik
dikirim, selang beberapa hari kemudian, balasan surat tersebut datang. Dirinya
mengaku ditelepon oleh Pak Yos dari Untad, yang ternyata berasal dari daerah
yang sama dengannya di Lembata. Pada kontak terakhir Juni 2018 lalu, meneruskan
pesan Rektor Untad, Yos bertanya kepada Apoly, apakah ingin datang ke Palu pada
pelaksanaan wisuda 5 Juli lalu, atau pada peringatan Dies Natalis ke-37 Untad,
20 Agustus.
“Saya jawab, kalau bulan Juli saya
belum siap. Saya putuskan datang pada peringatan Dies Natalis Untad,” ujarnya.
Tiba di Palu pada 8 Agustus,
Apoly dipertemukan dengan Rektor Untad. Dalam pertemuan tersebut kata dia, Rektor
mengaku menerima dua surat tersebut.
“Saya awalnya bertanya-tanya ada
beberapa kemungkinan, bisa saja dulu pihak Untad yang lalai, atau surat pemberitahuan
sudah dikirim, tapi tidak sampai ke tangan saya,” ujarnya.
Pada momen pertemuan tersebut,
Rektor secara pribadi dan atas nama institusi meminta maaf secara langsung
kepada Apoly. Rektor bahkan segera membentuk tim khusus untuk menyelidiki hal
tersebut.
“Kesan saya saat bertemu langsung
pak rektor, orangnya sangat luar biasa, sangat objektif. Dia mengatakan kepada
saya, lagu tersebut adalah lagu yang monumental dan sampai kapanpun akan jadi
identitas kampus. Sama seperti yang dikatakan Pak Yos waktu pertama kali
mengontak saya, bahwa lagu saya tersebut sangat populer di Untad,” urainya.
Untuk menyelidiki terkait sejarah
Hymne Untad tersebut Apoly dibawa oleh Yos menemui salah seorang mantan
Pembantu Rektor II Untad di tahun 1980an. Dari pertemuan tersebut, mantan PR II
Untad tersebut menjelaskan, pernah PR II Untad tersebut dalam suatu kesempatan
di tahun 1980an, bertemu dengan Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana),
bernama Frans.
“Dalam pertemuan tersebut, dia
(PR II Untad red.) sempat mencari orang yang menang sayembara hymne tersebut.
Rektor Undana menanyakan siapa namanya, namun dia ternyata lupa nama
pemenangnya. Jika pertemuannya pada 1980an, kemungkinan Rektor Undana yang
ditemuinya adalah Prof Frans Likadja dan pertemuannya menurut saya mungkin
belum berselang lama setelah sayembara,” jelsnya.
Mantan PR II Untad tersebut kata
dia, juga menyebutkan jika karya yang saya kirim waktu itu hanya lagu dan
syair, sehingga anggapan saya jika dulu saya juga mengirim aransemen lagunya,
harus dikaji kembali, karena baik saya maupun pihak Untad, tidak lagi memiliki
data terkait hal tersebut.
Terkait penghargaan yang
diterimanya, Apoly mengaku senang karyanya ternyata digemari orang. Hal ini
kata dia, juga menjadi motivasi baginya untuk berkarya, untuk membuat orang
lain merasa senang, apalagi kata dia ini untuk lembaga.
“Harapan saya untuk Untad, sudah
tersirat dalam syair lagu ini. karena syair lagu ini berisi pesan dan doa serta
harapan yang dibungkus dengan lagu, agar gaungnya sampai kepada pendengarnya,”
ujarnya.
Tertarik Pada Kata Tadulako
Lirik Hymne Untad yang digubah oleh Apoly Bala, sebagaimana tercantum dalam pasal 6 Statuta Untad. FOTO: REPRO JEFRI |
Apoly mengisahkan, saat melihat
pengumuman sayembara tersebut, hal yang menarik baginya justru adalah kata Tadulako
pada nama universitasnya. Mengapa menarik, karena dalam bahasa daerahnya, kata Tadulako
ini terdiri dari dua kata yaitu Tadu yang berarti tinju dan Lako artinya musang
hutan.
“Karena penasaran dengan nama
itu, saya seperti terinspirasi untuk membuat lirik dan melodinya,” kisahnya.
Lanjut Apoly, karena lagu ini
bentuknya hymne, dirinya memahami bahwa hymne ini lagu pujian, di mana di dalam
pujian tersebut, ada salah satu unsur penting yaitu doa. Makanya kata dia,
bait-bait awal hymne tersebut dimulai dengan ungkapan doa.
