Organisasi adalah wadah untuk menyalurkan aspirasi dan pendapat. Salah satu jenis organisasi adalah organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan terbagi atas dua yaitu; organisasi ekstra kampus dan organisasi intra kampus. Organisasi ekstra kampus adalah organisasi yang berbasis di luar kampus yang memiliki 3 ciri yaitu 1) bersifat terbuka, 2) pusat kegiatannya berada di luar kampus, dan 3) sifat keanggotaannya konsensus dan kesamaan ideologi. Organisasi mahasiswa ekstra kampus memiliki 4 gerakan yang dijadikan sebagai landasan geraknya yaitu; 1) gerakan politik (berafiliasi dengan golongan-golongan), 2) gerakan sosial (menjadi motor penggerak terhadap ketimpangan-ketimpangan sosial), 3) mencetak intelektual (mengadakan seminar-seminar dan kajian ilmiah), dan 4) menjaga ideologi (leadership confrencee contohnya baiat, kurpol, LK dll). Hal tersebut berbeda dengan organisasi intra kampus yang memiliki 3 sifat dasar yaitu; 1) pusat dan segala kegiatannya di kampus, 2) landasan gerakannya adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan 3) menomor satukan gerak intelektual.
Tetapi saat ini banyak organisasi ekstra kampus yang mencoba menjadikan organisasi intra kampus sebagai “tunggangan” politik. Hal ini tentu saja mengancam eksistensi organisasi intra kampus sebagai organisasi yang mengutamakan intelektual. Dengan manuver dari organisasi ekstra kampus di dalam tubuh organisasi intra kampus, gerakan utama organisasi intra kampus yang ditujukan untuk intelektual berubah menjadi tujuan-tujuan politik. Hal ini juga biasa disebut dengan politik aliran atau politik ideologi. Kenyataan ini tentu saja mengkhawatirkan karena jika pengaruh dari organisasi ekstra kampus terlalu kuat masuk dalam organisasi intra kampus, citra organisasi intra kampus akan berubah dari organisasi berbasis intelektual menjadi organisasi yang berbasis politik. Akibat lainnya adalah mandeknya proses regenerasi di dalam tubuh organisasi intra kampus karena kurangnya kader yang dihasilkan. Penyebab semua ini adalah adanya perang kepentingan di dalam organisasi intra kampus. Perang kepentingan yang muncul dalam organisasi intra kampus adalah perebutan kekuasaan dan mencari perhatian dari wanita.
Perang kepentingan tersebut melahirkan orang-orang yang apatis, skeptis, bahkan cenderung statis. Apatis disini adalah munculnya sikap “masa bodoh” terhadap keadaan organisasi intra kampus dan kader-kader di dalamnya karena lebih mementingkan tujuan-tujuan politik dan kekuasaan. Skeptis disini adalah tidak mampu mengambil keputusan dengan tegas dikarenakan ketidakmampuan untuk mengeksplorasi kemampuan berpikirnya karena selama berorganisasi hanya menjadi tunggangan politik dan tidak sadar bahwa tujuan utama organisasi intra kampus adalah intelektual. Statis disini adalah perkembangan intelektual yang jalan di tempat.
Oleh karena itu sudah saatnya kita menyadari dan waspada terhadap manuver-manuver politik dari organisasi ekstra kampus tersebut. Kita harus menghentikan dan menolak hegemoni organisasi ekstra kampus di dalam tubuh organisasi intra kampus. Selama hegemoni organisasi ekstra kampus masih merasuki tubuh organisasi ekstra kampus, maka jangan harapkan perubahan yang berarti dapat terjadi di dalam tubuh organisasi intra kampus karena tujuannya telah bergeser dari tujuan intelektual ke tujuan politik.
Organisasi intra kampus harus lebih profesional dan mandiri agar tidak menjadi tunggangan politik organisasi luar kampus. Hal tersebut dapat dicapai dengan pengembangan keilmuan untuk mewujudkan kader yang intelek sesuai dengan bidang ilmunya. Pengembangan keilmuan tersebut dapat berupa pendidikan khusus, seminar-seminar dan kajian ilmiah. Organisasi intra kampus sudah selayaknya mengutamakan intelektual kader-kadernya agar proses regenerasi di tubuh organisasi dapat berlangsung dengan baik dan agar terwujud mahasiswa sebagai kader yang dapat menjadi opinion maker dan opinion leader sehingga slogan bahwa mahasiswa sebagai “agen of change” bukan hanya sekedar isapan jempol belaka.
0 Comments