Tunas-Tunas Muda Yang Berguguran: Matinya Idealisme Generasi Muda di Indonesia

Tunas-Tunas Muda Yang Berguguran: Matinya Idealisme Generasi Muda di Indonesia



Sejak era pergerakan nasional, masa kemerdekaan, hingga orde reformasi saat ini, peran generasi muda terhadap perkembangan bangsa ini sangat besar. Nama-nama seperti Dr. Soetomo, Tjipto Mangoenkoesoemo, Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Soe Hok Gie, hingga Munir tidak dapat dipisahkan dari kisah perjalanan bangsa ini. Mereka memiliki semangat serta idealisme yang tinggi untuk berkarya membangun bangsa ini. Semangat dan idealisme tersebut saat ini seakan statis bahkan terkesan mati suri tergerus oleh arus globalisasi dan modernisasi. Generasi muda saat ini cenderung bersikap skeptis dan pragmatis terhadap perkembangan bangsanya. Jika hal ini terus terjadi bukan tidak mungkin krisis moral dan ideologi akan perlahan-lahan menggerogoti mental generasi muda bangsa ini.


Seharusnya hal-hal seperti ini tidak akan terjadi bila kita mampu memanage diri untuk senantiasa kritis dan cermat dalam menanggapi perbedaan-perbedaan yang muncul saat ini. Seyogyanya generasi muda bangsa ini meneladani bahkan mungkin mencontoh semangat dan idealisme dari para tokoh-tokoh generasi muda yang berjuang membangun dan memajukan bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik. Kita patut mengingat dan mengenang bagaimana kaum muda Indonesia berjuang demi perubahan di negeri ini. Dari tahun 1908 ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, Tahun 1928 ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda, Tahun 1945 ditandai dengan penculikan Ir. Soekarno-Moh. Hatta ke Rengasdengklok yang akhirnya berujung pada proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Tahun 1966 ditandai dengan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang menuntut pembubaran PKI, pembersihan kabinet dari unsur-unsur PKI, dan penurunan harga barang-barang kebutuhan pokok, Tahun 1998 Ditandai dengan lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden dan awal orde reformasi yang berlangsung hingga saat ini.

Saat ini mahasiswa tak ubahnya seperti “macan yang kehilangan taringnya” yang hanya bisa bicara tanpa tindakan untuk mencapai suatu perubahan. Hanya segelintir saja yang masih berjuang demi kepentingan rakyat. Itupun perjuangannya sudah tidak segarang saat mahasiswa menggulingkan kekuasaan Soeharto pada tahun 1998. Gerakan mahasiswa saat ini gagal karena kurang matangnya persiapan. Faktanya, sangat jarang gerakan mahasiswa yang berhasil menghadirkan perubahan yang berarti sejak 1998. Ini disebabkan kurangnya pemahaman mahasiswa tentang apa dan bagaimana gerakan mahasiswa itu dijalankan. Umumnya, aktivis mahasisiswa berpendapat bahwa gerakan mahasiswa identik dengan kekerasan seperti peristiwa 1966 dan 1998, padahal gerakan mahasiswa tidak selamanya dijalankan dengan cara kekerasan. Kita patut mencontoh Soekarno yang berjuang lewat tulisan dan PNI-nya atau Soe Hok Gie dengan tulisan-tulisannya yang kritis atau bahkan Iwan Fals dan Slank dengan musiknya.

Seharusnya, gerakan mahasiswa saat ini dapat lebih menancapkan taringnya di Indonesia setelah rezim Orde Baru yang otoriter yang mengekang kebebasan berpendapat tumbang. Mahasiswa saat ini harus pandai-pandai menyusun gerakan yang benar-benar ditujukan untuk perubahan bangsa, minimal di tingkatan kampus. Saatnya gerakan-gerakan tersebut diarahkan dan di-manage dengan lebih baik, dan yang harus diperhatikan lebih dalam menyangkut masalah pembinaaan dan pengkaderan. Pembinaan dan pengkaderan yang baik dan terstruktur akan menghasilkan kader-kader yang memiliki semangat juang dan intelektualitas yang dapat diandalkan untuk menunjang gerakan mahasiswa. 

Perlu dicatat bahwa perubahan yang bersifat revolusi sangat riskan terjadi di negara yang punya budaya yang telah mengakar dan mendarah daging seperti Indonesia. Perubahan yang dilakukan harus perlahan-lahan dan memakan waktu cukup lama (evolusi). Perubahan yang cepat pada negara yang budayanya mengakar kuat berpotensi menimbulkan kontradiksi yang memicu perpecahan dan pertikaian.

Dari masa pergerakan, masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan orde reformasi, ide-ide mengenai revolusi telah lahir dari beberapa tokoh politik negeri ini, antara lain; Tan Malaka, Sutan Syahrir, Soekarno, D. N. Aidit, Musso, Semaun, dan masih banyak lagi. Ide-ide tersebut lahir atas dasar pemikian dan keinginan akan adanya perubahan yang signifikan dan menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan di Negara ini. Penulis lebih banyak menyebutkan nama-nama tokoh berhaluan “kiri” (komunis/sosialis) sebagai pencetus ide-ide tentang revolusi dengan alasan bahwa merekalah orang-orang yang paling gencar menanamkan ide revolusi di tanah air dengan cara apapun (kecuali Tan Malaka dan Sutan Syahrir). 

Mereka berpendapat bahwa revolusi merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai kemapanan suatu bangsa, tentu saja revolusi dalam segala bidang sesuai dengan konsep dan perspektif ideologi yang mereka anut yaitu aliran “kiri” (marxis-leninis).
Kembali ke gerakan mahasiswa, ide-ide revolusi itu juga berkembang di lingkungan kampus. Mereka menginginkan perubahan terhadap tatanan kehidupan baik itu di lingkungan kampus, masyarakat, dan Negara. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan konsep dan perspektif secara menyeluruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan paham yang mereka anut. Tak jarang, mereka juga berbenturan kepentingan dengan organisasi kampus lainnya yang bersifat lebih moderat. Benturan-benturan ini akibat dari muculnya dikotomi-dikotomi baik mengenai konsep, perspektif bahkan pada hal yang paling dasar yaitu perbedaan prinsip, motto, ideologi dan metode.

Post a Comment

0 Comments