Seharusnya
hal-hal seperti ini tidak akan terjadi bila kita mampu memanage diri untuk
senantiasa kritis dan cermat dalam menanggapi perbedaan-perbedaan yang muncul
saat ini. Seyogyanya generasi muda bangsa ini meneladani bahkan mungkin
mencontoh semangat dan idealisme dari para tokoh-tokoh generasi muda yang
berjuang membangun dan memajukan bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik.
Kita patut mengingat dan mengenang bagaimana kaum muda Indonesia berjuang demi
perubahan di negeri ini. Dari tahun 1908 ditandai dengan berdirinya Budi Utomo,
Tahun 1928 ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda, Tahun 1945 ditandai dengan
penculikan Ir. Soekarno-Moh. Hatta ke Rengasdengklok yang akhirnya berujung
pada proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Tahun 1966 ditandai dengan
Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang menuntut pembubaran PKI, pembersihan kabinet
dari unsur-unsur PKI, dan penurunan harga barang-barang kebutuhan pokok, Tahun
1998 Ditandai dengan lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden dan
awal orde reformasi yang berlangsung hingga saat ini.
Saat
ini mahasiswa tak ubahnya seperti “macan yang kehilangan taringnya” yang hanya
bisa bicara tanpa tindakan untuk mencapai suatu perubahan. Hanya segelintir saja yang masih berjuang
demi kepentingan rakyat. Itupun perjuangannya sudah tidak segarang saat
mahasiswa menggulingkan kekuasaan Soeharto pada tahun 1998. Gerakan mahasiswa
saat ini gagal karena kurang matangnya persiapan. Faktanya, sangat jarang
gerakan mahasiswa yang berhasil menghadirkan perubahan yang berarti sejak 1998.
Ini disebabkan kurangnya pemahaman mahasiswa tentang apa dan bagaimana gerakan
mahasiswa itu dijalankan. Umumnya, aktivis mahasisiswa berpendapat bahwa
gerakan mahasiswa identik dengan kekerasan seperti peristiwa 1966 dan 1998,
padahal gerakan mahasiswa tidak selamanya dijalankan dengan cara kekerasan.
Kita patut mencontoh Soekarno yang berjuang lewat tulisan dan PNI-nya atau Soe
Hok Gie dengan tulisan-tulisannya yang kritis atau bahkan Iwan Fals dan Slank
dengan musiknya.
Seharusnya,
gerakan mahasiswa saat ini dapat lebih menancapkan taringnya di Indonesia
setelah rezim Orde Baru yang otoriter yang mengekang kebebasan berpendapat
tumbang. Mahasiswa saat ini harus pandai-pandai menyusun gerakan yang
benar-benar ditujukan untuk perubahan bangsa, minimal di tingkatan kampus.
Saatnya gerakan-gerakan tersebut diarahkan dan di-manage dengan lebih baik, dan
yang harus diperhatikan lebih dalam menyangkut masalah pembinaaan dan
pengkaderan. Pembinaan dan pengkaderan yang baik dan terstruktur akan menghasilkan
kader-kader yang memiliki semangat juang dan intelektualitas yang dapat
diandalkan untuk menunjang gerakan mahasiswa.
Perlu
dicatat bahwa perubahan yang bersifat revolusi sangat riskan terjadi di negara
yang punya budaya yang telah mengakar dan mendarah daging seperti Indonesia.
Perubahan yang dilakukan harus perlahan-lahan dan memakan waktu cukup lama
(evolusi). Perubahan yang cepat pada negara yang budayanya mengakar kuat
berpotensi menimbulkan kontradiksi yang memicu perpecahan dan pertikaian.
Dari
masa pergerakan, masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan orde reformasi,
ide-ide mengenai revolusi telah lahir dari beberapa tokoh politik negeri ini,
antara lain; Tan Malaka, Sutan Syahrir, Soekarno, D. N. Aidit, Musso, Semaun,
dan masih banyak lagi. Ide-ide tersebut lahir atas dasar pemikian dan keinginan
akan adanya perubahan yang signifikan dan menyeluruh dalam setiap aspek
kehidupan di Negara ini. Penulis lebih banyak menyebutkan nama-nama tokoh
berhaluan “kiri” (komunis/sosialis) sebagai pencetus ide-ide tentang revolusi
dengan alasan bahwa merekalah orang-orang yang paling gencar menanamkan ide
revolusi di tanah air dengan cara apapun (kecuali Tan Malaka dan Sutan
Syahrir).
Mereka berpendapat bahwa revolusi merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai kemapanan suatu bangsa, tentu saja revolusi dalam segala bidang sesuai dengan konsep dan perspektif ideologi yang mereka anut yaitu aliran “kiri” (marxis-leninis).
Mereka berpendapat bahwa revolusi merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai kemapanan suatu bangsa, tentu saja revolusi dalam segala bidang sesuai dengan konsep dan perspektif ideologi yang mereka anut yaitu aliran “kiri” (marxis-leninis).
Kembali ke gerakan mahasiswa, ide-ide revolusi itu juga berkembang di
lingkungan kampus. Mereka menginginkan perubahan terhadap tatanan kehidupan
baik itu di lingkungan kampus, masyarakat, dan Negara. Perubahan yang dimaksud
adalah perubahan konsep dan perspektif secara menyeluruh terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan paham yang mereka anut. Tak jarang,
mereka juga berbenturan kepentingan dengan organisasi kampus lainnya yang
bersifat lebih moderat. Benturan-benturan ini akibat dari muculnya
dikotomi-dikotomi baik mengenai konsep, perspektif bahkan pada hal yang paling
dasar yaitu perbedaan prinsip, motto, ideologi dan metode.
0 Comments