Beberapa
hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 22 Desember, kita memperingati Hari Ibu.
Di televisi, radio, koran, majalah, bahkan media sosial, momen Hari Ibu
menjadi tajuk berita. Ucapan selamat
Hari Ibu dan foto-foto selfie bersama ibunda tercinta pun bertebaran di media
sosial seperti facebook, twitter, path, instagram, dan lain-lain.
Respon
berbagai kalangan dalam menyambut momen Hari Ibu pun beragam. Ada yang
menyambut dengan suka cita, ada yang mengumpat dan menghubungkan dengan tradisi
barat, ada pula yang acuh dan menganggapnya biasa-biasa saja.
Sejarah
Perayaan Hari Ibu di berbagai negara
Sebuah
situs website mempublish sebuah artikel yang isinya menceritakan perihal asal
muasal perayaan Hari Ibu di seluruh dunia. Di sebagian negara Eropa dan Timur
Tengah, Hari Ibu atau Mothers Day dirayakan pada bulan Maret. Hal itu
berhubungan dengan kepercayaan mereka memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronus, dan
ibu para dewa dalam sejarah atau mitologi Yunani Kuno. Di negara seperti
Amerika Serikat, Australia, Kanada, Belanda, Malaysia, dan Hongkong, Hari Ibu
diperingati pada hari Minggu kedua bulan Mei. Karena hari itu pada 1870 seorang
ibu aktivis sosial, Julia Ward Howe, mencanangkan pentingnya perempuan bersatu
menghentikan Perang Saudara di Amerika yang belum berserikat.[1]
Sejarah
hari ibu telah dikenal pasti sebagai perayaan musim bunga orang-orang Greece
(Yunani), sebagai penghormatan terhadap Rhea, ibu kepada tuhan mereka. Masyarakat
Inggris pada tahun 1600 merayakan hari yang mereka namakan sebagai “Mothering
Sunday”. sebagian orang-orang Kristen akan berhenti memakan makanan tertentu
karena alasan dogma agama. Mereka beralasan amalan tersebut diciptakan
karena sebagai penghormatan mereka terhadap Mother Mary. Mother Mary adalah
Maryam, ibu kepada Nabi Isa Alaihissalam atau Jesus yang mereka anggap sebagai
tuhan.[2]
Saat
hari itu juga, mayoritas rakyat inggris yang fakir dan miskin, bekerja sebagai
pembantu rumah tangga. Mereka sanggup bekerja jauh meninggalkan keluarganya
karena percaya bahwa Jesus akan memberikan kekayaan dan kesenangan dalam waktu
itu. Menjelang hari Ahad keempat, mereka diliburkan oleh majikannya, dan pulang
ke kampung untuk bertemu dengan ibu. Setiap ibu akan dihadiahkan dengan
Mothering Cake atau kue hari ibu untuk merayakan hari tersebut.[3]
Kemudian
amalan dan tradisi ini menular ke seluruh dunia dan hingga kini disambut
sebagai penghormatan kepada Mother Church. Mother Church dianggap sebagai kuasa
spiritual yang agung yang memberi manusia kehidupan dan memelihara mereka dari
keterpurukan. Sejak dari itu, perayaan Mothering Sunday telah bercampur aduk
dengan upacara keagamaan gerejaan. dan mejadi ritual agama penghormatan
mereka terhadap ibu sama taraf dengan penghormatan mereka terhadap gereja.[4]
Di
Amerika Serikat, Hari Ibu disambut seawal 1872 hasil ilham Julia Ward Howe.
seorang aktivis sosial dan telah menulis puisi ” The Battle Hymn of The
Republic” (TBHoTR). TBHoTR telah dijadikan lagu patriotik yang cukup populer di
kalangan warga Amerika pada saat itu. Ungkapan “Hallelujah” dalam bait-bait
lagu tersebut memberikan sentuhan kepada Kaum Yahudi dan Zionis untuk
menguasai politik dunia.[5]
Pada
tahun 1907 Anna Jarvis dari Philadelphia telah memulai kampanye untuk
melancarkan Hari Ibu. Ia pun telah berhasil mempengaruhi Mother’s Church di Grafton,
Sehingga west Virginia merayakan dan meramaikan Hari Ibu pada hari ulang tahun
kedua kematian ibunya, yaitu pada hari Ahad kedua dalam bulan Mei. Semenjak
saat itu, Hari Ibu dirayakan setiap tahun di Philadelphia.[6]
Anna
Jarvis dan pendukungnya telah menulis surat kepada menteri, pengusaha dan
ahli-ahli politik agar Hari Ibu disambut secara meluas di seluruh wilayah.
Usaha mereka telah berhasil sepenuhnya pada tahun 1911 dan hari tersebut
disambut baik oleh hampir seluruh wilayah Amerika. Pada tahun 1914, Presiden
Woodrow Wilson, secara resmi Hari Ibu sebagai Hari cuti umum dan harus rayakan
pada setiap hari Ahad kedua dalam bulan Mei. Biarpun sebahagian besar
negara-negara di dunia menyambutnya pada hari yang berlainan, tetapi negara
seperti Denmark, Finland, Itali, Turki, Australia, dan Belgium masih
merayakannya pada setiap hari Ahad kedua dalam bulan Mei.[7]
Sejarah
Peringatan Hari Ibu di Indonesia
Momen
peringatan Hari Ibu di Indonesia dirayakan setiap tanggal 22 Desember. Momen
ini menjadi momen bagi anak untuk menunjukkan rasa terima kasih, pengabdian,
dan wujud kasih sayang serta cinta kepada sang ibunda yang telah mengandungnya
selama 9 bulan dan melahirkan ke dunia serta merawatnya hingga dewasa.