“Lagu ini dibagi dalam tiga
bagian, di mana masing-masing dua baris. Bagian pertama isinya doa kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, bagian kedua berisi misi perguruan tinggi, sedangkan bagian
ketiga berisi pujian kepada almamater,” jelasnya.
Hymne tersebut kata ayah tiga
anak ini, memiliki unsur religius. Hal ini menurut dia, karena kita sebagai
manusia, sadar usaha tanpa adanya campur tangan tuhan tidak berarti.
Lagu ini sendiri kata dia, pengerjaannya
lumayan cepat, karena inspirasinya langsung muncul. Adapun saat itu, Apoly
telah sebagai dosen dan pegawai di Universitas Kristen Widya Mandira.
Adapun saat bertemu dengan Rektor
Untad pada 8 Agustus lalu, Apoly sempat menanyakan langsung apa arti Tadulako.
Dari rektor dan beberapa pihak lainnya, dirinya mendapatkan jawaban bahwa
istilah Tadulako lekat dengan jiwa kepemimpinan, utamanya kepemimpan yang
bersifat kolektif.
“Jika memang demikian maknanya,
maka mestinya melalui institusi ini, mahasiswa harus belajar menjadi pemimpin
di masyaraat. Untad ini sebenarnya adalah perguruan tinggi yang memimpin dan
mendidik calon pemimpin, sehingga untuk itu, Untad wajib menggali nilai budaya
dan makna serta ciri khas Tadulako untuk diaplikasikan kepada mahasiswanya,”
ujarnya.
Untuk mengisi hari tuanya di usia
yang kini menginjak 73 tahun, Apoly lebih banyak menghabiskan waktu berkumpul
bersama keluarga di kediamannya di Jalan Nangka, Kelurahan Oeba, Kecamatan Kota
Lama, Kota Kupang. Mantan Pembantu Rektor I Universitas Katolik Widya Mandira
ini telah pensiun sebagai ASN sejak 2010 dan kini menikmati keseharian di dunia
yang bersentuhan dengan musik, serta mengurusi Paduan Suara Sekarsari yang dibinanya
sejak puluhan tahun. ***
8 Comments
Kangen dan sayang Bapa Apoly Bala, saya anggota Sekar Sari tahun 1992-1999. Beliua memang komponis yang luar biasa, bukan hanya memimpin tetapi secara tidak langsung menjadikan kami pun bisa memimpin lagu. Semoga Tuhan selalu memberkati dan melindungin beliau. Salamku!
ReplyDeleteNofendi Londa, Maumere
Bapak yang terbaik untuk musik Liturgi Gereja Katolik.
ReplyDeleteBangga bisa belajar langsung pada Bapak di PS. Sekarsari.
Sukses dan bahagia selalu Bapak dan Guruku.
Tuhan memberkati Bapak dan Keluarga.
Terima kasih Penulis. Sukses ya.
Bapak yang terbaik untuk musik Liturgi Gereja Katolik.
ReplyDeleteBangga bisa belajar langsung pada Bapak di PS. Sekarsari.
Sukses dan bahagia selalu Bapak dan Guruku.
Tuhan memberkati Bapak dan Keluarga.
Terima kasih Penulis. Sukses ya.
Nama Apoly Bala untuk masyarakat NTT sudah menjadi legenda.
ReplyDeleteKarya-karya beliau turut membangun perkembangan dan proses pemanusiaan masyarakat NTT.
HE IS A TRUE LEGEND.
Tetap sehat Opa.
Tuhan memberkati.
Nama Apoly Bala untuk masyarakat NTT sudah menjadi legenda.
ReplyDeleteKarya-karya beliau turut membangun perkembangan dan proses pemanusiaan masyarakat NTT.
HE IS A TRUE LEGEND.
Tetap sehat Opa.
Tuhan memberkati.
Rip. Selamat jalan Bpk. Apoly Balla. Beristirahatlah dengan tenang di Sorga. Semoga semua amal baik dan karyamu menjadi berkat bagi semua manusia yang masih hidup di muka bumi ini. Tuhan menyambutmu di dalam pangkuan Sorgawi
ReplyDeleteLuar biasa sang maestro Bpk Apolo Bala
ReplyDeleteTerima kadih Bapa. Jasamu besar. Semoga beristirahat dalam damai. 24 Januari 2020, petualanganmu purna
ReplyDelete