Bahan Bakar Minyak (BBM), menjadi
salah satu komoditi yang memiliki peran vital dalam kehidupan manusia.
Aktivitas sehari-hari masyarakat pasti bersinggungan dengan BBM, mulai dari
urusan dapur, transportasi, hingga pekerjaan. Tak jarang, komoditas yang satu
ini kerap menjadi barang langka yang menjadi rebutan.
Kelangkaan
BBM adalah hal yang biasa kita dengar sehari-hari. Fenomena ini dapat seketika
melumpuhkan segala lini aktivitas, dan mendorong naiknya harga komoditas
lainnya.
Hingga
saat ini, belum ditemukan usaha alternatif yang berasal dari masyarakat untuk
menciptakan bahan bakar alternatif. BBM dari Pertamina masih menjadi komoditas
utama, terutama bagi masyarakat di daerah.
Namun,
dalam Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) dan Festival Kelurahan ke V tingkat Kota
Palu, yang telah berlangsung sejak Rabu (3/6/2015), harapan akan bahan bakar
alternatif itu muncul. salah satu stand kelurahan, yaitu Kelurahan Lere,
menampilkan kreasi TTG yang lain daripada yang lain. Mereka menampilkan sebuah
alat destilasi limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif.
Kreasi
TTG tersebut adalah buah karya Samsul Anam, seorang wirausaha muda yang
mendedikasikan hidupnya untuk berinovasi mengkreasikan alat-alat penghasil
bahan bakar alternatif. Lelaki berusia 38 tahun ini hanyalah lulusan Sekolah Pertanian
Menengah Atas (SPMA) di Poso. Ia sendiri baru lima tahun bermukim di Palu,
setelah pindah dari Morowali.
Alat
destilasi limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif yang dikembangkan oleh
Samsul ini cukup sederhana. Menurutnya limbah plastik mengandung hidrokarbon
yang apabila disuling secara benar dapat menghasilkan bahan bakar alternatif.
Samsul
memanfaatkan batu silika dan limbah barang-barang bekas seperti tabung freon
bekas, tabung mercuri bekas, besi tua, pipa besi dan drum bekas sebagai bahan
untuk membuat alat tersebut. proses perakitan alat ini pun terbilang cukup
mudah. Drum bekas ditempatkan pailng bawah sebagai tungku pembakaran, tabung
freon ditempatkan di atasnya sebagai wadah untuk mencairkan limbah plastik,
tabung mercuri yang di dalamnya diisi batu silika ditempatkan di atas tabung
freon untuk proses penyulingan. Pipa besi digunakan sebagai jalur hasil
penyulingan untuk menjadi 3 jenis bahan bakar yaitu bensin, solar dan gas.
Proses
kerja alat ini juga relatif mudah. Pertama-tama tungku dinyalakan untuk
memanaskan tabung freon di atasnya. Suhu maksimal yang diperlukan untuk
memanaskan tabung freon adalah 200-300 derajat celcius. Proses pembakaran
sendiri menggunakan kayu bakar atau limbah serbuk gergaji.
Setelah
tungku dinyalakan, proses kedua adalah memasukkan limbah plastik yang telah
dipotong kecil ke dalam tabung freon untuk dicairkan. Proses ini disebut proses
okstilasi. Terkait limbah plastik yang digunakan, Samsul mengaku tidak ada
spesifikasi khusus tentang limbah plastik apa saja yang dapat digunakan.
Menurutnya, semua limbah yang berasal dari plastik seperti, gelas dan botol
minuman, pembungkus makanan, dan limbah lainnya dapat dijadikan bahan bakar,
namun ia menyarankan untuk memisahkan limbah plastik berdasarkan warnanya, agar
hasil penyulingan lebih maksimal.
Setelah
limbah plastik dipanaskan dan mencair, cairan tersebut akan menguap menuju
tabung mercuri yang telah diisi dengan batu silika. Menurut Samsul, batu silika
berfungsi sebagai penyuling cairan hasil pemanasan agar dapat menjadi bahan
bakar yang diinginkan. Setelah proses penyulingan, cairan akan mengalir melalui
pipa untuk menjadi bahan bakar yang diinginkan. Hilir pipa dibagi menjadi tiga
bagian yaitu pipa untuk bensin, solar dan gas. Untuk gas, ujung pipa disambungkan
ke selang untuk kemudian disalurkan ke wadah yang terlebih dahulu diisi dengan
air. Hasil keluaran berupa gas ini juga dapat langsung digunakan untuk proses
pembakaran selanjutnya di tungku.
Alat
destilasi limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif ini dapat mengubah 1 kg
limbah plastik menjadi 1 liter bahan bakar (bensin, solar, atau gas). Dengan
alat ukuran kecil saja, iandapat memproduksi 5-15 liter bahan bakar dari 5-15
kg limbah plastik.
Samsul
menuturkan bahwa alat ini ia ciptakan sejak dua bulan lalu. Biaya produksi alat
ini relatif murah, yaitu sekitar Rp.500.000. Samsul sendiri telah menggunakan
alat ini di rumahnya untuk memenuhi kebutuhan BBMnya sehari-hari.
Sejak
pertama dipamerkan pada hari Rabu (3/6/2015), kehadiran alat ini telah
mengundang banyak pengunjung ke stand kelurahan Lere, baik untuk sekedar
melihat-lihat, maupun menanyakan langsung terkait proses pembuatan alat
tersebut. Bahkan ada beberapa orang yang bertanya tentang harga jual alat
tersebut.
Terkait
hal tersebut, Samsul mengaku belum akan mengkomersilkan alat hasil kreasinya
ini. Hal tersebut dilakukan karena ia takut inovasinya membuat bahan bakar
alternatif dianggap melanggar hukum. Ia pernah beberapa kali didatangi aparat
kepolisian dan pihak Pertamina yang menuduhnya menimbun BBM. Menurut Samsul,
tuduhan tersebut tidak beralasan karena sesungguhnya ia telah membantu
pemerintah untuk menciptakan bahan bakar alternatif di tengah sulitnya
masyarakat mendapatkan BBM saat ini.
Selain
menciptakan alat destilasi limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif ini,
Samsul mengaku bahwa ia juga telah menciptakan alat serupa dengan pengolahan
limbah yang berbeda. Ia menciptakan alat daur ulang minyak goreng dan oli bekas
menjadi bahan bakar biodiesel. Selain itu, ia juga menciptakan alat daur ulang
limbah sawit menjadi biodiesel dan minyak goreng. Menurutnya, limbah sawit yang
jumlahnya berton-ton itu sayang kalau tidak dimanfaatkan.
0 Comments