Usulan pembentukan Kabupaten Donggala Utara yang telah disetujui oleh DPRD Kabupaten Donggala menuai sejumlah kritikan dari masyarakat, khususnya yang bermukim di ibukota Donggala dengan berbagai opini. Salah satunya terkait dengan pemakaian nama Donggala yang dinilai tidak tepat.
Alasan yang paling mendasar, jika dilihat dari asal-usul (historis) nama Donggala sendiri cakupan wilayahnya di seputaran Kecamatan Banawa. Menurut Abdullah Yahya, nama Donggala Utara sebaiknya diganti saja dengan salah satu nama daerah yang ada di Donggala Utara, misalnya menjadi Kabupaten Balaesang, Dampelas, dan Sojol atau disingkat BADAMSOL atau salah satu dari nama tersebut untuk dijadikan nama kabupaten.
Asumsi tersebut didasarkan pada contoh seperti nama Kabupaten Parigi Moutong (Parmout) ketika mekar dari Donggala, mereka tidak menggunakan nama Donggala Timur. Demikian juga dengan Kabupaten Sigi yang tidak menggunakan nama Donggala Selatan.
Jika dilihat dari aspek historis, wilayah dengan 5 (lima) kecamatan yaitu Balaesang, Balaesang Tanjung, Dampelas, Sojol, dan Sojol Utara ini merupakan bekas wilayah “kekuasaan vazal” Kerajaan Banawa. Konsep wilayah pemekaran dengan 5 (lima) kecamatan ini jelas rasional secara historis.
Penamaan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Donggala tersebut perlu ditinjau kembali. Nama Donggala Utara secara historis tidak sesuai dengan konsep kewilayahan daerah pemekaran tersebut. Perlu telaah lebih lanjut dari para ahli misalnya sejarawan untuk merumuskan nama yang tepat bagi kabupaten baru tersebut.
Diskusi menanggapi artikel tersebut yang dilaksanakan di Pusat Penelitian Sejarah Universitas Tadulako melahirkan beberapa nama yaitu Kabupaten Kaluku, Kabupaten Pantai Barat-Utara dan lain-lain. Penamaan tersebut didasarkan pada beberapa asumsi dasar.
Nama Kabupaten Kaluku didasarkan pada kenyataan bahwa komoditas utama daerah pemekaran tersebut adalah kelapa (bahasa kaili: kaluku). Kelapa diproduksi menjadi kopra (smokol) yang merupakan komoditi primadona di kawasan tersebut. Bahkan wilayah Balaesang dan Sojol pernah terkenal dengan kasus penyelundupan kopranya ke daerah Tawau, Malaysia.
Penamaan Kabupaten Pantai Barat-Utara didasarkan pada kenyataan bahwa wilayah pemekaran ini masuk kedalam konsep kewilayahan yang dinamakan “Pantai Barat”. Wilayah Pantai Barat tebentang dari Kecamatan Tanantovea sampai Kecamatan Sojol Utara. Secara geografis, wilayah Balaesang sampai Sojol terletak di bagian utara wilayah Pantai Barat. Hal itulah yang mendasari penamaan Kabupaten Pantai Barat-Utara
Haliadi, Sejarawan Universitas Tadulako, merumuskan sebuah nama untuk daerah pemekaran tersebut. Nama yang beliau usulkan adalah Kabupaten Balaesang-Sojol. Penamaan ini dilatarbelakangi oleh kajian historis bahwa wilayah Balaesang sampai dengan Sojol merupakan bekas wilayah “kekuasaan vazal” Kerajaan Banawa. Di wilayah tersebut pernah berdiri dua kerajaan besar yaitu Kerajaan Balaesang dan Kerajaan Sojol.
Penamaan ini dengan catatan wilayah Dampelas dijadikan ibukota Kabupaten dengan status Kotamadya. Menurut Haliadi, wilayah Dampelas yang terletak di antara Balaesang dan Sojol, sangat strategis untuk dijadikan sebagai ibukota kabupaten. Wilayah kecamatan Dampelas menurutnya dapat dijadikan Kotamadya dengan Sabang sebagai pusat kotanya.
Jika dilihat secara mendalam, konsepsi yang dikemukakan oleh Haliadi menjadi konsepsi yang paling rasional secara historis maupun geografis. Tapi tentunya usulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai nama kabupaten baru. Perlu penelitian lebih lanjut tentunya untuk mengkaji usulan tersebut. Selain itu, usulan lainnya juga diharapkan untuk lebih memperkaya wacana tentang penamaan kabupaten baru tersebut.
Usulan pembentukan kabupaten baru ini merupakan angin segar bagi keberlangsungan pembangunan daerah yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat dan kemudahan akses bagi masyarakat. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “apalah arti sebuah nama”. Harapan akan kesejahteraan masyarakat dan kemudahan akses jelas lebih utama dari sekedar sebuah nama. Namun, sebuah nama mencerminkan sebuah identitas. Identitas tersebut dapat berupa identitas yang mengandung aspek kesejarahan dan kelokalan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah (masa lalu) nya. Pepatah ini harus terus diingat dan diamalkan karena “lupa sejarah sama dengan lupa identitas”.
Jefrianto (Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Tadulako, berasal dari Kecamatan Balaesang)
0 Comments