Momen
ini menuai beragam pandangan dari berbagai kalangan. Ada yang menganggap bahwa
untuk menunjukkan penghormatan, rasa terima kasih, cinta dan kasih sayang
kepada ibunda tidak memerlukan sebuah hari khusus. Ada pula yang
mengait-ngaitkan momen tersebut dengan tradisi ala barat yang dianggap menyesatkan.
Beragam
perspektif dan pandangan tersebut sangat mungkin disebabkan oleh ketidaktahuan
mengenai sejarah peringatan Hari Ibu itu sendiri. Di Indonesia, peringatan hari
ibu merupakan buah dari sebuah kebijakan politis dan diilhami oleh perjuangan
pergerakan perempuan.
Pada
tanggal 22 s/d 25 Desember 1928 bertempat di Yogyakarta, para pejuang wanita
Indonesia yang berasal dari Jawa dan Sumatera berkumpul untuk mengadakan
Konggres Perempuan Indonesia yang pertama.[8]
Gedung
Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta menjadi saksi sejarah
berkumpulnya 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera yang
kemudian melahirkan terbentuknya Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai
Kongres Wanita Indonesia (Kowani).[9]
Pada
Konggres Perempuan Indonesia I yang menjadi agenda utama adalah mengenai
persatuan perempuan Nusantara; peranan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan;
peranan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perbaikan gizi dan
kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan lain
sebagainya.[10]
Pada
Juli 1935 dilaksanakan Kongres Perempuan Indonesia II, dalam kongres ini
dibentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf) dan menentang perlakuan tidak
wajar atas buruh wanita perusahaan batik di Lasem, Rembang.[11]
Penetapan
Hari Ibu pada tanggal 22 Desember sendiri baru diputuskan dalam Kongres
Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Puncak peringatan Hari Ibu yang paling
meriah adalah pada peringatan yang ke 25 pada tahun 1953. Tak kurang dari
85 kota Indonesia dari Meulaboh sampai Ternate merayakan peringatan Hari Ibu
secara meriah.[12]
Penetapan
secara resmi tanggal 22 Desember
sebagai Hari Ibu adalah saat Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 yang menetapkan bahwa tanggal 22 Desember
adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga saat ini.[13]
Pada awalnya peringatan Hari Ibu adalah untuk
mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas
bangsa ini. Misi itulah yang tercermin menjadi semangat kaum perempuan dari
berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama.[14]
Salah satu contoh saat peringatan 25 tahun Hari
Ibu Di Solo, dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya digunakan untuk
membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak
perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat
umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian
harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok.
Pada peringatan Hari Ibu tahun 1950 an, dirayakan
dengan mengadakan pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum
perempuan secara langsung. Dan satu sejarah penting kaum perempuan adalah untuk
pertama kalinya wanita diangkat menjadi menteri, dialah Maria Ulfah yang
pada tahun 1950 diangkat sebagai Menteri Sosial yang pertama oleh Presiden
Soekarno.[15]
Pada kongres di
Bandung tahun 1952 diusulkan untuk dibuat sebuah monumen, dan pada tahun
berikutnya dibangunlah Balai Srikandi. Ketua Kongres pertama Ibu Sukanto
melakukan peletakkan batu pertama pembangunan tersebut, dan pada tahun 1956
diresmikan Balai Srikandi oleh menteri Maria Ulfah. Dan akhirnya pada
tahun 1983 Presiden Soeharto meresmikan keseluruhan kompleks monumen Balai
Srikandi menjadi Mandala Bhakti Wanitatama di Jl. Laksda Adisucipto,
Yogyakarta.[16]
Hingga pada tahun 1973 Kowani berhasil menjadi
anggota penuh International Council of Women (ICW) yang berperan sebagai dewan
konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).[17]
Belajar
dari Sejarah: Merekonstruksi Perspektif Hari Ibu
Kini terlihat jelas bahwa esensi peringatan
Hari Ibu di Indonesia dan negara lain di dunia berbeda jika dilihat dari asal
muasalnya. Peringatan Hari Ibu di Indonesia dilatarbelakangi oleh kebijakan
politis dan diilhami oleh perjuangan kaum perempuan. Mereka yang mengaitkan peringatan
Hari Ibu di Indonesia dengan tradisi barat sebaiknya mulai lebih banyak
mempelajari sejarah bangsa ini ketimbang menghujat tanpa alasan. Bagi mereka
yang merayakan pun, perlu belajar dari sejarah agar tidak terkesan hanya ikut-ikutan
saja.
[1] http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/tahukah-anda-siapa-yang-memulai-peringatan-hari-ibu.htm#.VJ6tY1CsA,
diakses pada tanggal 27-12-2014.
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] http://www.infonews.web.id/2012/11/sejarah-dan-makna-hari-ibu-22-desember.html,
diakses pada tanggal 27-12-2014.
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
0 Comments