“Pemuda adalah tulang punggung bangsa” ungkapan ini menunjukkan
betapa pemuda memiliki peran sentral dalam sejarah maupun perjuangan bangsa.
Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh pemuda berperan pada sebagian besar
perubahan-perubahan yang terjadi di Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut
terjadi karena kesadaran akan pentingnya perubahan menuju Indonesia yang lebih
baik.
Dari perubahan-perubahan tersebut, dapat kita lihat dua peristiwa
yang fenomenal yaitu Sumpah Pemuda dan aksi mahasiswa 1966. Dua peristiwa ini
membawa dampak besar dalam perkembangan Indonesia dalam perjuangan mencapai
kemerdekaan dan sebagai negara yang usianya masih belia. Peristiwa Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah bukti dari kekuatan idealisme pemuda pada
masa itu. Kekuatan dari idealisme tersebut adalah pendirian bahwa mereka
merupakan satu kesatuan dalam bingkai Indonesia dengan tidak meninggalkan
khazanah budayanya masing-masing.
Semangat satu kesatuan ini yang mendorong terciptanya persatuan
sehingga para pemuda mengikrarkan janji untuk berbangsa, bertanah air, dan
berbahasa satu yaitu Indonesia. Dari sini dapat kita lihat bahwa untuk
menciptakan perubahan tidak hanya dibutuhkan semangat tetapi juga idealisme
sebagai syarat utama dalam melaksanakan perubahan tersebut.
Kemudian dalam peristiwa aksi mahasiswa 1966, kita mengenal sosok
Soe Hok Gie yang merupakan salah satu tokoh penggerak aksi mahasiswa saat itu
yang menuntut tanggung jawab pemerintah atas kondisi negara yang carut marut
pasca peristiwa G30S. Soe Hok Gie merupakan tokoh pemuda dengan pemikiran yang
idealis. Dia tidak terlena dengan semangat pembaruan yang didengungkan oleh
Orde Baru pada saat peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Justru Soe
Hok Gie menganalisa perubahan-perubahan tersebut dengan cermat dan kemudian
menuangkan analisis-analisis tersebut dalam setiap gerakannya.
Di dalam aksi mahasiswa tahun 1966, peran serta Soe Hok Gie cukup
besar terutama dalam aksi-aksi demonstrasi yang menuntut tanggung jawab
pemerintah atas carut marutnya keadaan di Indonesia pasca Gerakan 30 September.
Mahasiswa pada saat itu termasuk Soe Hok Gie mengajukan tuntutan yang tertera
dalam Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi tuntutan agar PKI beserta
ormas-ormasnya dibubarkan, tuntutan agar kabinet pemerintahan bebas dari
unsur-unsur PKI serta tuntutan penurunan harga. Mahasiswa pada saat itu
membentuk kesatuan-kesatuan aksi dalam upaya untuk menyuarakan tuntutan
tersebut.
Di saat kondisi politik negeri ini sudah mulai stabil, Soe Hok Gie
justru kecewa dengan sikap teman-temannya pada saat masih sama-sama menjadi
mahasiswa yang telah duduk di parlemen dan meninggalkan idealismenya yaitu
semangat perubahan demi kesejahteraan rakyat. Hal ini tentu saja menjadi cambuk
pelecut semangat bagi Soe Hok Gie untuk tetap berpegang teguh pada idealismenya
dan tetap mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pada
masa itu. Sayang Soe Hok Gie wafat di usia muda yaitu 27 tahun akibat menghirup
gas beracun sewaktu mendaki di puncak gunung Semeru. Tetapi semangat perubahan
dan idealisme yang dibangunnya tidak pergi bersamanya tetapi tetap abadi dalam
diri pemuda-pemuda Indonesia yang sadar akan kehidupan bangsanya karena seperti
yang dikatakan Soe Hok Gie bahwa “orang
yang mati muda tidak kehilangan idealismenya”.
Menengok ke dalam kondisi
kepemudaan bangsa Indonesia saat ini, kita akan disuguhkan kepada kenyataan
bahwa idealisme generasi muda Indonesia sedang berada di titik nadir. Mereka
lebih cenderung memilih dan menerima pilihan yang ada tanpa mempertanyakan
pilihan tersebut. Sikap skeptis dan pragmatis tersebut adalah bumerang bagi
generasi muda kita disaat bangsa kita dituntut untuk bersaing di era
globalisasi ini karena sikap skeptis dan pragmatis menjadikan kita individu
yang apatis, dan terkesan acuh dengan keadaan lingkungan sekitarnya
Menghadapi kenyataan seperti ini, kita harus menyiapkan langkah
konkret. Langkah konkret tersebut adalah kita mulai menanamkan pada diri kita
arti penting dari sebuah idealisme. Selain itu,
kita harus mulai bersikap peka dengan lingkungan sekitar kita. Dengan
bersikap peka, kita akan lebih mengerti dan memahami bagaimana sebenarnya
keadaan di lingkungan sekitar kita khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu sebagai penerus tongkat estafet perjuangan pemuda-pemuda
dari masa sebelumnya, kita harus mulai membangun karakter diri sejak dini. Karakter diri yang dimaksud
adalah integritas, idealisme, tanggung jawab, kepekaan sosial, dan intelektual.
Dengan menanamkan karakter diri sejak dini, niscaya kita juga telah mulai
membentuk karakter bangsa menjadi lebih baik. Karena, di pundak kitalah kelak,
nasib bangsa ini dipertaruhkan. Dengan pemuda yang berkarakter dan menjunjung
tinggi idealisme, mimpi Soekarno bahwa pemuda Indonesia bias mengguncangkan
dunia dapat terwujud.
*Penulis adalah Mahasiswa Sejarah
Universitas Tadulako, Pemerhati Masalah Organisasi Kemahasiswaan.
0 Comments