Ketika Sejarah Mulai Dilupakan: Refleksi Untuk Kota Palu

Ketika Sejarah Mulai Dilupakan: Refleksi Untuk Kota Palu


Masyarakat Kota Palu khususnya generasi muda mulai melupakan sejarah. Hal ini tercermin dari kurangnya wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah terutama sejarah lokal Kota Palu. Kenyataan ini jelas merupakan kerugian besar dalam usaha untuk membentuk masyarakat khususnya generasi muda yang berkarakter. Kurangnya kepedulian terhadap wawasan kearifan lokal ini mengakibatkan nilai-nilai sejarah terutama sejarah lokal Kota Palu mulai dilupakan.




Salah satu indikatornya adalah dalam pelaksanaan Festival Teluk Palu beberapa saat yang lalu, tidak ada kegiatan yang mengakomodasi aspek kesejarahan. Padahal Kota Palu memiliki banyak situs sejarah yang seharusnya dapat menjadi ikon selama festival tersebut berlangsung. Situs-situs tersebut seharusnya dapat diakomodir dalam sebuah kegiatan semacam studi tour wisata sejarah yang tentu saja lebih memiliki nilai edukatif daripada hanya menggelar acara seremonial yang dampaknya sangat tidak edukatif. Ini bukti bahwa dalam persiapan kegiatan tersebut, pihak akademisi terutama sejarawan, antropologiawan, dll belum atau bahkan tidak dilibatkan dalam merumuskan konsep kegiatan. Akhirnya kegiatan tersebut terkesan hanya menjadi kegiatan seremonial tahunan saja.

Indikator selanjutnya adalah kurangnya jumlah pengunjung ke situs-situs sejarah yang tersebar di berbagai di tempat di Kota Palu. Padahal kehadiran situs-situs sejarah ini menggambarkan bagaimana identitas Kota Palu di masa lalu. Kurangnya jumlah pengunjung tersebut mungkin saja diakibatkan oleh beberapa aspek yaitu Pertama, kurangnya upaya promosi yang dilakukan oleh dinas terkait. Kedua, pemeliharaan situs yang kurang baik dan tidak mengindahkan aspek-aspek arkeologis dan sejarah. Ketiga, kurangnya sarana dan prasarana memadai di sekitar situs, dan Keempat, kurangnya wawasan pengetahuan kesejarahan pegawai dinas terkait, masyarakat, dan generasi muda.

Upaya promosi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan jumlah pengunjung ke situs-situs sejarah tersebut antara lain dengan merancang sebuah kegiatan tour wisata sejarah dengan mengunjungi situs-situs sejarah yang ada di Kota Palu. Kegiatan ini dapat dimasukkan dalam agenda perayaan hari ulang tahun Kota Palu ataupun event-event lainnya. Penataan konsep yang unik dan edukatif akan menggugah minat wisatawan untuk berkunjung.

Rancangan konsep promosi tersebut juga harus didukung dengan pemeliharaan situs. Sebagian besar situs sejarah yang berada di Kota Palu kondisinya saat ini dapat dikatakan kurang terawat. Perawatan yang dilakukan pun terkesan seadanya dan tidak mengindahkan aspek-aspek arkeologis dan kesejarahan, contohnya pemasangan balok kayu untuk menopang bangunan Souraja, Pengecatan bangunan Souraja tidak sesuai dengan cat aslinya, bagian dapur Souraja yang berdinding seng bukan lagi kayu, renovasi masjid Jami Kampung Baru yang berbeda dengan bentuk aslinya, makam Raja-raja Palu yang tidak terawat, dan masih banyak lagi. Perawatan situs yang tidak mengindahkan kaedah-kaedah arkeologi dan sejarah mengakibatkan nilai sejarah dan estetika situs menjadi berkurang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai ilmu arkeologi dan sejarah.

Selain itu, lingkungan sekitar situs juga tidak terurus. Semak belukar semakin rimbun, WC yang tidak terawat, tidak adanya aliran listrik dan air bersih, merupakan sedikit dari masalah sarana dan prasarana yang muncul dari situs-situs sejarah tersebut. Padahal, penataan lingkungan situs yang baik justru menunjang untuk meningkatkan jumlah pengunjung. Salah satu hal yang juga memiriskan hati adalah tingkat kesejahteraan juru pelihara situs sejarah yang berada di Kota Palu cukup memprihatinkan. Hal ini butuh perhatian segera dari dinas terkait.            

Semua masalah di atas berpangkal pada satu masalah yaitu, kurangnya pemahaman akan wawasan sejarah, baik itu dari pegawai dinas terkait, masyarakat, maupun generasi muda. Oleh karena itu, sebaiknya pembelajaran mengenai sejarah lokal Sulawesi Tengah terutama Kota Palu diterapkan sejak dini yaitu sejak bangku Sekolah Dasar (SD). Ketakutannya, jangan sampai generasi muda mengenal sejarah dan pahlawan nasional tapi tidak mengenal sejarah dan tokoh-tokoh sejarah dari daerahnya sendiri. Jika hal itu terjadi, maka perlahan-lahan Kota Palu akan kehilangan identitas kelokalannya. Hal ini juga berlaku untuk pegawai dinas terkait, terutama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palu.  

Melalui pembelajaran tersebut, kedepannya diharapkan bahwa tidak akan ada lagi kisah seperti tugu nol kilometer yang didominasi oleh merek rokok, tugu kuda yang tidak jelas makna sejarahnya, dll, yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman mengenai kesejarahan. Apalagi Kota Palu juga saat ini sedang mencanangkan Gerakan Sadar Wisata. Tentu saja ini merupakan moment yang tepat untuk mengembalikan identitas kelokalan Kota Palu yang mulai pudar. Karena jika tidak, maka masyarakat Kota Palu akan menjadi masyarakat yang “amnesia sejarah lokalnya”.

·        Jefrianto  (Penulis adalah pemerhati sejarah, Peserta Forum Indonesia Muda 13)                

Post a Comment

0 Comments